Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Siswa yang Pernah Menghadapi Masa Kecil yang Berat, Biasanya Ketahanan Emosional dan Empatinya Tangguh

22 Oktober 2024   14:47 Diperbarui: 23 Oktober 2024   18:44 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru-murid (Foto dari Pexels/Roxanne Minnish)

Kepahitan Masa Kecil

Aisyah bangun lebih awal dari biasanya. Matahari masih malu-malu muncul dari balik horizon. Suara pertengkaran ayah dan ibunya pagi ini sudah terdengar dari ruang tamu.

Ia menarik napas dalam-dalam. Ia berusaha mengumpulkan keberanian untuk keluar sebelum meninggalkan kamarnya. Dalam hati, ia selalu berharap hari ini akan berbeda dari hari sebelumnya. Tetapi sayangnya, harapan itu pupus lagi. Hari ini masih sama seperti hari-hari kemarin.

Saat melangkah keluar, ia melihat ibunya duduk di sudut sofa dengan wajah penuh air mata. Pipinya juga terluka. Ibunya tampak berusaha menahan air mata itu.

Aisyah melihat itu merasa seolah hatinya diremas-remas. Ia tak tahu bagaimana bisa membantu. Tapi ia tahu bahwa ia tak bisa membiarkan ibunya merasa sendirian seperti ini.

Dengan lembut, ia mengelus punggung ibunya dan berkata, "Ibu, semuanya akan baik-baik saja." Ibunya pun mengangguk dan memeluk Aisyah.

Begitulah tiap pagi, sore, atau malam hari. Kepulangan ayah menjadi petaka untuk ibunya. Setelah beberapa saat, suasana mulai reda. Ia pun pamit berkemas kepada Ibunya.

Aisyah berkemas. Ia mengambil tas sekolahnya dan bergegas menuju sekolah. Ia meninggalkan kekacauan di rumah. Ia selalu berusaha tersenyum dan bersikap positif meski hidup terasa berat. 

Setiap hari, ia bertekad untuk belajar dan menjadi lebih baik. Di sekolah, Aisyah selalu berusaha menjadi teman yang baik dan siap membantu siapa saja yang membutuhkan. Masalah di rumah tak membuatnya patah. Malah ia berusaha tegar. Meski ia pendiam di sekolah

Di sinilah perjalanan Aisyah dimulai. Di tengah kesulitan dan ketidakpastian, ia menemukan kekuatan dalam dirinya yang tak terduga. Meskipun masa kecilnya tak sempurna, pengalaman pahit dan berat yang dialaminya itu membentuk karakter dan keberanian yang luar biasa dalam dirinya. 

Aisyah menyadari semua dari cerita Bu Santi bahwa setiap tantangan adalah kesempatan untuk tumbuh dan ia bertekad untuk tak membiarkan masalah Ayah dan Ibunya menghalanginya meraih masa depan yang lebih baik.

"Ketahanan Emosional dan Empati harus dipupuk. Bersifat Positif Menghadapi Kesulitan!" Ia selalu mengulang-ulang kalimat Bu Santi itu.

Ketahanan Emosional dan Empati: Sifat Positif dari Siswa yang Pernah Menghadapi Kesulitan

Masa kecil yang sulit seperti yang dialami Aisyah di atas sering kali terjadi di daerah kita. Masa kecil yang berat itu meninggalkan bekas yang mendalam dalam diri seorang siswa. Mereka yang tumbuh dalam lingkungan penuh konflik, kekurangan ekonomi hingga kekerasan dalam rumah tangga sering kali menghadang mereka.

Sebagian mereka menghadapi tantangan yang lebih besar dibandingkan dengan teman-teman sebayanya. Namun, bila guru arif menyikapi maka dari pengalaman pahit ini bisa memunculkan dua sifat positif yang luar biasa: Sifat Ketahanan Emosional dan Empati.

Ketahanan emosional adalah kemampuan seseorang untuk bangkit kembali setelah menghadapi kesulitan atau trauma. Siswa yang mengalami masa kecil yang penuh tantangan cenderung mengembangkan kekuatan batin mereka yang kuat. Meski mereka terlihat pendiam.

Aisyah, misalnya, adalah seorang siswa yang tumbuh dalam keluarga yang penuh konflik. Setiap hari, ia menyaksikan pertengkaran orang tuanya dan merasakan ketidakpastian di rumah itu.

Namun, berkat bimbingan dan arahan gurunya, pengalaman tersebut mengajarinya untuk tidak cengeng dan menyerah. Dia belajar mengatasi stres dan menghadapi masalah dengan kepala tegak, menjadikannya lebih siap menghadapi tantangan hidup di masa depan.

Di sisi lain, empati adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan perasaan orang lain. Siswa yang pernah menghadapi kesulitan sering kali lebih peka terhadap perasaan orang lain. Mereka dapat merasakan kesakitan dan penderitaan yang dialami oleh ibu mereka saat mengalami kekerasan dalam rumah mereka.

Dalam kasus Aisyah, misalnya, dia tidak hanya merasakan rasa sakit yang dialami ibunya. Tetapi ia juga memahami betapa sulitnya hidup bagi dirinya yang mungkin menghadapi masalah serupa kelak.

Kepekaan ini membuatnya menjadi teman yang baik dan selalu siap membantu orang lain. Ia berusaha menciptakan lingkungan yang penuh dukungan di sekelilingnya.

Pengalaman sulit di masa kecil tidak hanya membentuk ketahanan emosional dan empati, tetapi juga mengajarkan siswa untuk menghargai kebahagiaan kecil dalam hidup mereka. Mereka belajar untuk menemukan kebahagiaan dalam hal-hal sederhana, seperti dukungan dari teman atau keberhasilan kecil di sekolah.

Hal ini tentu membantu mereka untuk tidak hanya fokus pada kesulitan, tetapi juga menemukan keindahan dalam hidup sehari-hari mereka meski berat.

Akhirnya, siswa yang telah menghadapi kesulitan di masa kecil sering kali tumbuh menjadi individu yang lebih kuat dan lebih sensitif. Ketahanan emosional dan empati yang mereka kembangkan menjadi aset berharga, tidak hanya bagi diri mereka sendiri tetapi juga bagi orang-orang di sekitar mereka.

Dengan sikap positif dan kemampuan untuk beradaptasi, mereka dapat mengubah pengalaman pahit menjadi kekuatan yang menginspirasi.

Dalam menghadapi dunia yang penuh tantangan, ketahanan emosional dan empati menjadi bekal penting bagi siswa. Meskipun masa lalu mereka penuh luka, masa depan mereka dapat cerah dan penuh harapan. Seperti Aisyah, yang dengan ketekunan dan keuletan, mampu menghadapi hidup dengan cara yang luar biasa.

Siswa yang mengalami masa kecil penuh tantangan sering kali tumbuh menjadi individu yang memiliki sifat-sifat unik dan berharga. Masa kecil yang sulit, meskipun penuh dengan penderitaan, ternyata dapat membentuk karakter siswa menjadi lebih kuat dan tangguh.

Ada delapan keunggulan yang sering muncul pada mereka yang telah menghadapi berbagai kesulitan di usia muda, dan sifat-sifat ini dapat menjadi pelajaran penting bagi kita semua.

1. Memiliki Ketangguhan Emosional 

Siswa yang terbiasa menghadapi masalah sejak kecil akan mengembangkan kemampuan untuk bangkit dari situasi sulit. Mereka belajar untuk tidak mudah menyerah dan tetap bertahan walau kondisi tidak menguntungkan. Ketangguhan ini membuat mereka lebih mampu mengelola emosi dan menghadapi berbagai tekanan hidup dengan lebih baik.

2. Memiliki Kepekaan Terhadap Perasaan Orang Lain 

Pengalaman pribadi mereka membuat siswa ini lebih mudah berempati kepada sesama. Mereka memahami betapa pentingnya dukungan emosional, sehingga mereka cenderung menjadi pendengar yang baik dan peduli terhadap teman-teman di sekitar mereka. Sifat empati ini membantu mereka menjalin hubungan yang lebih dalam dengan orang lain.

3. Memiliki Kewaspadaan Berlebih

Siswa yang tumbuh dalam lingkungan yang penuh tekanan sering kali memiliki kewaspadaan tinggi. Mereka lebih sensitif terhadap ancaman, baik secara emosional maupun fisik. Hal ini terjadi karena mereka terbiasa hidup dalam situasi yang tidak aman atau tidak stabil, sehingga mereka selalu waspada terhadap segala kemungkinan buruk.

4. Memiliki Kesulitan Mempercayai Orang Lain

Membangun kepercayaan bisa menjadi tantangan bagi siswa yang mengalami masa kecil yang sulit. Mereka mungkin merasa ragu untuk mempercayai orang lain karena pernah mengalami kekecewaan atau pengkhianatan di masa lalu. Kesulitan ini bukan berarti mereka tidak ingin bersosialisasi, tetapi lebih sebagai mekanisme perlindungan diri. Mawas diri tak mudah percaya.

5. Memiliki Kemampuan Beradaptasi yang Tinggi

Siswa yang sering dihadapkan pada perubahan atau kesulitan belajar untuk menyesuaikan diri dengan cepat. Kemampuan ini menjadi aset berharga di kemudian hari, karena mereka tidak mudah terkejut oleh perubahan mendadak dan bisa dengan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Fleksibilitas ini membantu mereka menghadapi berbagai tantangan hidup.

6. Memiliki Penghargaan Mendalam Terhadap Kebahagiaan Kecil

Siswa yang pernah mengalami masa-masa sulit sering kali lebih menghargai kebahagiaan sederhana. Bagi mereka, hal-hal kecil seperti senyuman, kehadiran teman, atau momen damai menjadi sumber kebahagiaan yang besar. Mereka belajar untuk tidak menganggap remeh hal-hal yang tampak biasa, karena mereka tahu betapa sulitnya mendapatkan momen-momen kebahagiaan di masa lalu.

7. Memiliki Rasa Syukur yang Tinggi 

Pengalaman kesulitan di masa lalu sering kali membuat siswa lebih bersyukur atas apa yang mereka miliki. Mereka tidak mudah mengeluh dan cenderung menghargai segala hal yang datang dalam hidup mereka, baik itu besar maupun kecil. Rasa syukur ini membantu mereka menjalani hidup dengan lebih positif.

8. Memiliki Kemandirian

Siswa yang tumbuh dalam situasi sulit sering kali belajar untuk mengandalkan diri sendiri sejak dini. Kemandirian ini membuat mereka lebih siap menghadapi kehidupan dewasa, di mana mereka terbiasa mengambil tanggung jawab dan membuat keputusan tanpa selalu mengandalkan orang lain.

Dari semua keunggulan ini, kita dapat melihat bahwa pengalaman sulit di masa kecil tidak selalu berakhir dengan hasil negatif. Justru, banyak siswa yang mengubah pengalaman pahit mereka menjadi kekuatan yang membantu mereka tumbuh menjadi pribadi yang tangguh, penuh empati, mandiri, dan mampu beradaptasi dengan baik.

Meskipun masa lalu mereka mungkin penuh dengan luka, mereka mampu menemukan kebahagiaan dan kekuatan dari dalam diri mereka sendiri.

Demikian juga dengan Aisyah, setelah bertahun-tahun berlalu, Aisyah telah tumbuh menjadi seorang yang mandiri. Kini, ia mampu berdiri di atas kakinya sendiri. Ia jauh dari bayang-bayang masa kecil yang kelam. Meskipun hidupnya dulu penuh luka, ia berhasil menjadikan setiap tantangan sebagai pelajaran berharga.

Aisyah kini seorang mahasiswa berprestasi. Ia mengurus kebutuhannya tanpa bergantung pada orang lain apalagi ayahnya. Ia kuliah sambil bekerja. Setiap keputusan yang diambilnya penuh keyakinan karena ia tahu betul bagaimana mengatasi kesulitan hidupnya.

Kemandirian yang dulu dipaksa oleh keadaan, kini menjadi kekuatan yang membuatnya tegar menjalani hidup. Aisyah bukan lagi korban; ia adalah seorang pemenang dalam hidupnya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun