Sudah terima rapor bagi siswa atau pelajar. Sudah terima hasil semesteran bagi yang kuliah. Bagaimana hasilnya? Ada yang bagus sesuai ekspektasi tentunya. Sayangnya ada juga tak sesuai ekspektasi.
Demikian juga dengan anak tengah saya. Sekarang sedang duduk di kelas XI IPS. Nilai matematikanya tak sesuai ekspektasinya. Ia cuma meraih 77 sedangkan KKM di sekolahnya, 80. Tekor 3 Angka. Semester lalu, ia tinggal di asrama sekolah.
Belum tuntas, itulah julukan untuk nilai 77 itu. Sialnya, guru bersangkutan memberlakukan limited action.
Artinya, batas waktu remedi habis dan no print rapor lagi. Kecewa pasti. Mengapa kecewa? Ya, karena remedi itu hak anak. Mencetak rapor perbaikan itu kewajiban sekolah.
Itu versi kekecewaan orangtua kepada guru dan administrasi sekolah. Apalagi anak saya tinggal di asrama.
Kedua, kecewa kepada si tengah. Sudah diberi waktu dan kesempatan memperbaiki tugas, eh dia malah ketiduran di asrama sekolahnya hingga dinyatakan limited action untuk melengkapi tugas. Kehabisan waktu.
Memang, guru punya batas kesabaran dan anak pun memiliki kelemahan. Cuek dan tak peduli. Itulah label sering saya sematkan kepada siswa dan anak yang lalai akan tugasnya.
Kedua belah pihak tak bisa disalahkan. Ke depan perlu perbaikan agar semester dua lebih keren dari semester satu. Apalah daya nasi sudah jadi bubur. Bubur tak bisa pula diubah menjadi nasi lagi. Takdir telah menggoreskan ketetapannya.
Semoga kedua belah pihak saling introspeksi. Hak anak jangan dizalimi dan anak pun berusahalah menjadi lebih baik ke depan dengan mematuhi segala peraturan.
Namun, usaha tentu tetap dikuarkan agar Yang Maha Adil menetapkan kesabaran dan mengubah takdir buruk menjadi baik.