Tapi, budaya orang lama atau jaman dulu, perempuan yang sudah dianggap cukup umur kebanyakan dinikahkan di usia muda. Ada yang bilang karena orang tua jaman dulu kurang teredukasi tentang bahaya pernikahan muda, ada yang bilang karena pada saat itu perekonomian negara sedang kurang baik, bahkan sumber lain mengatakan bahwa nikah muda marak terjadi demi meringankan beban orang tua.
Kebutuhan masa kecil saya tercukupi karena perjuangan bapak dan ibu pastinya, disamping orang-orang yang mengasihi kami sedari dulu yang tak jarang menjadi sumber rejeki.
Peran Ibu Bagi Masa Depan Saya
Sepertinya saya takkan bisa menuliskannya satu per satu tentang peran ibu di kehidupan saya. Setiap detik nafas saya pun, ibu selalu ada didalamnya. Mulai dari menyusui, mengganti popok, menyuapi, membimbing belajar, memberi nasihat, membiayai sekolah hingga menikahkan saya dengan lelaki yang saya cintai.
Nah, izinkan saya berbagi sedikit pengalaman yang membuat saya bersyukur memiliki ibu walau dengan segala kekurangan maupun keterbatasannya.
1. Selalu Memberi yang Terbaik
"Dulu normal (melahirkan), tapi waktu itu ibu minta harus ditangani dokter. Walau harus nunggu lama karena dokternya sedang rapat, ya dikuat-kuatin sampai akhire kamu lahir. Rasanya sakit sekali", cerita ibu. Â
Di sebuah rumah sakit bersalin di daerah Kartasura, saya dilahirkan. Walau merasakan sakit luar biasa, namun ibu senang karena anaknya terlahir dengan sehat. Dan bersyukur lagi karena ibu tak harus menanggung sakit hingga lebih dari 24 jam, seperti pengalaman yang pernah beliau dengar dari orang-orang sekitar.
Saat kelahiran anak kedua, prosesnya lebih mudah lagi bahkan rasa sakitnya berkurang karena ibu telah mendapatkan edukasi yang lebih baik tentang kehamilan. Dari ibu saya belajar, bahwa segala sesuatu harus dipersiapkan secara matang dan jangan takut bertanya kepada orang lain. Â
2. Fokus Merawat Anak
"... Setelah lahiran, waktu ibu hanya untuk ngurus dedek, mau membesarkan dengan tangan sendiri", sepenggal kata yang ibu ucapkan, mewakili perasaan hatinya 30 tahun lalu. Ya, menetes lagi deh air mata ini. Sambil tiduran, saya terus mendengarkan cerita ibu yang hampir seperti dongeng ini. Setelah saya lahir, ibu memilih untuk merawat saya sendiri dan resign dari pekerjaannya karena tak ingin sedetikpun melewatkan momen berharga perkembangan anaknya.