Mohon tunggu...
Rian Herdiansyah
Rian Herdiansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Padjadjaran

Hai, saya adalah seorang yang senang dalam menulis sesuatu, apapun hal itu saya tulis, saya juga orang yang bisa beradaptasi dengan cepat terhadap lingkungan yang baru

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Penggusuran: Warga atau Perusahaan yang Harus Mengerti?

5 Januari 2023   21:27 Diperbarui: 5 Januari 2023   21:44 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sudah setahun lalu peristiwa penggusuran lahan terjadi dan masih banyak menyisakan trauma bagi para korban hingga saat ini. Kejadian tersebut masih teringat jelas bagi para korban, mereka masih meminta keadilan dalam peristiwa yang terjadi tersebut.

Dari sebagian warga menyutujui penggusuran rumahnya dan menerima uang ganti rugi. Akan tetapi tidak sedikit pula warga yang menolak penggusuran tapi tetap rumah mereka tetap ikut tergusur dan tidak menerima uang ganti rugi sepeserpun dari perusahaan yang bersangkutan.

Tentu ada alasan yang pasti kenapa penggusuran dilakukan oleh PT.KAI. Kemajuan infrastruktur kota dan tentunya untuk kemajuan daerah sendiri menjadi alasan utama kenapa penggusuran dilakukan. Tidak hanya itu, tanah yang menjadi sengketa PT.KAI rencananya akan dibangun Laswi City Heritage yang akan digarap oleh PT. Wika.

Pembangun Laswi City Heritage ini tentunya menguntungkan dan bisa menjadi icon baru di kota Bandung. Namun yang menjadi permasalahan adalah warga yang menolak penggusuran dan menuntut ganti rugi terhadap rumahnya yang sudah digusur.

Namun di sisi lain, hingga saat ini tetaplah menjadi sebuah pertanyaan milik siapa sebenarnya tanah tersebut ? dan apakah PT KAI mempunyai bukti kuat mengenai kepemilikan tanah Anyer Dalam tersebut ?

Dilaporkan tidak sedikit warga yang mempunyai sertifikat tanah disana dan membayar pajak tanah setiap tahunnya. Masyarakat juga merasa berhak atas penguasaan tanah Anyer Dalam karena selama ini tanah tersebut telah dipergunakan mereka selama berpuluh-puluh tahun dan ada beberapa dari mereka menempati tanah tersebut secara turun temurun.

Masyarakat yang menempati tanah tersebut juga telah membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Rasa keberatan pun muncul dari masyarakat setempat karena mereka berpendapat bahwa tanah yang mereka kuasai sekarang adalah bukan lagi hak dari PT KAI karena bisa dikatakan PT KAI telah menelantarkan tanah tersebut selama berpuluh-puluh tahun.

Namun, dalam peraturan tertera jelas tanah Anyer Dalam tersebut merupakan aset milik negara. Dikutip dari Peraturan Pemerintah No 8 tahun 1953 tentang penguasaan tanah-tanah negara: tanah negara ialah tanah yang dikuasai penuh oleh negara. Serta Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 1998 tentang penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar: "tanah yang sudah dinyatakan sebagai tanah terlantar menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara." (pasal 15 ayat 1).

Hingga Agustus 2022, luas tanah PT KAI yang telah bersertifikat yaitu 144 juta m atau 53% dari total luas tanah KAI yaitu 270 juta m. PT KAI Menganggap bahwa tanah warga tempati tersebut merupakan milik mereka dan harus dipertahankan karena berpegang pada grondkaart yang merupakan hasil dari pengukuran dan pemetaan zaman Belanda untuk keperluan aset perusahaan kereta api negara (Staast Spoonwegen disingkat SS) sejak tanggal 18 Agustus 1945 yang otomatis menjadi aset PT, KAI.

Maka dari itu, PT KAI berhak atas tanah grondkaart berdasarkan ketentuan Undang-Undang Perbendaharaan Negara dan juga dikuatkan dalam beberapa putusan pengadilan yang bisa dianggap berlaku untuk seluruh aset PT KAI. PT Kereta Api Indonesia berkewajiban untuk mendaftarkan grondkaart tersebut menjadi Hak Pengelolaan atau Hak Pakai sehingga bukti hak penguasaan tersebut dapat dijadikan sebagai suatu bukti kepemilikan hak atas tanah yang benar dan kuat. Sesuai pula dengan ketentuan UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan UU no 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian memerintah agar setiap hak-hak atas tanah harus disertifikasikan.

Namun, sudahkah PT KAI mendaftarkan grondkaart tersebut menjadi hak pengelolaan atau hak pakai sesuai dengan perundangan-undangan yang berlaku ?

Untuk kedepannya warga pun harus mengerti terhadap tanah yang mereka tinggali, warga harus lebih jeli dan melihat data pertanahan yang dimiliki oleh PT.KAI ataupun perusahaan lain dengan begitu permasalahan yang sama pun tidak terulangi dan menjadi polemic yang berkepanjangan.

Lalu untuk PT KAI sendiri, harus bisa lebih mengerti kepada warga yang tinggal disekitaran tanah mereka. PT KAI harus melakukan sosialisasi terlebih dahulu dengan warga dan merencanakan tempat tinggal mereke seteleh rumah yang mereka tempati digusur.

Selain itu PT KAI juga harus mempunyai bukti yang kuat atas kepemilikan tanah tersebut. Dengan adanya bukti kepemilikan warga diharapkan untuk mampu menghindari penggunaan asset negara baik tanah untuk kepentingan individu, meskipun tanah itu sudah ditinggali lama.

Diharapkannya pengertian dari kedua belah pihak menjadi harapan bagi penulis agar kejadian yang sama tidak terulang lagi. Tidak hanya di Anyer Dalam namun diseluruh wilayah Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun