KEMULIAAN NABI IBRAHIM
Berdasarkan literatul dan pengalaman di atas lah saya meyakini bahwa sejatinya ziarah ke tanah suci adalah latihan. Latihan untuk mengikhlaskan dan memasrahkan diri. Keutamaan keluarga Nabi Ibrahim adalah konsistensi dalam menata hati, konsistensi dalam berdamai denganNya.
Jangankan di luar tanah suci, menata hati di tanah suci saja bagi saya bukan perkara mudah. Pagi ini bisa pasrah ikhlas tulus, siang nanti muncul kesombongan, malam nanti muncul hasrat dan nafsu. Begitu terus siklus dan perputarannya. Ada saat bisa ikhlas, ada saat marah serta menyesal. Ada saat bisa pasrah berjalan, ada saat memaksakan kehendak menurutkan hasrat. Ada saat bisa tulus, ada saat merasa tinggi. Ada saat rajin beribadah, ada saat malas beribadah.
Namanya juga manusia biasa. Hari ini benar, besok salah, besok benar lagi, besok salah lagi. Namanya juga manusia biasa. Terus belajar seumur hidup memperbaiki diri.
Karena manusia yang sudah baik maqomnya, yang sudah paripurna, ialah Nabi.
RINDU
Dalam tawaf wada (tawaf perpisahan) salah satu doa yang dipanjatkan adalah agar diberikan kesempatan kembali ke tanah suci.
Ya Raddadu Urdudni Ila Baytika Hadza. Ya Tuhan Yang Maha Kuasa Mengembalikan, kembalikanlah aku ke rumahMu ini.
Allahuma La Tajal Hadza Akhira al-Ahdi Baytika al-Haromi. Ya Allah, Janganlah Engkau jadikan waktu ini masa terakhir bagiku dengan rumah-Mu.
Pada awalnya saya datang ke tanah suci dengan menyiapkan kumpulan doa doa yang ingin saya bacakan di Raudhah, Multazam, dan Hijr Ismail, tempat mustajabnya doa. Kumpulan doa pribadi maupun titipan doa keluarga dan teman teman yang ingin dibacakan di tempat mustajab tersebut.
Tapi ketika pertama kali melihat Raudhah, melihat makam Rasul, yang terlintas di pikiran hanyalah “Salam alayka Ya Rasul”. Begitupula ketika melihat Kakbah, yang terlintas di benak hanyalah Hasbunallah dan Tahlil. Setelah mengalami trance sesaat barulah tersadar dengan doa- doa yang ingin dipanjatkan.