Duh, sungguh perundungan yang menyisakan rasa sakit di hatiku. Terbayang wajah Setra mantan muridku di SMP yang tampan, tubuhnya tinggi jangkung. 180 derajat berbeda dari ponakanku yang masih bertubuh kecil dan kurus.
Ya, Setra memang alumni di sekolahku tempat mengajar. Ia lulus tahun lalu. Memiliki dua catatan khusus di hati kami gurunya yang takkan pernah bisa dilupakan.
Di kelas tujuh, ia dengan berani memalsukan nilai rapor dan tanda tangan wali kelasnya. Di kelas delapan disidang di asrama karena pacaran. Serjng bolos dengan alasan sakit.
Lha... tahun ini di sidang pula di pengadilan anak karena melakukan tindak kekerasn dan bully.
Sejak peristiwa nahas, bully itu, terasa ada yang berubah pada adikku, Kamal, ayah ponakanku yang dibully Setra. Setiap hari ia melaporkan perkembangan kasus putranya yang menjadi korban bully itu.
Selama satu bulan adikku menunggu inisiatif keluarga Setra dan pihak sekolah untuk datang meminta maaf. Namun, satu bulan berlalu, Setra dan Rohan tetap sekolah dengan manis di sekolahnya. Tak ada ngaru atas laporan adikku kepadanya di kantor polisi stempat.
Kamipun memutuskan tindakan bully atas ponakanku itu lanjut ke pengadilan. Sejak ada kasus bully itu, adikku Kamal telah kembali kepadaku. Ya, akibat Bully, Adikku Kembali Kepadaku.
Aku memang bingung, harus disyukurikah atau bagaimana? Yah, hanya Allah yang tahu hikmah sebuah musibah. Benarlah firman Allah, "Sesudah kesulitan pasti ada kemudahan.Â
Sesudah musibah bully itu, kami diberi kemudahan bersilaturahmi antar saudara. Silaturahmi tersambung lagi. 'Maafkan Kakak, Dek!' Bisikku dalam hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H