Teori Pendidikan Politik
Pendidikan dan politik memiliki makna yang berbeda namun saling bahu-membahu dalam proses pembentukan karakteristik masyarakat. Kata politik sebenarnya berasal dari bahasa Yunani; politikos, yang berarti dari, untuk, atau yang berkaitan dengan warga negara. Berdasarkan pengertian ini dapat dijabarkan lagi politik adalah perjuangan untuk memperoleh kekuasaan, menjankan kekuasaan, mengontrol kekuasaan, serta bagaimana menggunakan kekuasaan. Oleh sebab itu pemahaman politik sebagai studi kekuasaan telah mendapat banyak kecaman, karena menempatkan politik ke dalam domain yang sempit. Karena ilmu politik tidak hanya mmpelajari kekuasaan semata-mata, melainkan juga mempelajari kerjasama antara individu atau pelaku-pelaku politik. [Sitepu, P. Anthonius 2012:9]
Pendidikan dan politik merupakan dua hal yang berbeda, namun memiliki tujuan utama yang saling mendukung satu sama lain. Keduanya satu sama lain saling menunjang dan saling mengisi. Pendidikan menyangkut proses transmisi ilmu pengetahuan dan budaya, serta perkembangan keterampilan dan pelatihan yang membawa perubahan pada diri individu terdidik [Sudiarja, 2006:413]. Sedangkan politik berkenaan dengan praktik kekuasaan, pengaruh dan otoritas yang berkenaan dengan pembuatan keputusan-keputusan otoritatif tentang alokasi nilai-nilai dan sumber daya. Karena keduanya sarat dengan proses pengalokasian dan pendistribusian nilai-nilai dalam masyarakat, maka tidaklah sulit untuk memahami bahwa pendidikan dan politik adalah dua perangkat aktivitas yang akan terus saling terkait dan berinteraksi [http://www.beritanagrak.cf/2016/04/peranan-partai-politik-dalam-pendidikan.html].
Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian[https://id.wikipedia.org/wiki/pendidikan]. Pendidikan juga memiliki pengertian sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual kegamanaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara [Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS, 2003:3].
Politik dapat diartikan sebagai aktivitas perilaku atau proses yang menggunakan kekuasaan untuk menegakkan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan yang sah berlaku di tengah masyarakat [Kartini Kartono.1996:64].
Jadi pendidikan politik dapat didefinisikan sebagai proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab masyarakat dalam kehidupan bernegara. Pendidikan politik adalah aktivitas yang bertujuan untuk membentuk dan menumbuhkan orientasi-orientasi politik pada individu, dan bertujuan untuk membentuk dan menumbuhkan orientasi-orientasi politik pada individu.
Teori Budaya Politik
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dnegan budi, dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris kebudayaan berarti mengolah atau mengerjakan [https://id.m.wikipedia.org/wiki/budaya].
Budaya politik menurut Gabriel A. Almond (1956) adalah “pola khusus dari orientasi ke tindakan politik”, sebuah “perangkat makna dan tujuan” yang ada disetiap politik [Sitepu, P. Anthonius, 2012:163].
Sedangkan budaya politik menurut A. Rahman H. I. dalam buku “Sistem Politik Indonesia”:
Istilah budaya politik meliputi masalah legitimasi, pengatur kekuasaan, proses pembuatan kebijakan pemerintah, kegiatan partai-partai politik, perilaku aparat negara, serta gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah. Kegiatan politik juga memasuki keagamaan , kegiatan ekonomi dan sosial, kehidupan pribadi dan sosial secara luas. Maka budaya politik langsung mempengaruhi keidupan politik dan menentukan keputusan nasionalyang menyangkut pola pengalokasian sumber-suber masyarakat.