Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Perjanjian Pranikah Pentingkah?

14 Agustus 2022   17:13 Diperbarui: 14 Agustus 2022   17:24 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjanjian Pranikah 

Sebetulnya perjanjian pranikah ini berbeda-beda tiap-tiap daerah. Menyesuaikan dengan adat istiadat setempat. Seperti di Sontang, Pasaman, Sumatera Barat, sebelum menikah ada istilah marsapa (melamar).

Istilah marsapa ini saat ini menimbulkan pro dan kontra pada sebagian masyarakat karena dinilai memberatkan. Sejauhmanakah marsapa di daerah itu dipandang memberatkan? Lalu apakah perjanjian pranikah ini penting? Bagaimana pandangan Islam atas perjanjian pranikah?

Baca juga: Sakit

Pada daerah tertentu pada saat marsapa inilah biasanya perjanjian pranikah itu ditetapkan. Adapun perjanjian pranikah ini di antaranya:

1. Pihak mempelai wanita bersedia dibawa pihak suami ke mana saja sesuai tempat suami bekerja.

Di daerah ini sudah menjadi idiom tersendiri jika ada lelaki melamar, Padang pikir-pikir, Sidempuan ayoklah, Medan okelah, Jakarta torus dopur (langsung setuju dengan ikhlas).

Arti idiom itu jika ada lelaki melamar sesama orang kampung si wanita pikir-pikir dulu. Jika dibawa ke Sidempuan atau Medan oke tapi masih kurang ikhlas. Namun jika lelaki yang melamar memboyong ke Jakarta maka tanpa pikir panjang si wanita langsung setuju.

2. Perjanjian Uang Mosok dan Mahar

Mempelai wanita yang dilamar pada saat marsapa akan mengajukan uang mosok. Uang mosok adalah sejumlah uang pemberian dari pihak lelaki kepada pihak keluarga wanita. Uang mosok bisa mencapai ratusan juta rupiah tergantung kondisi keluarga dua mempelai.

Biasanya jika si wanita memiliki pendidikan sarjana minimal uang mosok sekarang 60 juta dan jika memiliki barang emas pula si wanita dan berpendidikan sarjana pula maka uang mosok menjadi dua kali lipat. Bisa jadi 120 juta atau 200 juta. Tergantung kesepatan orang tua-tua.

Kesepakatan ini tak pernah memicu pertikaian karena sejatinya pihak lelaki telah faham akan adat istiadat mereka. Meskipun harus membayar uang mosok ratusan juta tambah mahar emas sekian gram bagi pihak lelaki tak masalah karena kebiasaan ini sudah berlaku universal di sana. Turun temurun.

Sebelum melamar biasanya si lelaki sudah menyebar mata-mata. Proses ini namanya 'Proses Manjalahi Boru'. ( Proses Mencari Pengantin Wanita. Si lelaki akan bertanya kepada warga setempat dengan berpura-pura belanja di warung. 

Kepada pemilik warung ia akan menanyakan, " Ada tak ya cewek yang bisa diboyong ke Jakarta?"

Si pemilik warung pun akan mempromosikan sejumlah cewek sesuai ekspektasi si lelaki. Lengkap pendidikan, rumahnya, kekayaannya, dan kesopan santunannya. Si pemilik warung pun memberi bocoran kapan cewek itu keluar rumah.

Nah, si lelaki musti sabar mengintai cewek yang dimaksud kapan keluar rumah. Ketika hari yang ditentukan, si cewek keluar rumah tanpa sadar sedang di amati. Jika pengamatan ini sesuai ekspektasi maka si lelaki akan mengirim pesan. Pesan bisa dikirim lewat yang punya kedai atau lewat tetangga si cewek.

Barulah nanti si lelaki memboyong ayah, mamak, dan pamannya untuk acara lamaran jika si wanita sudah memberi kode setuju. Maka mereka pun lanjut ke taraf taaruf. Berkenalan dan jika setuju membicarakan sejumlah uang mosok dan mahar.

Saya pernah ditanyai salah seorang wali murid di sekolah, "Buk Yus, maaf saya boleh tanya?" Kata beliau.

"Ya, boleh Bu, silahkan. Ibu mau bertanya apa?" Jawab saya sambil tersenyum. Ibu itu lebih tua 12 tahun dari saya.

"Bu Yus katanya bermarga Siregar. Berarti Bu Yus keturunan Tapanuli Selatan, muslim?" Tanya beliau sungkan.

"Benar, Bu." Jawab saya.

"Begini Bu Yus, anak saya yang tua kuliah di Medan kedokteran, udah wisuda. Di sana ia ada suka sama cewek Medan. Minta tebusan 300 juta orang tua si cewek." Cerita beliau jujur.

Saya sempat terenyuh. Prihatin. Penasaran juga. Dengan lembut saya pegang tangan si ibu. " Bu, benar di kampung saya adatnya memang begitu. Tapi ibu boleh menawar dan boleh juga bekerja sama dengan calon menantu ibu. Bisa jadi calon mantu ibu mau membantu di belakang layar. Membantu 100 juta atau mungkin anak ibu dan dia udah menyiapkan tabungan buat itu." Jelas saya.

Kelihatan si ibu pusing. Tak faham karena si ibu berlatar adat berbeda. Begini jadinya jika perjanjian pranikah tak sekufu dalam adat.

Saya pun berlanjut menjelaskan bahwa uang 300 juta itu biasanya setara dengan emas yang dipakai harian si wanita. Misal kalungnya 20 emas setara 40 juta. Bisa jadi dia punya kalung 2 berarti 80 juta. Biasanya memakai rupiah. Setara 20 juta. Berarti emas calon menantu Ibu dari kalung saja udah 100 juta.

Begitu juga gelang rantai dan gelang putarnya mungkin setara 100 juta. Lalu cincin setara 50 juta.  Berarti calon mantu Ibu  akan membawa uang 250 juta ke rumah Ibu. Jika keluarga Ibu memberi uang mosok 300 juta. Biasanya itu disepakati pula oleh calon besan ibu dan calon mantu, uang 300 juta mau dibelikan apa?

Bisa isi rumah bisa pula menambah emas putri mereka atau calon mantu ibu. Meski namanya uang mosok atau uang hangus bukan berarti uang itu untuk keperluan masak. Tapi diberikan kembali kepada kedua mempelai buat bekal berumah tangga mereka. Sayang, si ibu tak faham dan anaknya batal menikah dengan teman dokternya.

Pun saya ingat ketika mau lamaran dan taarufan dengan suami. Kebetulan suami saya orang Minang Kabau. Maka kami bikin skenario di belakang orang tua. Kami menabung hingga bisa menyerahkan sejumlah uang yang diminta orang tua saya.

Itulah perjanjian pranikah. Menurut hemat saya sungguh merepotkan. Menyusahkan. Adapun menurut Islam sendiri, mahar paling baik adalah mahar yang tidak memberatkan calon mempelai pria. Oleh karena itu jika mempelai pria memberikan mahar dengan nominal yang cukup besar, maka sah-sah saja selama hal tersebut tidak memberatkannya.

Hukum Islam pun memperbolehkan pembuatan perjanjian pranikah selama isinya tidak menghalangi kedua belah pihak mendapatkan haknya untuk segera menikah.

Hanya saja seperti kasus di atas kadang menurut pengamatan kita justru memberatkan. Kasihan pihak lelaki. Sehingga di kampung-kampung ada istilah marlojong atau kawin lari. Jika ini menimpa anak dan putri kita tentu malu rasanya.

Jadi, perjanjian pranikah penting. Tapi alangkah lebih baiknya jika perjanjian pranikah ini tak usah menjadi kebiasaan. Kasihan pihak lelaki. Bukankah mempermudah mereka lebih baik?

Tukar cincin : sumber foto tribunews.com
Tukar cincin : sumber foto tribunews.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun