Istri yang Sabar
Ketika kita taaruf atau bilanglah lamaran dengan calon suami kita, Â pertama mungkin kita lihat wajahnya. Ternyata tampan. Wah, tampan dan ganteng. Lulus seleksi wajah.
Kemudian taaruf berlanjut dialog. Lagi, suaranya bagus. Sopan budi bahasanya dan santun bicaranya. Lulus lagi dari segi adab.
Lanjut berkenalan dengan dompetnya. Berapapun mahar diminta oleh ayah kita, ternya disanggupi. Disanggupi mahar yang diminta. Lulus pula dari segi dompet.
Begitulah tahapan kita jelang proses lamaran. Tak jarang kita lupa menyeleksi shalatnya dan kesabarannya. Bahkan kita lupa atau memang tak punya ilmu untuk melakukan shalat dua rakaat istikharah dulu. Meminta restu Allah. Nah, Ketika kita sudah terlanjur menikah dan hanya sampai tahap 3 perkenalan di atas meliputi wajah, adab, dan finansial saja yang kita filter akan sering muncul suami-suami yang tidak sesuai ekspektasi kita.
Jangan menyerah. Meskipun nasi sudah jadi bubur. Kita kembali ke takdir Allah. Bahwa Allah tidak akan memberikan cobaan kepada kita di luar batas kemampuan kita. Lakukan lagi seleksi pasca menikah.
Apakah suami senang lempar barang jika emosi. Suami suka main tangankah? Istilahnya KDRT. Â Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Jika suami terdeteksi KDRT tak ada salahnya kita coba shalat istikharah. Minta pendapat Allah apakah suami kita layak untuk diperjuangkan. Apakah rumah tangga kita bisa dilanjutkan.
Begitupun jika suami kita suka lempar barang. Dikit-dikit emosi, piring pecah. Pun ini bisa kita seleksi dengan shalat istikharah. Memohon pendapat Allah. Layak tidak layakkah rumah tangga kita berlanjut.
Ternyata, terjadi perubahan perilaku signifikan suami jika memang terbaik menurut Allah kita perjuangkan suami kita. Terjadi perubahan sikap dan kelembutan suami.
Di sinilah kunci kesabaran dan doa seorang istri berperan. Â Seperti kita baca pada cerita-cerita novel. Suami dibekali oleh sikap posesif terhadap istrinya. Sebetulnya cerita fiksi itu tak melulu imajinatif tetapi sekian persen ceritanya berdasar peristiwa nyata. Jika kita jujur semua itu akan kita rasakan dalam menghadi pasangan. Baik suami maupun istri karena tak ada manusia sempurna.
Hanya saja istri lebih cendrung banyak mengalah daripada suami. Inilah sisi lembut seorang istri.
Istri memang dituntut untuk sabar. Bahkan banyak situasi istri dituntut perkasa. Dilarang sakit dan sebagainya. Kadang suami meminta jangan berdandan kepada istri karena keposesifannya. Ya, jika ingin langgeng  jangan berdandan. Jika suami tak ingin kita bekerja. Ya jangan bekerja.  Memang riskan kadang dan di luar logika kita.
Utamakanlah selera suami agar kita bisa seiya sekata dengan suami. Sabar memang berat. Terutama buat istri-istri yang masih berusia muda. Tapi percayalah bahwa sabar bisa menundukkan suami kita. Apalagi jika kita selalu update untuk kebutuhan batin dan perutnya. Jika perut kenyang, mata akan mengantuk. Pun jika kebutuhan batin suami dipenuhi maka matanya akan mengantuk. Kapan lagi jelalatan. Pagi sampai sore bekerja dan sore hingga pagi dalam kendali kita.
Tidak hanya sabar kepada suami, sabar kepada suami juga meliputi sabar kepada keluarga suami. Terutama mamanya. Posisikanlah diri kita sebagai juga seorang ibu. Kita pun punya anak laki-laki. Kita sangat menyayangi anak kita. Pun demikian dengan ibu mertua kita. Sangat sayang pada anaknya. Wajar ibu mertua kita juga jeules dengan apa yang diberikan suami kepada kita. Ibunya pun ingin diperlakukan anaknya demikian. Istri dibelikan baju baru. Si mama mertua pun ingin baju baru. Fungsi kita istri mengingatkan suami kita agar berperilaku sama kepada ibunya. Jangan ragu. Dengan bersikap demikian percayalah suami akan makin sayang kepada istirinya. Lagi-lagi akan kita dapatkan suami yang menghargai kita. Karena pada dasarnya anak sayang pula kepada ibunya. Ingat, apa kita tanam maka itulah yang kita petik. Baik kepada ibu mertua maka mudahan kelak menantu menyayangi kita pula.
Memang, tak jarang pula kita temui mertua yang semena-mena kepada menantu perempuannya. Mertua yang membenci menantu. Banyak lagi kasus lain. Jika kita menemukan ini dalam kisah rumah tangga kita. Kembalilah istikharah. Minta pendapat Allah apakah layak kita berjuang untuk kelanjutan suami kita dan keluarganya. Jangan ajak suami apalagi keluarga suami adu jotos. Minta pendapat Allah lewat istikharah. In sya Allah hati mereka akan berubah lembut jika terbaik lanjut. Akan dapat suami atau keluarga baru jika bukan terbaik.
Demikian pula sebaliknya jika masalah datang dari keluarga pihak istri. Maka suami  bawalah istikharah. Mintalah pendapat Allah melali istikharah. Dengan istikharah kita wujudkan keluarga harmonis demi anak-anak tercinta kita bagi yang sudah punya anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H