“Tuhan itu tidak ada ! Tuhan itu tidak ada !!!” suara melengking keluar dari mulut seorang anak kecil berpakaian lusuh, meringis menangis di pinggir jalan duduk memeluk tiang lampu jalan. Anak itu duduk haru dengan baju berwarna biru pudar dengan ukuran yg tak pantas utk tubuhnya, telapak kaki yg memerah-merah tanpa dilapisi sendal terlihat. Aku seperti menonton sebuah drama kolosal yg dipertontonkan di pinggir jalan oleh seorang aktor cilik seorang diri. Tidak ada yg perduli dengan air matanya, teriakannya, rintihannya. Sesekali seorang bapak menghampiri, tetapi meninggalkannya lagi. Dan dia menangis lagi. Begitu pula aku, kenapa aku tak ingin berhenti hanya sekedar utk memberinya sepotong roti ?? Traffic light sudah berwarna hijau, aku harus melajukan kendaraanku, agar pengendara lain tak memprotesku. Kasian sekali anak itu fikirku, begitu tersiksanya kah hingga mengucapkan Tuhan itu tidak ada. Tuhan itu ada ! kawan !
Mobilku masih berlari, terniang teriakan kenistaan seorang anak kecil yg teraniaya ruang dan waktu. Tangan kiriku masih memegang stir mobil, berbeda dengan tangan kananku telah membelai rambut pendekku dan berhenti di ubun2 karena tersangkut fikiran anak itu. Kenapa otakku terus memikirkannya, terus bekerja mencari jawaban bagaimana, apa dan kenapa ! Aku ingin berbalik, tapi dimana ? ini jalan bebas hambatan ! ini jalan lurus tanpa arah putar !!! 100 meter, 200 meter, 1 km tak ada tanda2 kutemukan arah balik. Aku ingin berbalik !!!!!
Setan ! setan ! aku marah ! memukul setir mobil yg tak bersalah. Apa yg bisa kulakukan utk menenangkan diri. Aku hanya sendiri di dalam mobil, air mata ini tak terasa sedikit demi sedikit menetes hinggap di pipi. Aku menyesal telah melewatkan kesempatanku utk berbagi, aku melewatkan kesempatanku utk membuat anak itu sedikit tersenyum. Aku mengurangi kecepatan, konsentrasiku terpecah.
Apa artinya uang 50rb buatku, aku bisa mengambilnya atau mendapatkanya besok. Kenapa tak kuberikan padanya !!?? mungkin berguna bagi dia. Apa karena begitu banyak berita tentang pengemis yg terkoordinasi ? aku tak perduli. Mau dia ada tuannya atau tidak. Yg pasti 50rb ini pasti akan berguna bagi dia.
Menyesal memang tak pernah ada di awal kisah. Di traffic light berikutnya, aku persembahkan seluruh kemampuanku utk berbagi ketika melihat anak atau pengemis lain ungkapku dalam hati. Akan kubuktikan bahwa anak itu salah. Bahwa Tuhan itu ada ! dan selalu ada di dekat kita !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H