Radio Republik Indonesia (RRI) mempunyai peranan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, RRI berperan sebagai sumber informasi terpercaya dan sarana penggerak semangat perjuangan rakyat Indonesia. RRI selain sebagai alat perjuangan dan alat revolusi bangsa, juga menjadi alat komunikasi bagi pemerintah dan rakyat Indonesia. Dengan demikian, RRI mempunyai peranan penting sebagai alat perjuangan dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.
Radio merupakan salah satu media massa yang melaluinya masyarakat memperoleh informasi, berita, pendidikan, dan hiburan.
RRI merupakan satu-satunya radio yang membawa nama negara yang siarannya ditujukan untuk kepentingan bangsa dan negara. RRI adalah Lembaga Penyiaran Publik yang independen, netral dan non-komersial yang mempunyai misi menyelenggarakan pelayanan penyiaran untuk memberikan informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol sosial, serta menjaga citra positif bangsa di dunia internasional.
Besarnya tugas dan fungsi RRI yang diberikan oleh negara melalui UU no 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, PP 11 tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik, serta PP 12 tahun 2005, maka RRI dijadikan sebagai satu-satunya lembaga penyiaran yang memiliki jaringan nasional dan dapat bekerja sama dengan lembaga penyiaran Asing dalam siaran.
Sejarah Berdirinya RRI
Berdirinya Radio Republik Indonesia erat kaitannya dengan sejarah radio di Indonesia. RRI secara resmi didirikan pada tanggal 11 September 1945 oleh tokoh-tokoh yang sebelumnya aktif mengoperasikan beberapa stasiun radio Jepang di 8 kota yaitu Jakarta, Bandung, Purwakarta, Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Surabaya, dan Malang. Rapat ini dihadiri oleh 6 orang perwakilan penyiar radio tersebut dan yang tidak hadir dari perwakilan Surabaya dan Malang, yang dilaksanakan di rumah Adang Kadarusman di Jalan Menteng Dalam Jakarta, dan mengangkat Abdulrahman Saleh sebagai pimpinan umum pertama RRI.
Awal Mula
RRI didirikan satu bulan setelah stasiun radio Hoso Kyoku dihentikan siarannya pada tanggal 19 Agustus 1945. Saat itu masyarakat buta informasi dan tidak tahu apa yang harus dilakukan setelah Indonesia merdeka. Selain itu, radio-radio luar negeri pada saat itu mengabarkan bahwa tentara Inggris yang mengatasnamakan sekutu akan menduduki Jawa dan Sumatera.
Dikabarkan bahwa tentara Inggris akan melucuti senjata tentara Jepang dan menjaga keamanan hingga pemerintah Belanda kembali berkuasa di Indonesia. Dari berita-berita tersebut juga menunjukkan bahwa Sekutu masih mengakui kedaulatan Belanda atas Indonesia dan dikabarkan bahwa kerajaan Belanda akan membentuk pemerintahan benama Netherlands Indie Civil Administration (NICA).
Menanggapi hal tersebut, mereka yang aktif di radio pada masa penjajahan Jepang menyadari bahwa radio merupakan alat yang diperlukan oleh pemerintah Republik Indonesia untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat dan memberi petunjuk kepada mereka tentang apa yang harus dilakukan. Perwakilan dari 8 stasiun radio bekas Hosu Kyoku mengadakan pertemuan dengan pemerintah di Jakarta.