Ia memetik daun bau-bau itu. Lalu ia giling. Ia tempelkan pada lukanya. Terasa perih. Sambil menikmati rasa perih itu, ia melayangkan pandangan pada batu cadas yang menghantam kakinya.Â
Betapa kagetnya ia, ternyata ada ikan mas besar di dekat batu itu. Ikan itu mungkin tersasar dari tengah sungai. Karena banyak batu di sekitarnya, ikan itu tak bisa kembali ke sungai.
Iapun mendekati ikan itu, mengambilnya, dan membawanya pulang. "Mak, Ucok dapat ikan besar!" Teriaknya.
"Aduh, Ucok kenapa kamu ke sungai, Nak. Nanti kamu hanyut, siapa kawan mak lagi!" Rengek Ibunya.
"Mak lihatlah..." Ucok memperagakan tangkapannya.
"Besar sekali, Nak. Ayo kita bersihkan." Ajak Ibunya.
Mereka berduapun membersihkan ikan itu. Usai sisik ikan diangkat, ibunya hendak membelah perut ikan. Tapi perut ikan mas itu keras. Ucok pun mengasah pisaunya ke batu. Lalu mulai mencoba membelah perut ikan itu.
Waw, Ibu dan Ucok kaget, ternyata isi perut ikan itu emas. Sebesar telur ayam kampung. Mereka kaget. Merekapun bergegas membersihkan ikan itu. Dipotong kecil-kecil. Diberi asam dan garam lalu direbus Ibu Ucok.
"Kita segera ke pasar Ucok!" Ajak Ibunya. Singkat cerita, sampai di pasar mereka pergi ke toko emas yang suka membeli kayu bakar mereka. Tapi sayang, si tukang emas itu membuang emas Ucok ke kotak sampah sambil berkata, " Ini kan kotoran ikan. Mana ada kotoran ikan berubah menjadi emas. Jangan mimpi, Mak!" Teriak tukang emas itu.
Ucok sigap mengambil emasnya. Ia pun membimbing tangan ibunya menuju ke toko emas seberang jalan.
"Betul Ucok. Ini mas murni. Kualitas nomor satu. Aduh uangku tak cukup untuk membayarnya. Bagaimana kalau kamu dan Makmu tinggal bersamaku. Kita akan menjadikan emas ini menjadi perhiasan yang banyak!" Bujuk penjual emas itu.