Berikut 5 alasan mengapa Batusangkar, ibu kota Kabupaten Tanah Datar, cocok dijadikan tempat untuk mengadopsi gaya hidup slow living
Bila bosan di rumah, saya memilih Batusangkar sebagai tempat terdekat buat dikunjungi dari Kota PadangPanjang. Kebetulan suami memiliki area kerja Padang Panjang tepi-tepi dan Tanah Datar. Batusangkar merupakan Ibu Kabupaten Tanah Datar.
Batusangkar biasa disingkat Sangka agar mudah dalam penuturan sehari-hari. Batusangkar adalah salah satu destinasi wisata unik di Indonesia, Sumatera Barat, Kabupaten Tanah Datar. Ia menawarkan konsep rekreasi modern di tengah keindahan alamnya yang berbukit.
Kabupaten ini berada di tengah kabupaten dan kota lain yang ada di Sumatera Barat. Berbatasan dengan Padang Panjang, Solok, Agam, dan Payakumbuh. Dengan demikian cukup mudah dan banyak pilihan akses menuju kota kecil ini. Jalanan ke sana pun cukup bagus. Hanya saja banyak kelokan.
Saya masih ingat kelakar Almarhum Pak Bintang, petugas perpustakaan kampus kuliah dulu. Karena sudah tua, beliau suka lupa kampung asal kami, mahasiswa. Bila saya berkunjung ke sana bersama teman bernama Las, pasti beliau senang mencandai kami.
Pak Bintang: Dima kampung?
Saya: Pasaman, Pak!
Pak Bitang: Oh kalau pas pitih aman ya?
Kooor: Ha ha ha (kami ketawa bareng)
Pak Bintang: Dima kampung?
Las: Tanah Datar, Pak
Pak Bintang: Panduto. Mana pula Tanah Datar tanahnya datar. Bukik sabalik.
Kooor: Â Ha ha ha (kami ketawa lagi)
Dima: di mana, pitih: uang, panduto: pendusta, Bukik sabalik: di mana-mana ada bukit (tanah gundukan tinggi).
Memang sumatera terkenal akan bukit-bukit seperti Bukit Barisan, Bukit Tui, Bukit Gombak, Puncak Pato, dan banyak lagi sehingga Tanah Datar kondisi permukaan tanahnya lebih banyak yang tidak datar. Namun seiring ramainya jumlah penduduk di sana sudah lebih banyak yang datar. Jalanan saja yang tetap mendaki, berkelok, dan menurun.
Sejarah Tanah Datar
Tanah Datar adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Barat yang memiliki sejarah panjang dan kaya, terutama sebagai bagian dari wilayah Minangkabau yang dikenal sebagai pusat kebudayaan dan pemerintahan adat.
Nama "Tanah Datar" sesuai candaan Bapak Bintang di atas merujuk pada karakteristik geografis wilayah yang relatif datar di antara perbukitan dan pegunungan. Kabupaten ini terletak di wilayah dataran tinggi Bukit Barisan, yang memberikan suasana hijau, sejuk, dan subur.
Keindahan Alam yang Menenangkan
Batusangkar dikelilingi oleh pegunungan, sawah hijau, dan udara segar yang bebas polusi. Suasana ini menciptakan lingkungan yang ideal untuk meresapi ketenangan dan menghargai keindahan alam. Destinasi seperti Danau Singkarak dan Lembah Harau yang dekat dari Batusangkar memperkaya pengalaman hidup yang selaras dengan alam.Â
Sepanjang jalan di tepian perbatasan Solok Batusangkar, seperti Ombilin bila kita star dari Padang Panjang via Ombilin Batusangkar akan terpampang keindahan Danau Singkarak.
Budaya Tradisional yang Kuat
Batusangkar terkenal sebagai pusat budaya Minangkabau, tempat kita dapat menikmati tradisi lokal seperti adat istiadat, pakaian tradisional, dan seni pertunjukan. Slow living berarti menghargai nilai-nilai lokal, dan Batusangkar menawarkan pelajaran berharga tentang kehidupan sederhana yang penuh makna melalui kearifan budaya setempat.Ini bisa kita dapati di Istano Pagaruyung.
Kehidupan Sosial yang Hangat dan Bersahabat
Masyarakat Batusangkar pun dikenal dengan keramahan dan kekeluargaannya. Gaya hidup di sini lebih terfokus pada hubungan sosial yang tulus. Siapa pun merasa diterima dan nyaman di sini. Pola hidup ini sangat mendukung konsep slow living yang menekankan pentingnya hubungan sosial antarindividu.Â
Keramahan ini dapat kita temui di pasar tradisional maupun di tempat-tempat wisata yang tersedia. Masyarakat ramah dan suka tersenyum. Spot ini nanti makin memikat di Nagari Pariangan. Kita bahas di bawah.
Kuliner Tradisional yang Lezat dan Alami
Hidangan khas seperti rendang, lamang, dan teh talua mencerminkan cara hidup yang menghargai makanan berkualitas yang dibuat dengan penuh cinta. Slow living di Batusangkar juga mencakup menikmati proses memasak tradisional yang memperkuat hubungan antara manusia, budaya, dan alam.
Banyak rumah makan yang memanjakan perut kita di sini. Semua berdekatan dengan Istano Pagaruyung. Masakan khas yang selalu sedia dan buat kangen adalah goreng baluik. Belut di sini gurih, manis, dan tak anyir. Belut tangkapan dari sawah bukan peliharaan.
Ritme Kehidupan yang Tidak Terburu-buru
Batusangkar tidak dipadati oleh hiruk-pikuk kehidupan kota besar, membuatnya ideal untuk melambatkan ritme hidup. Di sini, orang dapat menikmati pagi yang tenang di pasar tradisional, sore yang damai di ladang, atau malam yang sunyi di bawah langit penuh bintang.
Gaya hidup slow living di Batusangkar adalah pilihan sempurna bagi mereka yang ingin melepaskan diri dari stres modern dan kembali menikmati hidup dengan cara yang lebih bermakna.
Berikut 5 alasan lagi mengapa Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar, cocok dijadikan moda slow living berdasarkan spot dan objek wisatanya. Kerennya lagi bisa kita dapatkan semua dalam 1 hari kunjungan.
1. Istano Basa Pagaruyung: Menyelami Sejarah dengan Tenang
Sesudah melewati 5 alasan di atas bila kita bertolak dari Padang Panjang Ombilin Tanah Datar, spot pertama yang kita temukan tentu Istano Basa Pagaruyung sebagai simbol budaya Minangkabau yang megah.Â
Berkunjung ke sini memungkinkan pengunjung menikmati keindahan arsitektur tradisional, memahami sejarah Minangkabau, dan merenungkan nilai-nilai budaya.Â
Aktivitas santai seperti memotret atau sekadar berjalan-jalan di area yang luas menjadikannya cocok untuk slow living. Bisa juga duduk-duduk di jenjang istano sambil menatap ke depan menyaksikan ramainya pengunjung.
Pagaruyung, Tanah Datar dikenal sebagai pusat Kerajaan Pagaruyung, yang diyakini berdiri pada abad ke-14. Kerajaan ini merupakan kerajaan adat Minangkabau yang memadukan adat, budaya, dan Islam sebagai dasar pemerintahannya.
Kerajaan Pagaruyung menjadi simbol penting bagi masyarakat Minangkabau karena mengatur sistem adat yang dikenal sebagai adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah (adat bersandar pada syariat Islam).
2. Nagari Tuo Pariangan: Desa Terindah dan Tertua dengan Pesona Tradisi
Spot kedua yang bisa kita kunjungi Nagari Tuo Pariangan, yang dinobatkan sebagai salah satu desa terindah di dunia, menawarkan suasana yang mendukung gaya hidup slow living. Lanskap sawah bertingkat, rumah gadang tradisional, dan kehidupan masyarakat yang sederhana menjadi daya tarik untuk merasakan kedamaian di tengah budaya otentik.
Sepanjang jalan Nagari ini kita akan teringat buku Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk Karya Buya Hamka. Beliau sangat apik mendeskripsikan keindahan sawah berjenjang atau bertangga ini.
Kita tak perlu turun dari mobil guna menikmati ini. Sepanjang jalan berliku kita akan disuguhi keindahan Bukit Barisan, sawah-sawah berjenjang, dan sepintas Danau Singkarak. Slow saja bawa mobilnya. Sambil kita nikmati kuliner khas di sepanjang jalan. Batiah, sanjai, dakak-dakak, lapan-lapan, bungo durian,dan lainnya.
3. Puncak Pato: Pemandangan yang Mendamaikan Jiwa
Bila ingin uji adrenalin, kunjungan berikut mendaki puncak.Terletak di ketinggian, Puncak Pato menawarkan pemandangan lembah dan pegunungan yang memukau. Lebih keren lagi spot di sini. Asyiknya kita bawa makanan berat deh ke atas. Semisal nasi bungkus. Habis mendaki pasti lapar.
Spot ini cocok untuk meditasi, yoga, atau sekadar menikmati matahari terbit dan terbenam. Udara segar dan suasana sunyi di Puncak Pato menjadi tempat sempurna untuk melambatkan ritme kehidupan. Di sini juga kita bisa beli air nira asli, minum teh kawa daun, ada juga gula aren yang terbuat dari air nira. Tahu dong gula merah.
4. Danau Singkarak: Relaksasi di Pinggir Danau
Meski sebagian besar danau ini terletak di Kabupaten Solok, wilayah Danau Singkarak di Tanah Datar menyediakan tempat untuk menikmati keindahan alam. Wisatawan dapat mencoba kegiatan slow seperti memancing, menyusuri tepi danau, atau menikmati makanan khas seperti ikan bilih sambil memandang air danau yang tenang.
Pilih jalan lewat Padang Panjang seperti sudah saya uraikan di atas ya. Di sepanjang jalan banyak juga buah siap santap seperti buah saw, pepaya, manggis, pisang, dan jeruk.
5. Sentra Songket Silungkang dan Pandai Sikek: Menikmati Proses Kreatif Tradisional
Berada di sekitar Batusangkar, sentra songket menawarkan pengalaman menyaksikan proses pembuatan kain tradisional secara perlahan dan penuh ketelatenan. Proses ini mengajarkan apresiasi terhadap seni dan keterampilan lokal yang mencerminkan esensi slow living.
Objek-objek wisata ini mendukung pengalaman slow living dengan memberikan ruang untuk menikmati setiap momen, menghargai kearifan lokal, dan menyatu dengan keindahan alam.
Wisata air panas pun ada di sini. Bila ingin slow living berendam. Selain Pemandian Air Panas Aie Angek, terdapat juga Pemandian Air Panas Padang Ganting di Kabupaten Tanah Datar yang memiliki fasilitas kolam untuk berendam. Kolam dipisah laki-laki dan perempuan. Teman guru sangat suka slow living di sini pada akhir pekan.
Terletak sekitar 10 km dari pusat Kota Batusangkar, pemandian ini menawarkan beberapa kolam dengan suhu air panas yang berbeda, cocok untuk relaksasi dan terapi kesehatan.
Pemandian ini buka 24 jam dengan biaya masuk sekitar Rp8.000 per orang dan parkir motor Rp2.000. Kolam-kolamnya dipisahkan untuk laki-laki dan perempuan, serta memiliki tingkat suhu panas yang berbeda-beda. Air panas di sini berasal dari sumber alami yang terus mengalir, sehingga airnya selalu segar.
Berendam di Pemandian Air Panas Padang Ganting dapat membantu mengurangi stres dan kelelahan, sejalan dengan konsep slow living yang menekankan relaksasi dan keseimbangan hidup. (Ni Yu)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H