Namun sayangnya, anggota dewan kita tidak melihat demikian. Mereka berasumsi era keterbukaan memberikan tempat yang luas bagi setiap orang dalam mengkritik atau mengawasi setiap inci yang mereka lakukan. Â Dengan kata lain, mereka melihat keterbukaan sebagai sebuah ancaman bagi posisi mereka.
Keadaan inilah yang melahirkan Undang-undang MD3 yang salah satu pasalnya berisi anti kritik terhadap anggota dewan. Hal ini tentu memasung kebebasan pers di Indonesia. Pers dalam hal ini wartawan, seharusnya terlindungi dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam mengumpulkan dan memberitakan segala sesuatu yang patut untuk diketahui masyarakat.
Pers tidak boleh di kekang, pers tidak boleh di pasung dan pers tidak boleh mati karena kepentingan pribadi dan golongan. Sebagai bangsa yang menganut sistem demokrasi yang mana menjamin tentang kebebasan berekspresi, kita harus bergandengan tangan melawan pihak-pihak yang mulai menujukan sifat-sifat otoriter yang ditunjukan dengan anti kritik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H