Pernah suatu hari adik sepupu saya dikeroyok dua adik kakak di pasar. Biasanya adik saya ini tak terima bila ia dipukul atau dikeroyok. Ia pasti melawan. Ia biasanya muncul sebagai pemenang.Â
Itu dulu ketika ayah ibunya sehat. Masih banyak uang. Ketika ia dan orangtuanya sudah berkali-kali harus membayar uang damai (denda) akibat berkelahi, orangtuanya pun sekarang sudah udzur dan sakit, banyaklah habis uang untuk berobat.Â
Adik sepupu saya saat itu tak mau melawan lagi. Ia diam saja ketika dipukuli. Ia babak belur. Tangan patah dan kaki patah. Ketika saya tanya, "Tumben jagoan kalah?"
Ia menjawab, "Kak, awalnya saya mau balas, tapi ingat umak dan ayah sakit, mereka juga tak punya uang lagi, saya pun diam saja. Nadong hepeng! Nadong hepeng! Nadong hepeng nami! Itu saya bilang sama kakak adik itu, Kak" Urainya.
'Nadong hepeng nami' artinya, Tak ada uang kami. Ia sebut itu agar si pengeroyok berhenti meninju dan menendanganya. Nah, ketika si korban tak berdaya, maka pelaku biasanya ditangkap dan disuruh berdamai. Biaya pengobatan dan santunanpun diberikan sesuau kesepakatan.
Daripada dipenjara, pihak pemenang lebih baik berdamai dengan menberikan sejumlah uang. 3 juta-5 juta sesuai permintaan korban. Selama ini, itulah yang adik sepupu saya itu lakoni. Ketika ia tersinggung di pasar saat menunggu penumpang becaknya, ia dengan mudah meninju atau memukul teman sesama penarik becak.
Demikian juga temannya, suka dendam. Hingga adik sepupu saya sering mereka coba-coba untuk mengalahkannya. Berulangkali, ia harus membayar uang damai karena melayani dendam mereka.
Malah akhir-akhir ini, katanya, Â ada kecendrungan indikasi atau modus mereka, Â tak apa babak belur asal dapat uang damai akibat susahnya mendapat uang dari menarik becak. Karena itulah, ia tak mau melayani mereka lagi. Ia biarkan dirinya babak belur.
Ia pun memberi pelajaran kepada dua adik kakak itu dengan tidak mau berdamai. Tak mau menerima uang damai meskipun orangtua pelaku sudah berulangkali datang membawa uang. Ia tahu, uang itu pinjaman karena pelaku lebih susah keadaannya daripada ia. Ia tak ingin orangtua pelaku terjerat hutang.
Untuk kasus penganiayaan Mario, polisi sudah meningkatkan status perempuan berinisial AG alias A (15) sebagai anak yang ikut berkonflik dengan hukum atau pelaku anak di kasus Mario Dandy Satrio (20) akan penganiayaan terhadap Cristalino David Ozora (17).
Peningkatan status AG berdasar sejumlah bukti ditemukan penyidik. Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi, Kamis lalu menjelaskan bahwa pihaknya memeriksa 10 orang saksi. 10 orang saksi terkait kasus Mario Dandy.