Data BNPB terakhir menunjukkan 318 orang meninggal dunia, 7.729 orang mengalami luka, dan 14 orang yang masih belum ditemukan jasadnya pada gempa di Cianjur.
Guncangan magnitudo 5,6 ini memporak porandakan 58.049 rumah warga di 16 kecamatan. Setengahnya mengalami rusak berat termasuk menimpa 368 bangunan sekolah, 144 sarana ibadah, 14 fasilitas kesehatan, dan 16 gedung perkantoran.
Total kerugian material ditaksir mencapai Rp 1,6 triliun. Hingga hari ini, upaya pemulihan terus dilaksanakan. Jumlah korban jiwa dan kerusakan infrastruktur yang tinggi mengindikasikan kebutuhan alokasi anggaran yang besar.
Sekaitan dengan itu, bantuan yang datang ke Cianjur disinyalir dilakukan secara serabutan langsung ke posko-posko pengungsian. Masyarakat antusias membantu secara langsung tanpa birokrasi karena mereka ingin menyaksikan langsung kondisi Cianjur.
Akibatnya, distribusi logistik untuk korban gempa Cianjur tak merata dan menyebabkan kemacetan di mana-mana.
Penyaluran bantuan seharusnya terkoordinasi melalui posko utama di Pemda Cianjur. Penyaluran bantuan yang dilakukan secara langsung memang cukup membantu, tapi hasilnya tidak merata. Tak semua korban mendapat bantuan.
Lebih ekstrim lagi, akibat situasi ini muncullah informasi hoaks yang menyebutkan bantuan tidak sampai atau bantuan tidak merata, padahal yang terjadi adalah bantuan tidak terkoordinasi dengan baik sehingga menumpuk di satu lokasi saja.
Para pembawa bantuanpun datang berbondong-bondong ke lokasi bencana. Aktivitas ini menyebabkan terjadi kemacetan di mana-mana. Terutama pada hari Sabtu dan Minggu.
Kemacetan itu menyebabkan proses evakuasi korban dan pendistribusian logistik dari posko utama terhambat karena saudara-saudara kita ingin melihat dan  memberi bantuan langsung.
Nah, bagaimana seharusnya cara kita berempati dan menyampaikan simpati kepada Saudara kita yang mendapat musibah itu? Yuk kita simak tips berikut.