Waktu kecil, saya suka banget lari-larian melewati setiap sudut rumah simbah yang lumayan luas. Berhias korden kain tebal berwarna hijau dengan jumlah yang lumayan banyak karena banyaknya ruang yang harus ditutup.Â
Ruang tidur didominasi dengan furniture gaya vintage, seperti dipan untuk tidur yang terbuat dari kayu, juga laci kayu yang umurnya mungkin sudah hampir setengah abad.
Gaya Vintage di Rumah SimbahÂ
Ruang tamu pun kian kental memamerkan aneka furniture gaya vintage yang bisa dibilang abadi, mulai dari saya lahir hingga hari ini masih ada. Andai ada rusak-rusak sedikit pada kursi tamu, dulu simbah segera memperbaikinya sehingga semua perabot ruangan terawat dengan baik.Â
Di teras rumah, masih terlihat kursi panjang dari kayu, seperti kursi angkringan, yang menyambut setiap tamu yang datang. Ya, tempat ini juga menjadi spot favorit kami saat ngobrol santuy bersama keluarga.
Sayang, semua itu kini hanya tinggal kenangan. Simbah kakung dan putri kini telah tiada meninggalkan sebuah 'kenangan' di salah satu desa yang ada daerah di Ceper, Klaten. Ya, bahkan perabot didalamnya tak pernah lagi disentuh. Didatangi pun hanya sesekali saat kami ada acara nyekar kesana.Â
Masih terasa kuat di ingatan, betapa riuhnya rumah simbah saat hari raya Idul Fitri digeruduk anak cucunya yang datang dari berbagai kota setiap tahunnya.
Dulu sempat merasa takut, bagaimana jika kelak tak bisa lagi merasakan kehangatan ini? Tak bisa lagi ngemil peyek teri buatan simbah putri, tak bisa lagi menikmati sambal goreng dengan kreceknya yang gurih sedap, tak bisa lagi melihat mbah kakung berkeliling kampung dengan sepeda untanya?Â
Ah, akhirnya kehidupan harus terus berjalan dan semua ini tertinggal di album kenangan hati saya.
Tempat ini Membawa RinduÂ
Ngomong-ngomong tentang kenangan di hati, tentu ini tak jauh-jauh dari segala hal yang berperan dalam hidup saya. Nah, salah satu cara membuat sebuah kenangan adalah menikmati keindahan Tuhan. Ya, bolehlah dengan piknik atau sekedar refreshing untuk melepas penat.
Tak dapat dipungkiri, hampir semua orang di dunia merasakan dampak pandemi yang hingga hari ini masih terus menghantam keseharian kita. Menghadapi kondisi demikian, jangan lupa seimbangkan diri dengan refreshing, mungkin bisa ke pantai, gunung, atau ke suatu tempat yang dirasa masih aman dari kerumunan.
Saya akan berbagi sedikit cerita tentang sebuah tempat, dimana ini membuat saya rindu akan rumah simbah di desa dengan suasana hijaunya. Ini adalah sebuah cerita tentang sebuah bangunan dengan kemasan joglo lawas yang menyambut kedatangan saya dan kawan-kawan sore itu, masih dalam suasana tahun baru.Â
Pintu masuknya klasik banget, dipenuhi dengan rongga-rongga khas gaya jadul yang penuh filosofi. Bangunan ini dulunya dimiliki oleh pasangan suami isteri di kisaran tahun 1850-an, dan kini telah dihuni oleh generasi ke-4.
Jika awalnya tempat ini hanya dimanfaatkan sebagai tempat tinggal juga beberapa aktivitas sosial untuk kampung, kini bangunan yang kental dengan nuansa Jawa ini bisa dinikmati oleh semua orang yang ingin singgah, ya sekalian ngopi sambil menikmati aneka kudapan tradisional.
Nah, siapapun boleh melabeli ini sebagai tempat nongkrong vintage, sentra jajanan pasar, warung kopi jadoel, warung masakan simbah, atau apalah yang cocok disematkan untuk tempat ini. Gimana gaes, hawa-hawa rindu masakan jadul sudah mulai terasa sampai disini? Hihihi...
Warung Kopi Lumbung Mataram Sajikan Nuansa dan Masakan "Ndeso"Â
Di area dengan luas kira-kira 1 hektar ini berdiri beberapa bangunan original, yaitu pendopo joglo seperti yang telah disampaikan di atas juga beberapa rumah yang masih dimiliki oleh satu keluarga.Â
Ada pula area luar pendopo, berupa lahan kosong yang berdiri beberapa pohon besar, juga area di sisi lainnya yang ditanami beberapa bibit pohon setelah mendapat bantuan Dana Keistimewaan DIY.
Ya, jika kelak warung ini sudah selesai dibangun, jangan khawatir tak mendapat tempat parkir karena mau seribu mobil yang masuk pun akan ter-cover dengan aman di sini.Â
Baiklah, jika tadi saya sudah pamerin tentang bangunan vintage-nya, sekarang saatnya saya beri bocoran keunggulan lain dari tempat kuliner yang dinamakan Warung Kopi Lumbung Mataram ini.
1. Masakan Ndeso yang Pas di LidahÂ
Jika suatu saat bapak, ibu, pakdhe, budhe atau siapapun yang kamu kenal akan merayakan ultah tapi masih bingung cari tempat yang nyaman dengan masakan ndeso yang rekomended, pilih saja warung kopi yang satu ini.Â
Dijamin deh, sajiannya pas di lidah, variannya lengkap, mulai dari sayur lodeh jantung pisang, sego lumbung mataram, oseng bunga pepaya, oseng ikan pindang, aneka baceman juga aneka kudapan jadul dan bakal ada menu istimewanya, yaitu Ayam Lumbung Mataram yang gurih banget. Oh ya, menu lengkapnya bisa kepoin IG @kopilumbungmataram ya.
2. Hawa Adem sambil Cuci Mata Â
Nah, selain makanan yang disajikan bervariasi, kamu juga bisa ngopi sambil menikmati hawa adem tempat ini karena dikelilingi oleh pepohonan yang rindang. Bisa banget nih ngajak main bahkan nembak gebetan disini, suasananya tuh syahdu banget kalau malam. Beneran deh. hihihi...
Oh ya, ada satu pohon yang favorit banget yang menarik perhatian saya, yaitu pohon kelengkeng. Hihihi... Gak kebayang kalau besok sudah berbuah, pasti gampang banget dipetik karena pohonnya pendek :D
3. Spot Foto InstagramableÂ
Buat kaum narsis seperti kamu, iya kamu yang sedang baca tulisan ini... (hihihi bercanda), bisa banget loh pilih-pilih sudut area ini untuk berfoto ria setelah sruput wedang uwuh, itu tuh si penghangat badan.Â
Mau menampilkan pose sedang ngopi sambil duduk santai di kursi jadulnya, mau gaya berteduh di bawah pohon, mau rebahan di jalan setapak, mau senyum sambil cuci tangan dalam rangka mematuhi protokol kesehatan, bisa banget dicoba. Hihihi, lumayan toh feed IG kamu makin cantik?
***
Baiklah, sepertinya sudah cukup saya pamerin nuansa ndeso Warung Kopi Lumbung Mataram yang membuat saya bernostalgia dengan suasana desa rumah simbah yang penuh dengan kenangan itu. Tidak perlu khawatir terkait harga menu-menu nikmat disini, terjangkau banget kok mulai dari Rp. 3 ribu-an hingga belasan ribu aja.
Ya, setidaknya saya jadi tahu, bahwa merawat kenangan bisa dilakukan dengan apa saja, dimana saja. Asalkan, rasa di hati tak memudar walau waktu terus berputar.
Riana Dewie
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H