Ragam Budaya Pesta Pernikahan dan Tradisi Pengadaan Uang di Sumatera: Gotong Royong Mufakat
Pulau Sumatera sangat terkenal sebagai pulau dengan penduduk ramah, suka bergotong royong, bermufakat. Mereka punya motto atau pepatah. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.
Meskipun pepatah itu berasal dari Sumatera bagian barat, namun hikmah dan pengajaran pepatah itu berlaku se Sumatera. Bahkan se Indonesia. Tak heran karena penduduk Sumatera terkenal suka merantau. Dengan kesukaan merantau ini, menyebabkan munculnya budaya dan tradisi unik di negeri-negeri di sana.
Mereka memiliki tradisi pernikahan yang penuh warna dan keunikan. Setiap daerah memiliki adat istiadat tersendiri yang mengatur prosesi hingga pembiayaan pesta. Mereka tak bisa berpesta semau gue. Semua pemasukan dan pengeluaran pesta diatur tetua adat.
Di Sumatera Barat tetua disebut Ninik Mamak Cerdik Pandai. Di Sumatera Utara ada yang menyebut Hatobangon khusus masyarakat Tapanuli Selatan. Selain di Sumatera Barat dan Sumatera Utara, daerah lain di Sumatera juga memiliki istilah khusus untuk para tetua adat atau tokoh masyarakat.
Di Riau misalnya, mereka dikenal sebagai Batin atau Penghulu. Tetua ini berperan sebagai pemimpin adat dalam berbagai musyawarah dan penyelesaian masalah.
Di Aceh juga, tokoh adat disebut Tengku Imuem. Mereka tidak hanya memimpin urusan adat tetapi juga menjadi panutan dalam aspek keagamaan.
Sementara itu, di Palembang, Sumatera Selatan, para tetua adat disebut Puyang atau Pasirah. Tetua ini memegang otoritas dalam menjaga tradisi dan hukum adat di wilayahnya. Masing-masing memiliki peran penting dalam menjaga harmoni sosial dan budaya lokal. Termasuk perayaan dan pelaksanaan berbagai jenis hajatan di tengah masyarakat masing-masing.
Tradisi ini tidak hanya menjadi bagian dari warisan budaya, tetapi juga cerminan kearifan lokal yang mengutamakan kebersamaan, gotong royong, dan mufakat. Karena prinsip mereka berat sama dipikul dan ringan sama dijinjing ini sesuai tuntunan Agama Islam, Al Quran dan Hadist hingga kini tradisi ini tetap bertahan.
Pepatah satu lagi yang mendukung tradisi itu, yang mencerminkan nilai kembali ke kampung halaman setelah merantau sangat terkenal pula di negara kita. "Setinggi-tinggi bangau terbang, hinggapnya ke kubangan juga."