Melalui Sound of Borobudur, kita akan "merasakan" Borobudur tanpa harus menginjakkan kaki ke candi. Dengan Sound of Borobudur pula, kita bisa semakin menyadari bahwa Borobudur bukan sekadar latar menarik untuk melakukan swafoto dengan gaya ala gen milenial jaman sekarang.
Lebih dari itu, Borobudur ternyata mampu mempersatukan nusantara dan dunia dengan musiknya. Tentu saja, ini karena Borobudur memiliki lebih dari 200 relief alat musik juga 40 relief ansambel musik yang begitu menarik.
Inilah sejarah baru perkembangan peradaban manusia di abad ke-8 yang mempersatukan bangsa-bangsa di dunia. Yuk teriakkan, "Wonderful Indonesia...".
Perhelatan Sound of Borobudur Diselenggarakan secara Daring dan Luring
Menjadi salah satu saksi dari perhelatan Sound of Borobudur memang menjadi kebanggaan tersendiri. Ya, acara yang saya ikuti langsung via Zoom setelah sebelumnya saya telah melakukan registrasi di website mice.id/ICB/online ini menawarkan sebuah persepsi baru tentang "Borobudur" dalam arti yang lebih luas.
Acara ini hanya ditayangkan secara daring? Tentu tidak. Selain ditayangkan via zoom, YouTube Sound of Borobudur juga YouTube Harian Kompas, konferensi bergengsi ini juga diadakan secara langsung di Balkondes Karangrejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Kamis (24/6/2021).
Beberapa Musisi dan Tamu Penting Meramaikan Konferensi Sound of Borobudur
Konferensi Internasional Sound of Borobudur "Music Over Nations: Menggali Jejak Persaudaraan Lintas Bangsa Melalui Musik" ini digawangi oleh Trie Utami, dengan dukungan musisi lain seperti Dewa Budjana, Viky Sianipar, dan para pegiat musik Sound of Borobudur lainnya.
Orkestra Sound of Borobudur dilantunkan sangat indah saat pembukaan konferensi, dan ini luar biasa membuat saya terharu.
Beberapa tamu penting turut hadir dalam konferensi ini. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno selaku keynote speaker memberikan sapaan dan kekaguman kepada tim Sound of Borobudur.
Bahkan ia merasa terharu saat Trie Utami dan musisi Sound of Borobudur membawakan lagu nasional "Indonesia Pusaka" dengan aransemen musik yang begitu indahnya.
Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah juga bersemangat memberikan sambutan via daring, dimana support akan terus diberikan untuk gerakan Sound of Borobudur dan memberikan apresiasi atas kerjasama tim yang begitu kuat.
Perwakilan dari MPR RI, DPR RI, UNESCO, juga musisi Purwa Caraka, Addie MS, Tantowi Yahya dan sejumlah narasumber lain juga tamu undangan turut memeriahkan konferensi ini, baik secara daring maupun luring.
Walaupun begitu, acara ini terselenggara sangat baik karena protokol kesehatan diterapkan secara ketat, bahkan setiap tamu yang hadir secara langsung diberi fasilitas swab antigen untuk menjaga kenyamanan bersama.
Merasakan "Energi" dari Harmonisasi Alat Musik Sound of Borobudur
Saat ini kita mengenal musik sebagai alat diplomasi, bahkan menjadi pemersatu bangsa. Ternyata kondisi demikian telah terjalin semenjak 13 abad yang lalu.
Musik telah sukses menjadi sebuah alat komunikasi dan ini ternyata memberikan pengaruh positif, baik dalam konteks lintas bangsa, maupun lintas daerah dan lintas etnis di nusantara.
Melalui musik, kita bisa melakukan diplomasi budaya melintasi bangsa-bangsa di dunia. Apalagi telah banyak juga yang mengetahui bahwa Borobudur menjadi lumbung ilmu pengetahuan & ilmu budaya semenjak dulu.
Memasuki satu dimensi saja pada reliefnya, kita akan mengetahui pergerakan manusia secara keseluruhan di masa lalu. Apalagi jika setiap relief dipelajari secara detail, tentu akan banyak informasi lain yang terkuak.
Dimana keberadaan alat-alat musik yang terpahat pada relief Candi Borobudur ini? Tentu saja tersebar kemana-mana. Hingga saat ini, beberapa alat musik ini masih dimainkan di 34 provinsi di Indonesia, serta di lebih dari 40 negara di seluruh dunia.
Sebagian lagi, alat-alat musik tersebut belum dapat ditemukan keberadaannya. Nah, hal inilah yang menginisiasi Trie Utami dan tim untuk mewujudkan alat musik baru sesuai dengan yang terpahat pada dinding Candi, tentu sesuai dengan interpretasi tertentu.
Jujur, saya sangat takjub dengan ini. Ternyata saat alat musik ini dibunyikan bersama-sama, harmonisasinya sungguh terasa. Mengalirkan sebuah energi dan semangat untuk membangun kehidupan bersama. Sebuah mimpi dan kerinduan yang terwujud nyata.
Seolah kita kembali ke masa lalu, dan sebuah interpretasi lalu muncul, "Seperti inikah dulunya orang-orang jaman dulu bermain musik bersama? Seharmonis ini ternyata... ". Â
Merespon Positif Sound of Borobudur lalu Berkolaborasi
Penyanyi Trie Utami telah mempersiapkan kolaborasi Sound of Borobudur sejak 2016 bersama teman-teman musisi lainnya. "Berangkat dari masyarakat Borobudur, kami akan mengembalikan lagi untuk mereka. Borobudur bukan hanya milik warga Borobudur tapi milik bangsa, bahkan dunia. Borobudur is calling...", katanya.
Awalnya musik Sound of Borobudur masih terwujud sederhana, yaitu hanya terdiri dari 3 komposisi. Lalu musik yang dibuat ini didistribusikan ke beberapa Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) beberapa negara, disamping jejaring Sound of Borobudur yang semakin luas.
Tak disangka, banyak pihak yang merespon positif. Bahkan beberapa musisi di negara lain dengan kreatif melakukan kolaborasi dengan video musik yang pertama dan mengirimkannya kembali kepada tim Sound of Borobudur.
Itulah salah satu bukti bahwa musik memiliki daya magic yang begitu kuat untuk mempersatukan bangsa-bangsa di dunia.
Alat Musik yang Terpahat di Candi Borobudur 1300 Tahun Lalu
Keberadaan alat-alat musik yang terekam ini membuktikan bahwa Candi Borobudur pada saat itu menjadi salah satu pusat budaya dunia, dalam hal ini pada konteks musik.
Bahkan beberapa narasumber yang memeriahkan acara ini juga bercerita bahwa hingga saat ini, belum ditemukan situs-situs lain yang menampilkan alat musik sebanyak yang ada di Candi Borobudur.
Para pegiat musik Sound of Borobudur terus melakukan riset dan eksplorasi untuk membunyikan kembali berbagai alat musik yang tepahat di relief-relief candi, seperti Karmawibhangga, Jataka, Lalitavistara, Avadana, dan Gandavyuha di Candi Borobudur.
Nah, seperti yang diinformasikan lebih awal, hasil ekplorasi tersebut menghasilkan temuan lebih dari 200 relief tentang alat musik yang terdapat di 40 panel di candi ini.
Sekitar 40 jenis instrumen alat musik hasil interpretasi tim adalah jenis alat musik kordofon (petik), aerofon (tiup), idiofon (pukul), dan membranofon (membran).
Nah, beberapa alat musik yang terpahat di relief candi yang masih digunakan di seluruh dunia hingga saat ini, diantaranya Ranat Ek -- Thailand, Balafon -- Gabon, Marimba -- Congo/Tanzania, Garantung -- Indonesia, Mridangam -- India, Ghatam -- India, Udu -- Nigeria, Bo -- China, Bhusya -- Nepal, Small Djembe -- Mali/West Africa juga Traditional Drum -- Sri Lanka.
Ada pula alat musik Musavu -- Tamil, African Drums -- Africa, Tabla -- India, Kendang -- Indonesia, Conga -- Latin America, Tifa -- Indonesia, Muzavu -- Tamil, Pipa -- China, Setar -- Iran, Oud -- Saudi Arabia, Biwa -- Japan, Lute -- English, Ud -- Turkey dan Dombra -- Kazakhstan.
Alat musik seperti Bowed String -- Italy, Ngombi -- Algeria, Kora -- Gambia, Zeze/Lunzenze -- Kenya, Kwere -- Tanzania, Saenghwang -- Korea, Sho -- Japan juga Bansuri -- India tak ketinggalan ditampilkan dalam sebuah video saat opening konferensi Sound of Borobudur ini.
Semua benar-benar nyata, bahwa akhirnya puluhan alat musik bersejarah ini kini bisa digaungkan kembali dan didengar oleh masyarakat dunia. Inilah bukti bahwa Borobudur Pusat Musik Dunia, baik di masa lalu maupun saat ini.
Pesan dan Kesan dari Musisi Indonesia tentang Sound of Borobudur
Konferensi Sound of Borobudur "Music Over Nations: Menggali Jejak Persaudaraan Lintas Bangsa Melalui Musik" menjadi sejarah baru perkembangan musik dunia. Purwa Caraka saat menyapa via daring juga memberikan semangat luar biasa terkait gerakan Sound of Borobudur.
Menurutnya, relief alat musik di Candi Borobudur sesungguhnya sudah lama ada, bahkan tidak ada yang istimewa karena hanya menjadi ilmu pengetahuan yang pasif. Kini, ide untuk membunyikan kembali alat-alat musik  tersebut adalah gagasan cerdas dan menjadikan Borobudur jauh lebih istimewa.
Musisi Addie MS juga memberikan tanggapannya terkait Sound of Borobudur. Menurutnya, tak semua perbedaan itu nilainya buruk, contohnya saat bermusik. Bayangkan jika ada sebuah orkestra yang memainkan satu melodi sama, tentu akan membuat boring si pendengar.
Namun apabila perbedaan dalam bermusik itu dirangkai dengan baik, maka ini justru menjadi sebuah keunikan yang menghasilkan harmoni atau simfoni yang indah. Dan, inilah yang ia temukan dalam Sound of Borobudur.
Riana Dewie
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H