Datang Kondangan, Beri Amplop, Kado, atau Doa? Begitulah tantangan menulis di musim menikah ini. Mengapa saya sebut musim menikah, karena di bulan-bulan ini emang lagi musimnya.
Pemberian saat kondangan sangatlah wajib hukumnya. Apalagi bila kita diundang secara resmi. Â Misalnya pakai undangan kertas berhias kata-kata manis seperti di bawah ini.
Bisa juga undangan resmi di WA atau WhatsApp group. Biasanya undangan dengan WA ini jika kondisi berjauhan. Tanggung pula mengirim undangan. Tentu mereka yang diundang via WhatsApp adalah Sahabat dan Saudara yang dekat. Biasanya disertai foto undangan juga.
Undangan bisa juga menggunakan daun sirih, rokok sabatang, dan permen. Ini namanya 'mamanggia' dan bagian dari adat Minang. Memanggil ini dipakai untuk satu komplek saja. Tak bisa digunakan untuk memanggil orang di luar komplek.
Undangan bisa pula melalui telepon atau perantara. Bisa dengan telepon dan perartara orang. Ini digunakan untuk mencapai mufakat atau musyawarah bersama keluarga besar. Di kampung namanya marpokat, martahi, dan marpege-pege untuk menggalang dana.
Pada saat acara pesta apa yang dibawa?
Pada saat resepsi ke kondangan kita bisa membawa amplop, kado, bahan dapur, dan yang paling penting, doa untuk kedua pengantin, seperti penjelasan berikut:
Pertama, membawa amplop berisi uang
Saat ini ampolop berisi uang lebih diutamakan ketimbang membawa kado. Konon kado dianggap mubazir. Kadang isi kado tak terpakai. Adapun amplop berisi uang, bisa dimanfaatkan usai pesta untuk melunasi hutang-hutang untuk keperluan pesta.
Saya masih ingat kebiasaan membuat kondangan biasanya ngutang dulu kepada pihak catering dan WO. Mengangkat acara kondangan butuh biaya besar. Usai pesta biasanya langsung hitung amplop dan alhamdulillah cukup untuk biaya pesta.
Biasanya jika kita rajin ke kondangan orang lain, maka orang lain pun akan rajin ke kondangan kita. Kata mama saya, kondangan ini seperti arisan. Hari ini giliran A, besok giliran B. Begitu seterusnya.
Berapa besaran amplop yang kita bawa? Tentu rahasia dong. Kadang diisi 50 ribu. Kadang diisi 100 ribu. Tergantung jauh dekat yang bikin acara kondangan. Bila jauh 50 ribu dan bila dekat 100 ribu. Bila saudara dekat kita dan suami bisa berjuta-juta. He he he. Habis gaji sebulan ASN.
Membawa amplop ini juga tradisi di daerah perkotaan. Amplop dimasukkan ke dalam kotak peti tinggi yang sudah stend by di depan ruang pesta. Sayapun memasukkan amplop bersama lantunan doa.
" Ya, Allah, jadikanlah kedua mempelai menjadi keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah bersama kasih sayangMu. Aamiin YRA."
Kedua, membawa kado
Bila di perkotaan tradisi ke kondangan membawa amplop, di desa atau di kampung saya ke kondangan kita dibiasakan bawa kado. Kado ini beragam isinya. Tergantung kedekatan kita dengan pemilik acara.
Jika teman saja, biasanya diberi baju tidur. Bila dekat dan masih ada hubungan famili disuruh meminta, mau dibawakan apa? Bisa seprai, selimut, becover, kain sarung, atau mungkin berupa cincin emas.
Kebiasaan di kampung saya, pemberian ini dicatat. Nanti ketika si pemberi mengadakan acara, kita pun akan memberi kado dengan harga setara. Makanya dicatat ya, Bunda. Uniknya lagi, kado tak boleh dibungkus.Â
Karena saat penyerahan kado harus disebutkan, " Ini, satu cincin emas dengan berat 2 emas atau 5 gram dari Etek Nun. Semoga bermanfaat untukmu nak. Jadilah keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah."
Koor yang hadir, "Aamiin Ya Robbal 'alaamiin!" Menjawab doa itu.
Jadi, jangan coba-coba bikin kado asal-asalan. Tidak bisa. Semua yang memberi dicatat dan disebut apa yang dibawa mereka. Makin dekat hubungan persaudaraan, kado pemberian makin bernilai tinggi.
Bisa beratus dan beribu kain sarung yang diperoleh jika kita rajin ke kondangan sebelumnya. Tentu jika banyak undangan pula.
Ketiga, membawa beras, kelapa, dan uang 10 ribu saja
Nah, ada pula yang datang ke kondangan dengan membawa beras 1 liter, kelapa satu biji, dan uang 10 ribu saja. Mereka ini biasanya yang diundang dengan sehelai daun sirih atau sebiji permen saja. Mereka ini rekan-rekan sekomplek atau satu kampung saja.
Bukan saudara dekat dan bukan pula sahabat atau saudara. Namun, di antara mereka tetap juga ada yang melebihkan bawaan berupa kado atau amplop lain. Sejatinya memberi akan kembali di acara kondangan ini. Sebab semua tercatat oleh si penerima.
Pasti akan mereka balas suatu saat. Meski hanya setekong beras. Karena memberi saat kondangan, berarti arisan yang musti dibalas di kemudian hari. Begitu terus tradisi ini bersifat arbitrer dan konvensional. Saling faham dan saling menerima.Â
Beras, kelapa, dan uang 10 ribu ditaruh di baskom atau piring besar. Dibungkus pakai kain. Inilah yang mereka tenteng ke kondangan. Mereka biasanya akan membantu beres-beres dan menghidang selama ada pesta. Ketika mereka pulang, baskom atau piring bawaan akan diisi berbagai makanan yang ada di pesta.
Meningkatkan SilaturahmiÂ
Gotong royong baik dari segi pendanaan maupun dari segi tenaga. Silaturahmi pun terpelihara. Take and give. Saling memberi.
Take and give di dalam hubungan antar saudara dan antar warga dalam pesta pernikahan sangat penting. Artinya kesediaan untuk menerima dari yang datang dan kesediaan untuk membalas di suatu hari.
Saling merelakan pendapatan, materi, perhatian, ataupun kasih sayang, dan tenaga untuk menyukseskan acara. Ini merupakan dinamika penting di dalam membangun suatu hubungan yang sehat di tengah kebiasaan bermasyarakat kita.
Take and give akan membuat hubungan silaturahmi lebih seimbang dan sehat. Takkan memperlihatkan mana si miskin dan mana si kaya. Semua bersama bergotong royong menyukseskan pesta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H