Istilah blokiran angsuran atau hold amount biasanya ditemukan dalam hal pengajuan pinjaman kredit di bank pemerintah atau swasta, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan pinjaman kredit pegawai berjangka dengan potong gaji setiap bulannya per tanggal 1.
Setiap dilakukan akad, pihak bank akan menjelaskan ini kepada nasabahnya agar nasabah mengetahui pengertian, tujuan, dan cara buka blokir angsuran ini.
Blokir 1 kali angsuran adalah uang hasil pinjaman dari bank yang dibekukan satu kali sebesar nominal angsuran kredit.
Biasanya blokir 1 kali angsuran berlaku untuk semua nasabah yang mengajukan pinjaman.Â
Uang yang diblokir ini baru bisa digunakan saat pelunasan di akhir tenor pinjaman jika di bank pemerintahan sesuai pengalaman kredit saya di bank pemerintah.
Ternyata bisa juga digunakan bank saat nasabah mengalami kesulitan pembayaran di bulan-bulan tertentu karena musibah atau satu hal mendesak oleh pihak bank dan nasabah.
Saldo yang diblokir ini akan dibekukan oleh pihak bank sehingga tidak akan pernah terlihat di buku tabungan, di satus saldo rekening mobile banking, maupun di layar mesin ATM saat transaksi dilakukan nasabah.Â
Seharusnya saldo tersebut aman. Bisa digunakan sesuai ketentuan. Menurut pihak bank durasi blokir angsuran ini berbeda-beda karena uang yang dibekukan dapat dilepaskan saat nasabah memenuhi kewajiban tagihannya di bank.
Demikian yang saya alami dengan sebuah bank kemarin. Bulan Januari pimpinan tempat saya bekerja membuat kebijakan pindah bank untuk pengambilan gaji. Dari bank A kami pindah ke bank B.
Di bank A, saya memiliki dua jenis kredit. Kredit pinjaman pegawai dan kredit gadai. Salah satu kredit gadai saya jatuh tempo pada tanggal 22 Desember 2022 kemarin. Saya pun berdialog dengan pegawai gadainya. Ternyata beliau sedang cuti. Akhirnya, saya dioper kepada rekannya.
Atas sarannya saya melakukan transaksi melalui mobile banking ke bank swasta itu. Saya transfer 5 juta rupiah untuk membayar tagihan hutang pinjaman saya yang jatuh tempo itu.
Ketika saya mengirimkan uang itu, status saldo saya posisi 0. Ini biasa jika jelang tanggal 1. Namun, kemarin baru tanggal 22 Desember sudah status 0. Praduga saya 0 karena uang administrasi dan jasa penyimpanan barang titipan gadai saya mungkin kurang.Â
Adapun hutang yang jatuh tempo 5 juta rupiah, administrasinya 17 ribu dan jasa titipan 300 ribu. Saya pikir dana ini yang kurang dari sisa saldo bisa ditarik saya 190 ribuan. Kondisi saldo rekening 0, sayapun tak tahu minusnya berapa.
Saya putuskan saja transfer 5 juta. Kekurangan diselesaikan di sana. Sukses terkirim 5 juta rupiah. Kemudian saya cek saldo. Eh, malah berkurang 120 ribu rupiah. Sayapun kaget kok saldo saya berkurang 120 ribu rupiahan.
Seingat saya, uang saya di situ ada 190 ribuan bisa ditarik diluar dana blokir satu bulan setoran kredit pegawai dan 50 ribu saldo wajib terendah buku tabungan nasabah. Ya, harusnya saldo saya menjadi 5 juta 190 ribuan kan? Ini malah menjadi 4 juta 880 ribuan.
Seingat saya bank-bank pemerintah, jika saldo kita 99 ribuan maka kita tak bisa menarik lagi. Penarikan terendah 50 ribu dan saldo minimal tersimpan 50 ribu. Maka kita tak bisa menarik  jika saldo di rekening hanya 99 ribuan saja. Minimal saldo kita 105 ribuan baru bisa narik 50 ribu.
Artinya dana blokiran 50 ribu tak bisa diutak-atik nasabah. Permanen. Nah ini fenomena unik sistem IT yang saya temukan di bank swasta ini. Ketika saya konfirmasi ke kantor bank tersebut saya pun kaget.
Dana blokiran saya satu bulan setoran untuk kredit pegawai, kurang katanya 70 ribuan dan saldo blokiran 50 ribuan wajib saya juga sudah terpakai oleh saya. Saya baru bisa mengambil titipan kredit gadai saya dengan setor tunai 415 ribu rupiah lagi.
Inilah yang terjadi di bank itu sejenis transaksi asal-asalan. Comot sana comot sini. Bisa jadi karena situasi satu hal di atas sehingga dana blokiran pun dikuras.
Meskipun yang menguras dana saya sendiri dan pengurasan ini tak merugikan nasabah bank karena nasabah sendiri yang memakai uangnya, sistem ini cukup membuat kaget nasabah seperti saya. Iya jika nasabah ada dana cadangan, jika tidak-tentu gagal pelunasan.
Proses ini pun menimbulkan kekhawatiran dan mis kepercayaan kepada nasabah. Sebab angka-angka di rekening itu olahan manusia. Jika nasabah bukan praktisi keuangan otomotis menimbulkan ketidaknyamanan pada nasbah.
Sebab, nasabah tak faham sistem IT bank. Nasabah hanya faham dana wajib 50 ribu tak bisa ditarik dan blokiran angsuran 1 bulan kredit bank  apalagi tak bisa diutak-atik nasabah. Begitu pengalaman kredit di bank pemerintah.
Yah, ketika konfirmasi itu, bagaimanapun saya kecewa dengan sistem bank ini. Menurut saya kurang profesional dan kurang mempercayai nasabah. Pemblokiran dengan mengeluarkan status saldo 0 bukan terbaik menurut saya selaku nasabah.
Tetap tampilkan sisa saldo 50 ribuan atau 99 ribuan seperti bank pemerintah itu agar nasabah tahu bahwa saldo rekeningnya sudah tak bisa transaksi lagi. Tapi jika ditampilkan 0 dan nasabah transfer lalu dipotong atas nama saldo minimum dan blokiran satu bulan kredit pegawai kurang profesional sekali IT-nya.
Sebaiknya pihak bank pertama, tak perlu memberi peluang kepada nasabah menguras dana blokiran. Kedua, tampilkan saldo terendah minimal 50 ribuan dan tak bisa ditarik. Ketiga, jika ada kekurangan dana sebaiknya pihak bank menberitahu nasabah jangan memposisikan status saldo 0 rupiah.Â
Jika promo pegawai bank semangat mengirimi sms atau pesan whatsup. Nah jika kredit nasabah bermasalah, sebaiknya semangat pula memberitahu pihak nasabah jangan disurprise seperti pengalaman saya di atas. Nasabah bisa berpikir dan ada waktu untuk mencari solusi. Apalagi di situasi krisis ini, semua kita mengalami masalah keuangan.
Entah kok satu nasabah tak berharga bagi pihak bank. Patah tumbuh hilang berganti. Mati satu tumbuh seribu. Entahlah...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H