Ada maksud terselubung yang ingin dicapai guru. Ini difahami oleh guru senior dan tentu belum difahami guru muda.Â
Mendekatkan anak dengan orang tua
PR bentuk penyentuh guru kepada orang tua. Anak sering mengadu kurang perhatian dari orang tua mereka. Suatu hari di sekolah saya, beberapa orang siswa tak bisa menjawab soal Ulangan Harian. Lalu saya tanya mereka satu persatu mengapa tak bisa menjawab soal?Â
Tak adakah membaca di rumah? Tak ada orang tua menemani belajar? Ternyata tidak. Di rumah mereka tak belajar. Ayah Ibu baru pulang kerja setelah mereka tertidur.
Mereka belajar dengan pembantu. Tentu mereka ogah belajar, lebih seru menonton bola di Trlevisi. Pembantupun menemani sambil sibuk menyelesaikan tugasnya. Harapan guru di rumah, mereka dikelonin orang tua. Ditemani orang tua agar hubungan orang tua dengan anak semakin dekat.
Guru senior memberi PR tidak untuk membebani siswa, melainkan PR lebih mengarah kepada pembentukan karakter dengan orang tua. Orang tua harus mengedepankan proses pertumbuhan karakter siswa.
Kebijakan Dispendik Surabaya dengan menerapkan 2 jam pelajaran di sekolah untuk pendalaman karakter para pelajar taklah efidien. Pendidikan karakter tak bisa berdiri sendiri. Melekat kepada kebiasaan orang tua di rumah, pelajaran di sekolah, dan teman si anak. Tak bisa dikejarkan khusus di sekolah.
Sejatinya pembelajaran karakter tiap detik. Jam belajar hingga pukul 12.00 WIB dan pendalaman sampai pukul 14.00 WIB, lalu dua jam mengikuti pola pembelajaran melalui pengembangan bakat masing-masing seperti melukis, menari, mengaji, dan lainnya hanya sekelumit menompangi karakter.
PR bagi siswa di tingkat SD dan SMP tak bisa dilakukan melalui kelas pengayaan. Mereka butuh jeda. Pada saat malam hari otak anak kembali zero (kosong). Pada jam inilah waktu tepat baginya memaknai PR.
Pengayaan, saat anak-anak pulang tidak tepat. Mereka sudah eror. Tidak bisa dibebani pengayaan. Pengayaan pun khusus siswa pintar bukan untuk siswa yang belum tuntas.Â
Kebijakan peniadaan PR tentulah mendapat pro dan kontra di kalangan masyarakat khususnya para guru dan orang tua. Â Siswa dibebaskan dari tugas tentulah mereka bertepuk tangan.