Hidup di era ini memang terasa berat bila kita anggap berat. Terasa biasa saja bila kita anggap biasa. Terasa ringan bila kita anggap ringan pula. Hidup akan ternikmati sesuai persangkaan yang menjalaninya.
Ada orang bilang, hidup terasa ringan bila kita sukses. Sedang sukses bersifat relatif. Berbeda-beda takaran kesuksesan sesuai fokus kita.
Bila sukses menurut kita sebatas selesai melakukan pekerjaan hari ini, berarti kita merasa sukses saat pekerjaan tuntas dan mendapat pujian dari si bos, "Keren, kerja Anda bagus hari ini! Selamat dan terima kasih!
Bisa jadi itu kata si bos atau ada kebermanfaatan pekerjaan itu. Misalnya, kita meraih untung besar dari penjualan produk hari ini hingga si bos memberi bonus. Lalu kita keluarkan 2,5 % dari bonus untuk Mama Papa kita atau untuk mertua. Bermanfaat bukan?
Ketika gelimbang PHK mengintai saat ini, sebagai akibat resesi ekonomi, kita memperbaiki loyalitas diri di tempat kerja, berarti kita menuju sukses dalam hidup. 'Usaha takkan pernah mengkhianati hasil kata pepatah bijak.'
Apa yang kita tanam itulah yang kita petik. Menanam padi, memanen padi. Menanam tomat, panen tomat. Ketika kita menanamkan loyalitas kerja tinggi, kita akan memetik hasil dipakai di tempat kerja. Kita dihafgai dan dilirik.
Mari kita perhatikan ban mobil bila kita memiliki atau mengendarai mobil. Perhatikan ban motor atau ban sepeda bila kita hanya punya motor dan sepeda. "Mengapa kita mau repot-repot ke bengkel untuk menambal ban ketika bocor?"
Jawabnya tentu praktis. Pertama, kita bukan tukang tambal ban. Kita tak memiliki keahlian dalam menambal ban. Mengapa? Bisa jadi karena tak pernah belajar. Bisa pula karena bukan keahlian kita. Bisa pula, kita tak memiliki peralatan saat itu.
Kita juga profesi tukang tambal ban, tapi kita sedang di luar daerah. Seorang tukang tambal ban tak mungkin membawa peralatannya ke mana-mana toh? Nah, yang kedua, kita akan gagal mencapai tujuan bila kita tak mengunjungi bengkel tambal ban ketika ban mobil, motor, dan sepeda bocor.
Lha, bagaimana mau melanjutkan perjalanan bila ban mobil bocor, ban motor atau sepeda yang kita gunakan sebagai alat mencapai tujuan bocor. He he he. Jalan kaki tentu bukan pilihan tepat. Naik bus atau taksi, yakin bisa? Paling gampang, ya temui tukang tambal ban.
Demikianlah dalam menjalani hidup, kita butuh skill atau keterampilan. Bahasa sederhananya butuh keahlian. Keahlian membutuhkan alat. Dua kunci ini, skill dan alat modal dasar utama kita menggapai sukses. Guru dengan perangkatnya, karyawan kantor dengan laptopnya, dan sopir dengan kendaraannya.
Tujuan dan sukses takkan bisa diraih tanpa keahlian dan alat. Pekerjaan akan sia-sia bila tak dikerjakan ahlinya. Ahli takkan berdaya bila tak memiliki alat atau sarana. Ketika menjalankan dua modal di atas, skill dan alat, selaku manusia, kita akan mengalami gelombang kehidupan.
Untuk menghadapi dinamika hidup dan gelombang pasang surut itu, kita bisa belajar dari ban. Anda tentu kenal ban. Sudah kita bahas di atas, ada ban mobil, ban motor, ban sepeda, dan ban lain.
Ada enam tips tentang 'Ban' yang bisa kita jadikan pelajaran guna meraih sukses dalam hidup kita dalam menyiasati gelombang PHK. Lho, mengapa ban? Ban memiliki sifat-sifat yang patut kita tiru dan terapkan dalam hidup sukses.
Pertama, Ban selalu Konsisten BentuknyaÂ
Ban bentuknya bundar. Semua ban, baik ban yang dipasangkan di sepeda roda tiga, motor balap, atau roda pesawat terbang yang dinaiki. Ban tak bisa diubah menjadi segi tiga atau segi empat. Bila diubah, ia takkan berputar lagi dengan mulus.
Jadi, dalam menjalani hidup, konsisten dengan keahlian kita. Jalani dan kerjakan dengan profesional. Lakukan perbaikan diri dalam bekerja sesuai keahlian. Bukan tergoda gonta-ganti profesi. Gonta-ganti akan membuat kita tak loyal.
Kedua, Ban Selalu Mengalami Peristiwa Berat
Ban melewati jalan berlubang. Ban tak mengeluh. Banlah yang merasakan jalan berlubang itu.. Juga melewati aspal panas, ban yang merasakan, bukan pengemudi. Ketika ada banjir di jalan, ban harus mengalami langsung. Ban yang menerobos air itu.
Bila ada kotoran hewan atau bangkai hewanpun di jalan yang tak terlihat pengemudi, tapi ban yang pertama kali melihatnya. Demikian juga kita, bila ada masalah dalam hidup, dalam bekerja, dalam berkarier maka jangan merasa kita paling menderita.
Di luar sana banyak pengangguran tak bisa bekerja. Tak bisa makan dan tak punya tempat tinggal. Jadi bersyukurlah, hadapi masalah dengan tenang. Setiap rintangan dan masalah butuh penyelesaian dengan hati dan pikiran jernih. Masalah ada puncak dan menurunnya.
Setinggi apapun bukit, pasti ada datarnya juga. Jadi jangan ragu bila ada masalah besar, diskusi dengan ahlinya. Urai penyebabnya. Lalu tentukan solusinya. Bisa dengan membaca atau konsultasi. Tingkatkan ibadah agar diberi Allah petunjuk-Nya.
Ketiga, Ban Menanggung Beban Berat
Mobil sedang diam, mobil sedang berjalan, mobil sedang kosong, dan saat penuh penumpang dan barang, ban tetap menanggung beban berat. Ban kokoh menopang body mobil baik kosong dan berisi. Baik hidup atau mati.
Kita pun akan mengalami beban berat tapi bukan setiap saat seperti ban. Misalnya, guru. Beban terasa berat saat ada anak berulah di kelas. Hariri cabut lagi, misalnya. Ya, hadapi bersama orangtua anak dan guru BK. Tak selamanya Hariri cabut bukan?
Demikian juga beban kerja, ada masa beban kerja banyak, misal akhir tahun,tutup buku. Nah, tengah tahun beban ringan dong. Jadi, kondisikan diri kita sesuai kebutuhan agar job kerja tetap sukses.
Keempat, Ban Tak Pernah Sombong dan Selalu Nrimo
Ban adalah ban. Nrimo dan tak pernah menolak atau berat hati. Ban tak menolak permintaan pihak lain. Ban dengan senang bekerja sama. Tak pernah pilih-pilih teman kerja seperti kita manusia. Hi hi hi.
Saat pengemudi menekan pedal rem, menyuruh berhenti, pedal  memberi perintahkan berhenti, ban berhenti. Begitu juga pedal gas menyuruh cepat, ban pun taat lalu melesat.
Bagaimana kalau ban tak mau kerjasama malah bekerja sendiri-sendiri? Ketika direm ngebut, saat digas berhenti, dan saat diparkir lari seperti kuda liar.
Ketika kita bekerja dan berbisnis, modal utama kita selain skill dan alat juga harus ada patner, kolega, klien, konsumen, mitra, dan sebutan lain sesuai jenis usaha atau bisnis kita. Misal guru, bekerja sama dengan stakeholder sekolah, civitas akademika, dengan murid dan orangtua murid. Pun masyarakat setempat.
Bila karyawan sombong, bagaimana menjalin hubungan dengan karyawan lain? Nrimo teman kerja apa adanya baru bisa Anda jalin kerja sama. Posisikan diri sebagai karyawan bukan sebagai atasan.
Kelima, Â Ban Rendah Hati
Meski banyak hal penting yang dilakukan ban, ban tetap rendah hati. Ban tak mau menonjolkan diri. Ban membiarkan orang-orang memuji bagian body mobil, mesin halus, kaca ngejreng, dan lainnya. Ban dipuji saat baru saja.
Ban diam saja ketika ditendang pengemudi atau tukang tambal. Ban tetap rendah hati.
Di show room atau pameran mobilpun, pengunjung mengagumi body mobil. Ketika mereka masuk ke dalam, yang menerima pujian berikut interior mobil. Sofa empuk, AC dingin, dashboard keren, dan lantai mobil berkarpet lembut.
Sesekali ada orang yang memperhatikan ban ketika kempes atau habis angin dan habis umur. Memuji ban ketika banyak lubang saja. Semua kemewahan mobil, keindahan mobil, kehebatan mobil, tak akan berarti kalau ban kempes atau bocor. Tapi tetap tak dipuji.
Keenam, Ban Alat Mencapai Tujuan
Betapa pun bagus dan hebatnya mobil yang kita miliki, sepeda yang kita punya, atau pesawat yang kita naiki, saat ban tak berfungsi, tak bisa kemana-mana. Tak akan pernah sampai ke tujuan.
Jadi saat menghadapi banyak masalah dibanding orang lain, menghadapi cobaan, atau tak mendapat pujian sebanyak orang lain, tetaplah konsisten menyelesaikan job kerja.Â
Bahkan ketika seringkali menanggung beban berat di atas pundak, tetaplah kita konsisten dengan kebaikan yang kita berikan. Tetap bekerja sama dengan orang lain.
Jangan pernah sombong dan merasa lebih hebat sendiri. Sebab tak ada hasil bila kita bekerja sendiri. Lebih penting lagi, jadilah pelopor, menjadi penggerak di manapun berada.
Kemudian, jangan berprasangka buruk kepada atasan. Ada sebuah cerita. Ketika Seorang kasir di bank pusat, sebut namanya Amir. Ia dipindahkan bos ke cabang, jauh dari pusat kota. Ia meradang marah. Ia mengajukan resign.Â
Si Bos kaget mendapati Amir resign. Bos bertanya kenapa resign. Ternyata Amir tersinggung dimutasi ke cabang. Si Bos pun menjelaskan alasan mutasi. Alasan mutasi agar Amir belajar di cabang bagaimana cara membawahi beberapa karyawan dan menyelesaikan problem di cabang.
Sebelum dipromosikan menjabat direktur di sebuah bank, itulah prosedur yang harus dilewati. Memiliki pengalaman sebagai kepala cabang dahulu sekian periode. Apa daya nasi sudah jadi bubur. Resign Amir sudah disetujui pemangku kebijakan. Amirpun hanya bisa melongo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H