Sebuah Langkah Kembali
Tri duduk di sudut ruang kelas. Ia nampak menunduk dan matanya kosong. Di luar, matahari bersinar terik, namun di dalam dirinya terasa begitu gelap. Suara bisikan teman-temannya terdengar samar sehingga ia tak mampu mendengarnya dengan jelas.Â
Pikiran Tri terus berputar, terjebak dalam kenangan buruk yang datang seiring dengan kasus yang mengguncang sekolahnya. Beberapa hari lalu, ia bersama dua temannya, Nisa dan Farah, tanpa pikir panjang memutuskan untuk melakukan live streaming di media sosial.
Mereka hanya ingin tampil seperti orang-orang populer di dunia maya—berbicara bebas, berpakaian tidak sesuai dengan norma yang diharapkan, dan berbicara dengan cowok gagah yang bahkan mereka tidak kenal. Semua itu terjadi begitu cepat, tanpa mempertimbangkan apa yang akan mereka hadapi ke depannya.
Namun, saat video itu tersebar, Tri dan teman-temannya segera merasakan dampaknya. Guru-guru mulai berbicara di belakang mereka, teman-teman sekelas mulai menjauh, dan orang tua mereka mendapat kabar buruk.
Yang paling menyakitkan bagi Tri adalah ketika mereka dihadapkan pada kenyataan bahwa meskipun mereka mengklaim bahwa yang mengikuti live mereka hanya sesama perempuan, ada banyak yang menonton, termasuk laki-laki, bahkan ada yang lebih tua dari mereka.
Hari ini, Tri tidak bisa menghadapinya. Dengan wajah memerah dan tangan yang gemetar, ia meminta izin untuk pulang lebih awal. "Aku malu, Bu," ucapnya terbata-bata saat menemui wali kelas di ruang guru. "Aku nggak kuat dengan semuanya. Aku nggak bisa lagi ke sekolah."
Wali kelas itu menatapnya dengan penuh pengertian. "Tri, kamu perlu belajar dari kesalahan ini. Tapi ingat, satu hal yang lebih penting—kamu tidak sendirian. Setiap orang bisa membuat kesalahan, yang terpenting adalah bagaimana kamu bangkit dan memperbaiki diri."
Tri mengangguk pelan, meski hatinya masih terasa hancur. Ia tahu bahwa langkah pertamanya adalah menghadapi kenyataan ini, meskipun sulit. Namun, di dalam dirinya, ia merasa ada secercah harapan bahwa suatu saat nanti ia bisa memulai semuanya kembali, meski harus dengan cara yang berbeda.
Sebagai siswa, Tri tahu betul bahwa ia harus menjaga martabat dan kehormatannya, bukan hanya di dunia maya, tetapi juga di dunia nyata. Tetapi, pada saat itu, ia hanya ingin mencari cara untuk bisa melangkah maju, apapun yang harus ia hadapi. Ia mencoba langkah kembali.***