"Aku tak pernah minta dilahirkan!" Teriak Via dengan lantang sekitar 35 tahunan lalu. Kala itu ia masih duduk di kelas 1 SMP dan mamanya baru berumur 32 tahunan kala ia SMP.Â
Mamanya menikah muda diusia 18 tahun sehingga belumlah terlalu matang untuk menjadi seorang ibu.
"Melawan kamu sama mama, Via? Mama melahirkanmu dengan taruhan nyawa! Tretetetete....." Teriak mamanya panjang kali lebar pula dari arah tungku dapur.
Yah, mama di dapur pagi itu dan Via di kamarnya. Cuma berbatas dinding kamarnya dengan tungku tempat mama memasak.Â
Via mengeluarkan lidahnya yang berwarna merah delima. Ia mainkan lidahnya sambil mencibir ke dinding. Maksudnya tentu mencibir mamanya.*
Hari ini Via sudah berumur 49 tahun. Ia sudah sukses secara finansial. Ia sudah melewati masa remjanya di SMP hingga Perguruan Tinggi penuh drama upik abu. Memang begitulah anak usia remaja di kampungnya. Melakukan semua pekerjaan rumah tangga dan orangtua mencari nafkah. Bersawah atau berkebun.
Ia sudah bekerja menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi di kota mereka sekarang.
Via sudah menikah pula di usia matang 26 tahun. Bersuami seorang pemuda mapan berusia 32 tahun. Sudah memiliki 3 anak. Dua putri dan satu putra. Putrinya paling bungsu sekarang kelas 1 SMP.
Semua pekerjaan rumah tangga kecuali memasak biasanya dilakukan asisten rumah tangganya. Sudah 14 tahun asisten itu bekerja dengannya. Seorang yang jujur dan baik hati pula.
Namun, satu tahun terakhir ini, Sang asisten mulai sering izin tak datang. Seringlah menumpuk cucian pakaian kotor, piring kotor, dan rumah tak pernah dibelai  sapu apalagi dipel.