Dari mulai didirikan, konstruksi masjid tak mengalami kerusakan berarti, meskipun daerah itu dilanda gempa besar pada 1926. Lalu gempa lagi pada 2009. Karena bahan dari kayu kuat, sehingga tetap kuat meski dihoyak gempa.
Pemugaran yang selalu dilakukan berupa penggantian atap ijuk dan dinding dengan tak mengubah keaslian bentuk masjid Asasi.Â
Pemerintah Indonesia telah lama menetapkan masjid Asasi sebagai benda Cagar Budaya di bawah naungan Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Sumatra Barat, Riau, dan Kepulauan Riau.
Masjid Asasi saat ini menjadi salah satu ikon dan daya tarik wisata di Kota Padangpanjang ini.
Di Sumatera Barat, identik cikal bakal masjid surau suku/kaum. Demikian juga Masjid Asasi berawal dari surau kaum/suku Datuk Kayo Suku Koto Nan Baranam. Datuak dan kamanakan mendirikan surau kaum itu, yang berdiri sejak abad ke-17.
Bangunannya terbuat dari kayu kuat dengan atap terbuat dari ijuk. Makin kembang kaum sesuai perjalanannya, surau tersebut menjadi pusat ibadah penduduk Nagari Ampek Koto, seperti Nagari Gunung, Paninjauan, Tambangan, dan Jaho. Sejak itulah dijuluki sebagai Surau Gadang.
Berdasarkan catatan Kerapatan Adat Nagari (KAN) Ganuang menyebutkan, bahwa pembangunan Surau Gadang oleh pendahulu Masjid Asasi dilakukan sekitar tahun 1770.Â
Tukang-tukang didatangkan dari Nagari Pandai Sikek. Nagari yang terkenal ahli bertukang kayu dengan seni ukiran nan Indah atau rancak bana.