Mohon tunggu...
Riani
Riani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobby saya tidur, makan, tidur, makan

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Prospek Ekonomi Indonesia Pasca Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)

5 Desember 2023   07:00 Diperbarui: 5 Desember 2023   07:08 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash


          Wabah COVID-19 yang telah berlangsung selama 2 (dua) Tahun ini telah memberikan dampak di berbagai bidang, khususnya di sektor perekonomian. Dimana perekenomian di dunia tiba-tiba memburuk karena adanya pandemi atau COVID-19 yang mematikan jalannya proses bisnis. Berdasarkan Hasil survei Kementerian Ketenagakerjaan mengemukakan, sekitar 88% perusahaan terdampak pandemi selama enam bulan terakhir pada umumnya dalam keadaan merugi. Bahkan disebutkan 9 dari 10 perusahaan di Indonesia merasakan langsung dampak dari pandemi COVID-19. Data tersebut berdasarkan survei yang dilakukannya melalui online, termasuk melalui telepon dan email terhadap 1.105 perusahaan yang dipilih secara probability sampling sebesar 95% dan margin of error (MoE) sebesar 3,1% pada 32 provinsi di lndonesia.

         Pada kesempatan ini, diketahui bahwa hasil survei ini juga menyampaikan beberapa  saran. Pertama, perlunya pemerintah memberikan perhatian yang lebih bagi perusahaan UMKM yang terdampak pandemi meskipun saat ini pemerintah telah memberikan bantuan dalam bentuk subsidi bunga KUR, restukturisasi pinjaman dan pengurangan pajak. Kedua, pemerintah perlu memperluas informasi pasar tenaga kerja yang berorientasi pada jenis pekerjaan, dan perusahaan juga perlu didorong untuk menentukan spesifikasi keahlian yang dibutuhkan agar terinformasikan skills demand secara lebih luas.

           Pemulihan ekonomi Indonesia dari wabah pandemi COVID-19 terjadi di tengah lingkungan global yang semakin menantang. Pertumbuhan Indonesia meningkat pada akhir tahun 2021 mencapai 3.7 % ketika negara ini telah keluar dari gelombang varian Delta yang cukup parah pada bulan Juli-Agustus. Momentum tersebut terbawa hingga triwulan pertama tahun 2022 dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5% (yoy) dan menyerap dampak peningkatan kasus COVID terkait varian Omicron yang singkat dan tajam. Sumber pertumbuhan mulai sejak akhir tahun 2021 juga perlahan berpindah dari ekspor dan konsumsi pemerintah ke konsumsi dan investasi swasta. 

Sejak bulan Februari, perang di Ukraina telah mengganggu lingkungan ekonomi global melalui naiknya harga-harga komoditas dan langkah-langkah untuk mengurangi resiko di pasar keuangan global. Dampak positif dari nilai tukar perdagangan telah menguntungkan Indonesia dalam waktu dekat melalui penerimaan ekspor dan fiskal yang lebih tinggi. Tetapi negara ini merasakan tekanan dari kenaikan harga dan pengetatan keuangan eksternal.Inflasi di Indonesia telah meningkat, meskipun pergerakan harga-harga komoditas internasioinal

          Setelah lebih dari 2 tahun pandemi melanda hampir seluruh negara di dunia, dampak dari invasi Rusia ke Ukraina akan memperlambat kegiatan ekonomi global secara tajam. 

Pertumbuhan global sekarang diperkirakan akan melambat dari 5,7 % pada tahun 2021 menjadi 2,9 % pada tahun 2022. Sebagai dampak dari perang di Ukraina, harga untuk sebagian besar komoditas diperkirakan akan jauh lebih tinggi di tahun 2022 daripada di tahun 2021, sementara harga-harga komoditas diperkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun 2022, dalam jangka menengah harga-harga tersebut diprediksi tetap tinggi. Hal ini lah yang meningkatkan kekhawatiran terhadap kerawanan ketahanan pangan dan kemiskinan, serta meningkatnya inflasi. Ini yang dapat menyebabkan suatu kondisi keuangan yang lebih ketat, yang memperbesar kerentanan sektor keuangan. 

Pertumbuhan di negara-negara pasar berkembang dan negara-negara berkembang tahun ini telah diturunkan menjadi 3,4 %, sebagai dampak negatif dari invasi di Ukraina lebih dari mengimbangi dorongan jangka pendek untuk beberapa eksportir komoditas dari harga energi yang lebih tinggi. Tidak ada percepatan pertumbuhan yang diprediksi tahun depan: pertumbuhan global diperkirakan masih sangat lemah, hanya naik sedikit tipis menjadi 3 % pada tahun 2023, karena banyak hambatan khususnya pada harga-harga komoditas yang tinggi dan pengetatan moneter yang berkelanjutan diperkirakan akan tetap bertahan.

       Prospek global tersebut terus menimbulkan resiko merugikan yang signifikan bagi pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Pada skenario baseline, pertumbuhan PDB yang diprediksi sebesar 5,1 % pada tahun 2022, meningkat menjadi 5,3 % pada tahun 2023. Ini diperkirakan oleh beberapa hal: pelepasan permintaan yang tertahan, kepercayaan konsumen yang meningkat, dan nilai tukar perdagangan yang lebih baik. Inflasi diproyeksikan meningkat menjadi 3,6 % (rata-rata tahunan) seiring dengan peningkatan permintaan dalam negeri dan harga-harga komoditas yang lebih tinggi. Kondisi pembiayaan eksternal diperkirakan akan mengetat meskipun ekspor komoditas diprediksi berkontribusi terhadap surplus transaksi berjalan. 

Lingkungan ekonomi global dapat menciptakan suatu tekanan-tekanan utama terhadap pertumbuhan. Hal ini dapat memicu suatu skenario penurunan dengan tekanan inflasi yang lebih tinggi yang memaksa realokasi fiskal dari pembelanjaan pro-pertumbuhan ke subsidi yang tidak ditargetkan, penurunan permintaan untuk ekspor komoditas, dan pembiayaan eksternal yang ketat yang berdampak pada biaya pinjaman dan keinginan investasi sektor swasta. Pada skenario seperti itu, pertumbuhan Indonesia bisa akan menjadi lebih rendah dari yang diantisipasi dan mencapai 4,6 % pada tahun 2022 dan 4,7 % pada tahun 2023.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun