Dalam 20 tahun kedepan Indonesia akan memiliki 76juta mulut baru untuk diberikan makan, dengan kata lain jika kita tidak mampu mengendalikan penduduk melalui program Keluarga Berencana, maka dapat dipastikan antara jumlah orang yang membutuhkan makan dan jumlah makanan yang dapat kita hasilkan tentu akan meningkat. Sejarah mengajarkan bahwa krisis pangan dapat menyebabkan instabilitas, pergolakan, dan integritas bangsa.
Permasalahan pemerintah yang lemah, tidak efisiensi dan korup pada esensinya sukar di prediksi, namun suasana ini sangat nyata dan aktual serta terasa dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.Â
Dalam pandangan Prabowo kondisi ini ibarat "lingkaran setan". Pemerintahan yang lemah menyebabkan inefesiensi. Inefesiensi mengarah ke korupsi sehingga menyebabkan berkurangnya pembangunan minimnya layanan publik, dan berkurangnya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Yang menarik untuk kita catat, pertumbuhan ekonomi cukup mantap dengan rata-rata di atas 6%per tahun, tetapi seiring dengan itu ternyata kesenjangan antargolongan masyarakatpun tampak makin melebar, hal itu dibuktikan oleh menibgkatnya indeks gini sebesar 0,41.
Tantangan lain yang juga sangat penting untuk dicermati adalah potret perekonimian Indonesia. Walau sekilas terlihat adalah dalam kondisi ekonomi yang baik, namun bangsa ini secara faktual sebenarnya sedang mengalami ketidak seimbangan struktural yang berbahaya.Â
Yang pertama adalah mengenai jumlah peredaran uang di indonesia. 60% dari seluruh uang yang beredar di negara kita pada kenyataannya beredar di ibukota Jakarta, sedangkan 30% beredar di 32% kota lain nya. Hanya 10%  dari uang yang di Indonesia berada di daerah pedesaan. Ironisnya,lebih dari 50% penduduk kita tinggal di pedesaan. Ini dapat juga di artikan  bahwa hanya 10% uang beredar diantara lebih dari 50% populasi bangsa indonesia.Â
Kedua, APBN Indonesia yang sebesar Rp.1.200 triliun pada tahun 2012, hanya dialokasikan Rp.34 triliun atau 3% saja untuk sektor pertanian. Hal ini jelas sangat bertolak belakang dengan fakta bahwa diatas 50% penduduk Indonesia hidup daei sektor pertanian.Â
Menurut catatan Prabowo sendiri, ketidakseimbangan ini mengindikasikan adanya ketimpangan struktural dalam perekonomian Indonesia. Ketidakseimbangan ini telah menciptakan rasa ketidakpuasan dan rasa ketidakadilan diantara warga bangsa, setelah tahun 1945 sampai sekarang merasakan kemerdekaan, bahwa kemajuan ekonomi hanya menguntungkan segelintir elit saja.
Itulah empat pandangan kritis yang kerap kali dikumandangkan oleh Prabowo Subianto di berbagai kesempatan. Sebagai mantan ABRI yang kini menapaki karir sebagai pengusaha dan tampil sebagai politisi, rasanya wajar kalau ide, gagasan dan pemikirannya terkesan komprehensif dan langsung menyentuh akar masalah yang sedang menghadang bangsa kita. Bagi kita Prabowo Subianto adalah sosok yang memiliki banyak kelebihan dan layak untuk diberi kesempatan guna mengelola bangsa dan negeri tercinta Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H