Di setiap daerah di Indonesia dapat ditemui kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak remaja atau di bawah umur dan kekerasan terhadap perempuan. Hal ini seolah-olah lumrah terjadi di masyarakat hingga banyak orang menjadi korbannya. Mirisnya yang menjadi korban adalah anak-anak di bawah umur dan perempuan yang tidak bersalah.
Kekerasan seksual adalah suatu tindakan atau perbuatan yang merendahkan, menghina, atau pelecehan seksual tanpa ada persetujuan. Kekerasan seksual ini menyerang bagian tubuh dan juga alat reproduksi dan hal ini banyak terjadi dengan pemaksaan. Kekerasan seksual ini menurut Komnas Perempuan terbagi 15 yakni:
- Pemerkosaan,
- Intimidasi seksual termasuk percobaan pemerkosaan,
- Pelecehan seksual,
- Eksploitasi seksual,
- Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual,
- Prostitusi paksa,
- Perbudakan seksual,
- Pemaksaan perkawinan,
- Pemaksaan kehamilan,
- Pemaksaan aborsi,
- Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi,
- Penyiksaan seksual,
- Penghukuman tidak manusiawi bernuansa seksual,
- Praktik tradisi bernuansa seksual yang mendiskriminasi perempuan,
- Kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama.
Jenis bentuk kekerasan ini bukanlah bentuk final sebab kekerasan seksual ini beragam bentuknya yang mungkin dapat terus bermunculan sehingga tidak semuanya jenis kekerasan tercatat dalam pemerintahan. Bahkan perbuatan cabul, persetubuhan terhadap anak di bawah umur atau perempuan dengan paksa, eksploitasi seksual, dan pelecehan melalui media online pun termasuk kekerasan seksual.
Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak yakni Arist Merdeka Sirait menyampaikan bahwa terdapat 2.739 kasus kekerasan terhadap anak dan kekerasan seksual ini cenderung dilakukan oleh orang-orang terdekat. Kekerasan seksual ini bisa kapan saja dan dimana saja terjadi, sekalipun kita telah berhati-hati masih bisa terjadi hal ini. Data tersebut belum sepenuhnya akurat dikarenakan tidak semua korban kekerasan seksual melaporkan kasusnya ke pihak berwenang.
Pelecehan banyak terjadi kepada perempuan dan tidak memandang bulu. Jika orang-orang terdekat saja seperti ayah kandung, tetangga, guru, atau atasan di dunia kerja bisa menjadi pelaku pelecehan kekerasan seksual maka dimana perempuan bisa merasa aman?
Contoh kasus kekerasan seksual yakni kasus anak 10 tahun diperkosa oleh tetangganya di Cianjur Jawa Barat dengan diming-imingi uang lalu diperkosa si korban, kasus di Labuhan Batu Utara Sumatera Utara mengenai 9 siswa yang menjadi korban kekerasan seksual oleh kepala madrasah, dan masih banyak lagi kasus-kasus kekerasan seksual lainnya.
Perempuan yang diam tidak melakukan apapun saja bisa jadi korban pelecehan melalui media online semisal foto wajahnya ditempel ke gambar yang tidak senonoh, apalagi perempuan-perempuan yang memiliki aktivitas di luar yang memaksanya harus menaiki transportasi umum yang penuh penumpang dan tak jarang dijadikan kesempatan bagi pelaku melakukan tindakan pencabulan atau pelecehan terhadap perempuan. Tidak hanya di tempat umum saja hal itu bisa terjadi, nyatanya di ranah pendidikan saja banyak terjadi pelecehan yang dilakukan guru kepada muridnya, pelecehan dosen kepada mahasiswinya, dan juga di dunia kerja pun terjadi pelecehan atasan terhadap karyawannya.
Tindakan kekerasan seksual ini sangat berdampak kepada korbannya yang mana sasarannya adalah perempuan dan anak. Banyak korban yang memiliki trauma mendalam setelah kejadian pelecehan, pencabulan, pemerkosaan dan lainnya. Tak jarang si korban pun menjauhkan diri dari lingkungan sekitarnya karena psikologisnya yang terganggu akibat depresi atau stress karena tindakan kekerasan tersebut.
Adapun alasan perempuan tidak melaporkan pelecehan seksual karena beberapa hal yakni takutnya terhadap stigma yang menyalahkan korban, ada juga karena tidak tau bagaimana cara melaporkan kejadian tersebut, keluarga tidak mendukung bisa menjadi salah satu alasan tidak melapor, diancamnya korban jika melapor, dan juga ada yang diselesaikan secara kekeluargaan. Bahkan banyak kasus kekerasan yang ditangguhkan oleh polisi hanya karena kurang jelasnya alat bukti. Alasan-alasan tersebut yang membuat para korban mengurungkan niat untuk melapor.
Selain alasan di atas juga terdapat beberapa hambatan bagi korban dalam mencari keadilan yakni substansi undang-undang yang belum memadai, apartur penegak hukum yang belum berspektif korban, penanganan hukum yang tidak sesuai dengan sistem pemulihan korban, pelaku yang menggunakan kekuasaannya untuk menutupi kasus kekerasan tersebut, dan adanya budaya yang menyalahkan korban yang membuat si korban enggan melaporkan kekerasan seksual yang menimpa dirinya.
Kekerasan seksual dan pelecehan ini dapat terjadi karena masih adanya budaya patriarki yang merugikan pihak perempuan. Seharusnya pemerintah dapat melindungi korban kekerasan ini dan mengakomodasinya hingga pemulihan dan memberikan keamanan yang terfokus bagi para perempuan dan anak di bawah umur. Bagi para perempuan pun harus lebih hati-hati dalam menjaga diri dimanapun berada sebab tidak tau apakah ada orang yang sedang menitik objekkan mereka sebagai bahan pelecehan atau tidak makanya penting menjaga diri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H