Mohon tunggu...
Arie Riandry
Arie Riandry Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Studi Agama Agama
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Teks Komersil

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Polemik Resesi Seks di Jepang: Dampak dan Tantangan dalam Menghadapi Krisis Sosial yang Kontroversial

4 April 2023   15:12 Diperbarui: 4 April 2023   15:21 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jepang dikenal sebagai salah satu negara maju dengan perekonomian yang kuat dan berbagai inovasi teknologi yang canggih. Namun, di balik kemajuan tersebut, Jepang mengalami sebuah krisis sosial yang kontroversial, yaitu resesi seks atau penurunan aktivitas seksual. Fenomena ini bukanlah sesuatu yang baru, karena sejak beberapa dekade terakhir, aktivitas seksual di Jepang menunjukkan penurunan yang signifikan. Namun, resesi seks ini menjadi semakin kompleks dan mendalam pada tahun-tahun terakhir, dan menjadi sebuah isu yang memicu banyak polemik di kalangan masyarakat Jepang.

Dampak resesi seks ini terlihat pada berbagai aspek kehidupan masyarakat Jepang. Salah satu dampaknya adalah menurunnya tingkat kelahiran di Jepang. Banyak pasangan yang memilih untuk tidak memiliki anak karena faktor ekonomi dan sosial yang mempengaruhi keputusan mereka. Hal ini menjadi sebuah masalah serius bagi pemerintah Jepang, karena dapat menyebabkan penurunan jumlah penduduk di masa depan. Selain itu, resesi seks juga berdampak pada kesehatan mental masyarakat Jepang. Banyak individu yang mengalami stres dan kesepian karena kurangnya interaksi sosial dan hubungan intim.

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya resesi seks ini adalah gaya hidup masyarakat Jepang yang semakin sibuk dan kurangnya waktu luang untuk aktivitas sosial, perubahan nilai-nilai budaya tradisional yang memandang seksualitas sebagai hal yang tabu, serta perkembangan teknologi yang memungkinkan individu untuk memenuhi kebutuhan seksual secara virtual tanpa perlu interaksi fisik dengan pasangan.

Untuk mengatasi krisis sosial ini, pemerintah Jepang telah mengambil beberapa langkah. Salah satunya adalah dengan mendorong masyarakat Jepang untuk membangun hubungan interpersonal yang lebih erat melalui program-program yang disebut "konkatsu" atau "kegiatan pencarian pasangan". Program ini bertujuan untuk menghubungkan orang-orang yang masih single dan memperluas jaringan sosial mereka. Selain itu, pemerintah juga mendorong perusahaan untuk memberikan waktu luang yang cukup bagi karyawan untuk melakukan aktivitas sosial.

Namun, upaya pemerintah ini belum sepenuhnya berhasil dalam mengatasi resesi seks di Jepang. Masih banyak faktor-faktor yang mempengaruhi resesi seks tersebut, seperti perubahan budaya dan nilai-nilai masyarakat yang sulit untuk diubah dalam waktu singkat. Oleh karena itu, tantangan bagi pemerintah Jepang adalah bagaimana mengintegrasikan solusi jangka pendek dan jangka panjang dalam mengatasi resesi seks ini.

Dalam jangka pendek, pemerintah perlu mendorong masyarakat untuk memperluas jaringan sosial dan membangun hubungan interpersonal yang lebih erat. 

Di sisi lain, dalam jangka panjang, pemerintah perlu mengkaji kembali nilai-nilai budaya tradisional yang memandang seksualitas sebagai hal yang tabu dan perlu mengintegrasikan nilai-nilai tersebut dengan nilai-nilai modern yang lebih inklusif dan memperhatikan hak asasi manusia. Pemerintah juga perlu mengkaji kembali kebijakan ekonomi dan sosialnya agar lebih memperhatikan kesejahteraan masyarakat, termasuk dalam hal akses terhadap perawatan kesehatan, pendidikan, dan tempat tinggal yang terjangkau.

Selain itu, masyarakat Jepang juga perlu terlibat aktif dalam mengatasi resesi seks ini. Pendidikan dan kesadaran mengenai pentingnya hubungan interpersonal dan kesehatan seksual perlu ditingkatkan agar masyarakat lebih terbuka dan berani untuk memperjuangkan hak-haknya terhadap kebutuhan sosial dan seksual yang sehat dan memuaskan.

Resesi seks di Jepang merupakan sebuah krisis sosial yang kompleks dan membutuhkan solusi yang holistik dan berkelanjutan. Upaya pemerintah dan partisipasi aktif masyarakat Jepang dalam mengatasi masalah ini menjadi kunci dalam membangun masyarakat yang lebih sehat dan berkualitas di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun