"Nep, kamu dari kamar kecil, kan. Kok bau Nep?" Seru salah seorang temannya.
"Masa iya, sih?" Jawab Hernep nyaris tak terdengar. Kemudian ia bergegas menuju masjid. Tiba-tiba ia ingat kemarin makan petai mentah 4 papan.
'Wuih mungkin benar gegara petai itu' bisik hati Hernep. Sekembali Hernep dari masjid sekolah pembahasan rekan kerjanya masih seputar bau WC meski sudah tak berbau. Terpaksa Hernep pura-pura ikut membahas. Sejauh yang ia simak, belum ada kepastian siapa biang penebar bau di toilet.
Sebetulnya Hernep merasa bersalah. Harusnya Hernep pulang jam istirahat untuk ke kamar kecil di rumahnya. Tapi jujur, ia takut pulang nanti di tegur oleh kepala. Apa daya nasi sudah jadi bubur. Bau petai di kamar kecil tak bisa dicabut lagi. Udah telanjur nyebar. Meski teman-teman tak tahu siapa yang punya bau itu. Wk wk wkkkkk.
Mulai esoknya Hernep pun tak berani pipis di kamar kecil ruang guru. Hernep pulang. Lalu kembali pukul 13.30. Masuk kelas dan mengajar. Sudah dua hari. Ternyata dalam pantauan kepala. Hari ini harus menghadap.
Usai membaca tulisan ini, si bosque pun bertanya, " Masih ada Bu Hernep?"
Hernep paham lalu menyerahkan kresek di tangannya. Hernep tahu kepala 11 12 dengan nya. Sama-sama pecinta jengkol dan petai.
Mereka pun tertawa sejenak melupakan Hernep yang sudah bolos. Begitu dahsyat pesona si hijau, petai. Selamat menikmati. Semoga terhibur dengan humor renceh ini.
Ini cuma sekilas resiko makan petai. Enak tapi baunya tak enak.
Yusriana menulis untuk kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H