Hari ini kepala sekolah saya memberikan amanat kepada peserta didik dan guru. " Anak-anak, tak ada yang membawa dan memaikan permainan lato-lato ke sekolah. Siapa yang ketahuan membawa akan dipanggil orang tuanya." Begitu amanat untuk siswa.
"Kepada Bapak Ibu guru untuk dapat menyita, jika ada anak yang membawa dan memainkan lato lato di sekolah. Jangan segan untuk menyitanya." Itulah amanat untuk guru.Â
Cerita lato lato yang ngeri membuat guru melarang membawa dan memainkannya di sekolah. Mengapa lato-lato dilarang dimainkan dan dibawa ke sekolah?
Pertama, permainan lato-lato berpotensi membahayakan anak-anak. Demi untuk keselamatan dan keamanan mereka, lato-lato tidak diperbolehkan untuk dibawa ataupun dimainkan di lingkungan sekolah.
Sudah banyak siswa yang mengalami tangan membiru dan kening bengkak.
Bahkan cerita lato-lato membuat saya merinding. Mengapa tidak...Seorang anak harus menjalani rawat inap di rumah sakit karena matanya berdarah saat bermain lato-lato dengan temannya.Â
Karena kejadian itu, si anak tak bisa membuka mata sebelah kanannya. Hingga dirujuk ke RSUD. Bocah tersebut langsung mendapat tindakan medis. Ternyata ada luka di bola matanya. Sehingga ia harus dioperasi. Tiga jahitan pada matanya.
Demikian juga cerita teman sama mengajar dengan saya di sekolah, anaknya yang bungsu, kelas 6 SD. Tangannya sudah hijau-hijau karena beradu lato-lato saat memainkannya.
Kedua, lato-lato tak boleh dibawa ke sekolah karena suaranya yang bising. Suara yang ditimbulkan dari hentakannya dapat mengganggu saat kegiatan proses belajar mengajar di sekolah. Belajar butuh konsentrasi.
Tuk tak tuk tak tuk tak tuk tak begitulah bunyi. Mendenging di telinga kita. Bahkan salah satu warga di Kertawinangun, Kecamatan Cideng mendapati permainan lato-lato yang digunakan oleh anaknya terlepas, hingga mengenai layar televisi di rumahnya.Televisi pun tak dapat hidup lagi. Layarnya menghitam.Â
Ketiga, siswa belum bisa membagi waktu anatra fokus mengikuti kegiatan belajar mengajar. Dari pantauan saya, para siswa asyik bermain lato-lato di lingkungan sekolah dan cabut belajar. Mereka belum bisa membedakan fokus dan bermain.
Keempat, guru khawatir lato-lato digunakan siswa sebagai senjata untuk berkelahi, menyakiti teman, dan bullying.
Maka untuk menghindari terjadi keributan sesama siswa dan lato-lato dijadikan alat berkelahi, maka lebih baik dilarang dimainkan di lingkungan sekolah. Apalagi materi permainan itu keras seperti batu.
Kepala berharap masyarakat terutama orang tua dapat mengerti tujuan dari larangan ini. Sebab anak bahkan banyak orang dewasa ikut menjajal mainan ini karena disebut bisa melatih keseimbangan. Namun, banyak murid yang mengeluh terganggu oleh berisiknya lato-lato yang dimainkan temanya di sekolah.
Salah satunya suara lato-lato mengganggu anak telinga. Suara lato-lato yang dimainkan oleh anak-anak di sekitar tempat tinggal apalagi sekolah. Di samping itu menyoroti risiko cedera pada anak-anak yang bermain lato-lato.
Akhirnya, kini sekolah melarang siswa-siswinya membawa lato-lato ke sekolah. Larangan itu dicetuskan beberapa pihak Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten dan Kota. Misalnya, Bandung Barat menjelang libur sekolah berakhir, Kota Padang Panjang, Cirebon, dan lainnya.
Suara lato-lato selain bisa mengganggu Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang berlangsung, kengerian takut lato-lato melukai orang lain di sekitarnya iya juga apalagi anak-anak rentan emosi.
Selain melukai dirinya dia sendiri, berupa tangan yang terluka atau sakit, melainkan ada pula yang kena ke bola mata, kena kepala, dan kalau kesal tak menutup kemungkinan dilempar kepada teman.
Tempat-tempat tertentu yang dirasa tak mengizinkan untuk lato-lato pun seperti kantor kerja, sekolah, rumah sakit, dan tempat  umum lain menurut saya, wajar untuk melarang siapapun permainan lato-lato, di sini.
Semoga semua pihak memahami atas pelarangan tersebut. Semua demi kebaikan bersama. Mainkanlah lato-lato tapi lihat tempat dan waktu main. Jangan di jam istirahat tetangga.
Orang tua diminta memberi pengertian dan peringatan kepada anak di rumah bahwa semua mainan yang tak ada hubungan dengan belajar, tak boleh dibawa ke sekolah. Mari bijak menjaga ketenangan siswa belajar dan ketenangan istirahat tetangga kita.
Untuk Kota Padang Panjang, Dessy dari, Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) malah sudah menggelar Festival PDIKM.
Kegiatan yang pertama kali diselenggarakan, berlangsung Selasa (29/3/2022) lalu di Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau (PDIKM) Kota Padang Panjang.
Festival PDIKM itu ada permainan tradisional. Seperti congklak, engrang, tapak kuda, lato-lato, lore, ular tangga, putar-putar ban dan lainnya. Lato-lato pun ikut disalurkan.
Salam literasi
Padang Panjang, 12 Januari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H