Centang Siap (S) jika madrasah Saudara Siap menggunakan Kurikulum Merdeka Belajar dan centang Tidak Siap (TS) jika madrasah  Saudara  belum sanggup menerapkan Kurikulum Merdeka Belajar. Itulah salah satu list yang penulis temukan di Madrasah tempat penulis mengajara. Anda tebak tentu Kepala Madrasah menyentang Siap, Tanpa bertanya terlebih dahulu apakah guru sudah siap. Namun, guru siaga tentu harus siap dengan semua perubahan bukan? Agar mendapat gelar guru profesional.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) memang menawarkan kurikulum baru pada akhir tahun 2019 dengan sekolah siap menggunakan kurikulum ini sekitar 2000-an sekolah yang menyebar di Indonesia. Barulah  akan merata  penerapannya direncanakan pada tahun belajar 2022-2023 ini.
Kurikulum ini santer disebut sebagai Kurikulum Paradigma Baru. Kurikulum pengganti Kurikulum 2013 (K-13) yang tengah diujicobakan di 2.500 sekolah penggerak. Program ini berfokus pada pengembangan hasil belajar siswa secara holistik yang mencakup literasi; numerasi dan karakter dengan kepala sekolah dan guru ber-SDM unggul. Baru pada tataran SMK dan beberapa Sekolah Tinggi atau akademi program ini berjalan.
Kurikulum ini diklaim lebih fokus pada materi yang esensial dan tidak terlalu padat materi sehingga guru memiliki waktu untuk pengembangan karakter dan kompetensi siswanya. Dikutip dari laman Kemendikbud, Kurikulum Paradigma Baru bernama Kurikulum Merdeka Belajar ini  memiliki struktur kurikulum di antaranya: Profil Pelajar Pancasila (PPP) yang akan mendasari Standar Isi Pendidikan, Standar Proses Pendidikan, dan Standar Penilaian Pendidikan. Profil ini akan menjadi acuan dalam menetapkan Struktur Kurikulum, Capaian Pembelajaran (CP), Prinsip Pembelajaran, dan Assesmen.
Struktur Kurikulum yang ditetapkan pemerintah ini masih dalam bentuk minimum sehingga untuk kurikulum operasionalnya, sekolah menetapkan dan mengembangkannya sendiri sesuai dengan visi, misi dan sumber daya yang tersedia di sekolah tersebut. Sehubungan dengan itu, ada dua bagian penting dalam Kurikulum ini yakni kegiatan intrakurikuler berupa tatap muka dalam kelas dan kedua kegiatan proyek yang dilakukan untuk mencapai Profil Pelajar Pancasila. Â 20- 30 % dari jam pelajaran yang tersedia pada Kurikulum Merdeka Belajar ini dialokasikan untuk kegiatan proyek.
Kurikulum ini  juga tidak menetapkan jam pelajaran perminggu seperti yang selama ini berlaku di K-13. Jam Pelajaran pada kurikulum iniditetapkan pertahun. Dengan pembagian jam ini, satuan pendidikan diberi keleluasaan dalam mengatur waktu pelaksanaan pembelajaran. Bisa saja, satu mata pelajaran tidak diajarkan pada satu semester, tetapi diajarkan pada semester berikutnya atau sebaliknya. Misalnya, mata pelajaran IPA di kelas VII diajarkan pada semester ganjil dan tidak diajarkan lagi pada semester genap, selama jam pelajaran pertahunnya dipenuhi.
Dalam Kurikulum Merdeka Belajar, mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial pada Sekolah Dasar (SD) Kelas tinggi (IV, V, VI) diajarkan secara bersamaan dengan nama Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Sosial (IPAS). Hal ini ini ditujukan untuk membekali peserta didik sebelum mengikuti pelajaran IPA dan IPS secara terpisah pada jenjang SMP nantinya. Mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komputer (TIK) yang pada K-13 sempat dihilangkan, pada Kurikulum ini dimuat kembali. Menjadi pelajaran wajib di SMP. Pelajaran yang akan diajarkan pada jenjang SMP, SMA/SMK ini boleh diajarkan oleh guru yang tidak berlatar belakang TIK dengan memenuhi persyaratan tertentu.
Akan ada buku panduan guru sebagai acuan guru pemula di bidang TIK untuk mengajarkan kepada siswa. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran, satuan pendidikan tidak terbatas pada satu pendekatan saja seperti K-13 yang hanya menggunakan pendekatan saintifik. Satuan pendidikan dapat menggunakan pendekatan berbasis mata pelajaran, tematik, inkuiri, kolaborasi mata pelajaran ataupun paduannya sesuai dengan peraturan menteri. Â
Pada kurikulum ini terdapat pula penggunaan istilah-istilah baru dalam kurikulum  seperti Capaian Pembelajaran (CP) untuk menggantikan istilah Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) pada K-13. Dalam implementasi kurikulum ini, pemerintah akan menyediakan buku guru, modul ajar, ragam asesmen formatif, dan contoh pengembangan kurikulum satuan pendidikan untuk membantu guu dan siswa dalam pelaksanaan pembelajaran. Â
Dalam hal kualitas, kurikulum ini akan dievaluasi oleh aktor paling penting dalam perbaikan kualitas pembelajaran yakni para guru. Para guru mengevaluasi dalam konteks nyata. Langkah ini melengkapi model uji publik yang biasanya didominasi oleh akademisi dan pengamat yang hanya melihat dokumen kurikulum saja. Â Dengan demikian pada Kurikulum Merdeka Belajar ini, sekolah perlu diberi keleluasaan termasuk dalam memilih kurikulum yang paling relevan, paling cocok, dan sesuai bagi kebutuhan dan konteks sekolah masing-masing.
Lalu muncul pertanyaan apakah Kurikulum Merdeka Belajar ini juga akan mengubah paradigma syarat sertifikasi guru? Pada Juknis_Penyaluran TPG 2021 melalui Simpatika dijelaskan bahwa penerima tunjangan profesi dapat menerima tunjangan profesi dengan persyaratan pembayaran penerima tunjangan profesi (beban mengajar 24 JTM). Akankah rasio ini akan tetap terpenuhi di Kurikulum Merdeka Belajar ini.
Dari segi ekonomi hal itu dipandang sebagai ancaman bagi guru berpendapatan tunjangan profesi guru. Mereka khawatir di kurikulum baru ini hak mereka tidak terpenuhi sesuai keluhan para guru soal pemenuhan beban mengajar 24 JTM per minggu. Wajar mereka gelisah karena adanya perubahan struktur kurikulum K-13 ke Kurikulum Merdeka Belajar ini. Oleh karena itu, syarat beban mengajar tersebut perlu pengkajian ulang kembali pada kurikulum baru ini.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H