Kini ujung pensil telah patah, saat menjumlah angka selain matematika, rumus yang kau berikan dulu tak sebanding dengan jumlah benang kusut di kepalaku, saat tahu dunia ini tak seputih lembaran buku yang dicicil waktu lalu
"Belajarlah menghitung agar mampu mengukur sedalam apa saat khidmat berkabung," katamu, saat berikan angka satu yang berakhir tak tahu
Engkau selalu pastikan setiap yang patah akan diraut perlahan, agar runcing saat menulis takdir yang seringkali garis miring, serupa ujung belati sibuk menusuk tanganku berkali-kali.
Namun, semua tak seperti kerah baju yang kau luruskan waktu lalu, walau kusam tapi setia menyimpan sisa keringat, tinggakan noda yang enggan melupa, memberi tanda ada kehidupan sebelum kehilangan.
Kali ini, aku
ingin memberitahumu, Bu
angka-angka itu
tak lagi padaku
semua telah berjatuhan
di antara aku, waktu
dan kehilangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H