Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kelemahan Sahabatku, Novella

15 Januari 2023   17:19 Diperbarui: 15 Januari 2023   17:28 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini kedua kalinya aku menjejakkan kakiku di tanah tumpah darahku, Pasaman. Tak ada yang berubah sejak tiga tahun terakhir aku meninggalkanmu. Kini aku sudah duduk di semester 3 di fakultas pilihanku. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. FBS. Bahasa dan Sastra Indonesia.

Perlahan aku turun dari bus. Syukurlah aku tak menemukan Bou (Tante) atau Pram di depan rumahnya. Pintu rumah itu tertutup rapat. Sunyi dan merana. Sepertinya yang punya rumah sedang keluar. Mungkin Bou ke sawah atau ke kebun. Sebab hari masih pukul 14.30 ketika aku menoleh jam digital androidku.

Nyaman, aku melangkah menuju rumahku sekitar dua ratus meter dari jalan besar. Jalan menuju rumahku ternyata sudah beraspal. Baguslah berarti Udak (Bapak adik ayah) menang pada Pemilu lalu. Ia berjanji jika terpilih menjadi anggota DPRD, ia akan mengaspal jalan di kampung ini.

Dengan pengaspalan jalan tersebut, tentu memudahkan masyarakat berkendara ke sawah dan ke kebun mereka. Biasanya berjalan kaki, tapi sekarang mereka sudah memakai motor ke sawah dan ke kebun karena jalan sudah bagus.

Petani di kampungku berproduksi padi dan kopi. Aku kurang tahu jenis kopi apa itu. Yang jelas, kopi itu bila diblender berubah warna menjadi hitam kecoklatan. Wangi dan nikmat hingga kopi di kampungku sangatlah melegenda. Yah, mereka petani kopi makmur setiap panen.

Sekarang aku duduk di teras rumah. Ternyata rumahku pun kosong dan berkunci. Kemana semua orang akupun tak tahu. Biarlah. Aku duduk dulu menghilangkan penatku di bus tadi. Akupun mengeluarkan majalah dari tasku. Tadi, karena buru-buru aku belum sempat meminjam novel om Fredy S atau Tante Mira W.

Di dekat kampusku ternyata ada juga tempat penyewaan novel. Senang sekali, hobi bacaku masih bisa dilanjutkan. Hari ini aku baca majalah saja. Asyik baca majalah, seseorang menghampiriku. Mata kami bersiribok. Tubuhnya kurus, kecoklatan kulitnya, dan agak berdebu.

Aku menatap wajahnya. Darahku berdesir halus. Nafasku sesak manakala mata coklat itu menatapku sendu. Tatapan tiga, enam tahun lalu yang masih sama. Sendu dan medebarkan. Membuatku iba, merinding, dan serasa mau menangis. Mataku memanas.

Dagunya berjenggot tebal hingga ke telinganya seperti Brad Pitt. Yah, mereka memang mirip. Pram teman kecilku berkulit putih kemerahan. Bibir merah jambu. Gigi putih. Alis tebal dengan bulu mata lentik. Bola mata coklat dan rambut sedikit pirang kecoklatan. Dibiarkan panjang.

"Pram..." Panggilku grogi. Duh ternyata aku masih sama bodohnya seperti dulu-dulu. Masih saja grogi menatapnya dan berada di hadapannya.

"Boleh duduk? " Sapanya sendu sambil menjilat bibir merahnya. Nafasnya berbunyi di antara kumisnya.

"Mhh... " Hanya itu yang kuucap sambil melebarkan tangan menyilahkan duduk. Inilah kelemahanku. Aku penggrogi di dekat cowok ini.

Duh, bagaimana ini. Aku bingung mau bicara apa. Aku juga malu dua kali lo. Pertama, memutuskan Pram. Kedua, tak menjenguknya saat ia sakit dulu.

"Baca apa?" Tanya Pram memecah kesunyian.

Akupun menyerahkan majalah itu ke tangannya. Iapun sibuk membolak-balik majalah itu. " Ini siapa?" Tanyanya menunjuk foto Brad Pitt. 

"Brad Pitt," jawabku susah payah. Untung ia fokus melihat majalah. Aku sedikit lega.

"Ini siapa?" Tanyanya lagi ketika melihat gambar aktor India Ajay Defgn. " Tak ada yang kukenal." Katanya lalu meletakkan majalah itu di atas meja.

Ajay Devgn mirip Pram: INDTimes
Ajay Devgn mirip Pram: INDTimes

"Pram... kok kamu tinggalin aku!" Teriak seseorang dari jauh. Aku mengenal suara itu. Aku dan Pram menoleh. Ternyata Novella teman kami. Biasa kami panggil Vella.

"Eh, anak kuliah pulang?" Tanya Vella menjabat tanganku. Aku mengangguk. Bingung. Kuamati Vella dari atas ke bawah. Modis. Tangannya memegang lengan baju Pram. Pram mengikuti tatapanku. 

"Ayunda, kami sudah menikah." Bisik Pram.Vella mengerutkan keningnya.

"Ini Ayunda?" Tunjuk Vella kepadaku. Kemudian ia menghempaskan lengan baju Pram. Menghentakkan kakinya. Lalu pergi. Kayak bocah aja.

'Vella belum sembuh Pram? Benar kalian menikah? Lalu mengapa Vella marah?'

Tanya itu hanya menari di otakku tak bisa kusampaikan kepada Pram karena ia pun pergi meninggalkanku. Vella mengenalku tapi mengapa marah saat Pram menyebut namaku. Anehnya Vella. Ia memang aneh dari dulu. Kelemahan Sahabatku, Novella selalu iri kepadaku.

Salahkah aku? Entahlah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun