NAMA : RIAN EKO WAHYUDI
NIM : 201102030020
KELAS : HTN 1
Pada tahun 2020 Indonesia diramaikan dengan adanya Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Undang-undang tersebut tak lain untuk meringkas semua Undang-Undang menjadi satu didalamnya. Dengan begitu terdapat sekitar 80 Undang-Undang serta lebih dari 1.200 pasal dapat direvisi sekaligus hanya dengan satu Undang-Undang Cipta Kerja yang telah mengatur semuanya. Namun dalam perjalanannya tak semulus yang dibayangkan. Terjadi penolakan dari berbagai kalangan di Indonesia yang menganggap Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja ini terdapat banyak Pasal-Pasal yang dianggap kontroversial sehingga dirasa hanya menguntungkan pihak Oligarki dan tidak memihak kepada kaum buruh.
Walaupun terdapat banyak penolakan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja tersebut tetapi malah lolos dan disahkan oleh DPR pada Senin (05/10/2020). Dengan demikian tampak nyata Pasal-Pasal yang dianggap kontroversial ini berdampak serius bagi kaum buruh. Pasal-Pasal yang dianggap kontroversial tersebut diantaranya:
- Kontrak Tanpa batas (Pasal 59),Â
Jadi didalam pasal ini akan dihapusnya aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu. Sehingga ketentuan yang terbaru ini akan berpotensi untuk memberi kuasa bagi para Oligarki untuk mempertahankan status pekerja kontrak yang tanpa batas.
- Hari libur dipangkas (Pasal 79),Â
Pada aturan semula bahwa para pekerja mendapatkan hari libur selama dua hari dalam seminggu. Namun dalam aturan terbaru para pekerja hanya diberikan hari libur selama satu hari dalam seminggu.
- Aturan soal pengupahan diganti (Pasal 88),Â
Beberapa kebijakan terkait dengan upah yang dihilangkan diantaranya upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerja, upah pembayaran pesangon hingga upah perhitungan pajak penghasilan.
- Sanksi tidak bayar upah dihapus (Pasal 91),Â
Undang-Undang Cipta Kerja juga menghapus aturan mengenai sanksi bagi pengusaha yang tidak membayar upah sesuai dengan ketentuan.
- Hak memohon PHK dihapus (Pasal 169),Â
Undang-Undang Cipta Kerja juga menghapus hak para buruh untuk mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja ketika para buruh ini merasa dirugikan oleh perusahaan.