Itu rutinitas kita orang tua sebagai bentuk tawakal dan keyakinan bahwa Allah adalah tempat bergantung yang paling utama. Bukan anak, kerabat, atau Saudara. Kalimat ini tidak hanya menenangkan hati, tetapi juga menguatkan iman bahwa segala urusan kita berada dalam kuasa-Nya.
Dengan berdzikir dan berserah diri, kita diajarkan untuk tetap tegar dan optimis, yakin bahwa Allah akan memberikan penjagaan terbaik dari setiap rutinitas kita. Dengan begitu kita pun merasa lega dan tenang meski berjauhan dengan anak-anak, saudara, dan karib kerabat. Mereka pun mengais rezki nun di rantau sana untuk keluarga mereka.
Selanjutnya, jagalah hubungan baik dengan tetangga. Biasakan bersilaturahmi dengan tetangga kita. Carilah tetangga yang pintu rumahnya lebih dekat. Ikutlah menyantuni dan membantu tetangga. Sebab ketika usia kita sudah jompo, merekalah wakil Allah dalam menjaga kita.
Bila mereka kompak dan baik, tak ada salahnya mengajak salah satu dari mereka untuk menemani di rumah. Perlakukan mereka dengan baik layaknya anak dan saudara sendiri. Jangan cerewet karena generasi muda maupun tua tak suka dicereweti.
Isilah hari dengan menulis sejak dini. Jangan tunda menunggu tua. Hari-hari dengan menulis sejak dini adalah aktivitas yang melatih pikiran dan memperkaya jiwa. Sehingga kita peka akan reaksi tubuh kita. Dengan membaca lalu menulis atau menulis lalu membaca membuat kita punya kiat menjaga kebugaran otak dan fisik.
Jangan tunda hingga usia tua, sebab kebiasaan menulis sejak muda membantu kita membangun pola pikir yang terstruktur, memperluas wawasan dalam menuangkan ide-ide kreatif. Menulis juga menjaga otak tetap aktif dan sehat, sebagaimana dibuktikan oleh tokoh besar seperti Bapak Taufiq Ismail.
Beliau terus produktif berkarya hingga usia senja. Ada anggapan di tengah masyarakat kita yang menyebutkan bahwa setelah usia 35 tahun, seseorang sulit untuk berubah atau mengembangkan kebiasaan baru. Bisa jadi karena kurang percaya diri.
Namun, anggapan ini tidak sepenuhnya benar. Usia bukanlah batasan untuk kita melakukan perubahan positif dalam hidup. Seseorang dapat terus belajar, berkembang, dan beradaptasi dengan lingkungan atau tantangan baru, tidak peduli berapa usia mereka. Asal kita bersedia mencoba dan mencoba.
Justru, pengalaman hidup yang telah dijalani dapat memperkaya proses perubahan, memberi wawasan yang lebih dalam untuk menulis dan membantu seseorang menjadi versi terbaik dari dirinya. Dengan tekad dan komitmen, perubahan selalu dimungkinkan kapan saja. Dengan menulis, kita tidak hanya mencatat jejak pemikiran kita, tetapi juga mewariskan inspirasi bagi generasi mendatang.
Sibukkan diri dengan dzikir, menjaga diri, dan menulis. Jangan sibuk pula menjadi orang tua yang merasa menjadi korban (victim mentality). Salurkan keluhan jiwa dan tubuh melalui tulisan-tulisan. Bukan hanya bermanfaat untuk menjaga hati, diri, intelektual kita tapi juga bermanfaat bagi orang lain.
Lihatlah semangat pembaca berita di televisi, mereka live membacakan berita tiap waktu tanpa merisaukan siapa, adakah audence mereka. Orang tua pun begitu menulislah tentang apa saja yang bisa kita tulis. Ketika Anak Bermental Korban dan Orang Tua yang Mulai Jompo Bisa Teratasi.