Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mentalitas Orangtua Jelang Pendaftaran Sekolah Baru

11 Desember 2022   21:11 Diperbarui: 12 Desember 2022   18:46 941
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Upacara bendera untuk mengawali Tahun Ajaran Baru 2022/2023 di TK-SD Kanisius Sorowajan Bantul, DIY, Senin (11/7/2022). (KOMPAS.com/ALBERTUS ADIT)

Banyak orangtua yang tak percaya bahwa perhatian orangtua akan membuat anak-anak bebas masalah. Mereka akan tumbuh dengan optimis. Justru sikap melenakan anak dan memanjakan anak akan membuat mereka tak percaya diri.

Hal ini akan membuat anak lamban merespon dan lamban mengambil keputusan. Tak sepenuhnya tepat memanjakan anak, karena bisa jadi anak sangat ketergantungan dan mental  tak berani mengungkapkan masalah. 

Kondisi ini bisa mengkondisikan psikologi tak stabil karena ia tak punya waktu sendiri yang cukup dan waktu untuk bereksperimen. Kadang anak belajar menjadi baik dari kesalahannya sendiri.

Ketiga, Tidak Berdiskusi dengan Anak

Sangat mudah melakukan  pengawasan kepada anak dalam mendorong kesuksesan dan membuat anak-anak menjadi lebih baik. Asal orangtua rajin berdiskusi dengan mereka.

Mereka yang dibesarkan dengan cara ini untuk mencapai kesempurnaan dalam segala hal mulai dari penampilan, kesukaan, olahraga, kecerdasan, atau apa saja bisa jadi pribadi yang percaya diri.

Tapi jika sebaliknya sikap orangtua memonopoli dan tidak berdiskusi dengan anak, ketika kesalahan terjadi, mereka merasa tidak berharga sebagai manusia dan menjadi sangat marah sehingga dalam beberapa kasus mereka akan melukai diri sendiri.

Bolos sekolah, melawan kepada guru dengan jiwa berontak, bahkan sampai bunuh diri karena frustasi. Ada beberapa siswa ketika ditanya mengapa tak semangat. Jawaban mereka ringan saja, "Saya tak ingin sekolah di sini. Orangtua yang memaksa."

Keempat, Memilih Sekolah Demi Atasi Kesulitan Anak di Rumah

Orangtua sering menyadari kesulitan dan kelemahan anak. Ini cenderung dijadikan dasar memilih sekolah anak. Atas anggapan dasar bahwa sekolah mampu mengatasi kesulitan dan kelemahan anak di rumah. Tujuan seperti ini, berpotensi membuat anak stres sebab ada tekanan-tekanan atau target yang tidak realistis.

Memilih sekolah anak sebaiknya berdasarkan potensi atau kelebihan yang dipunyai anak. Anak pun mudah mengikuti proses pembelajaran yang berlangsung. Ia senang belajar dan tumbuh motivasi berprestasi dari dalam diri mereka sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun