Mohon tunggu...
Riana Dewie
Riana Dewie Mohon Tunggu... Freelancer - Content Creator

Simple, Faithful dan Candid

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

5 Pesan Joko Pinurbo tentang Menulis Puisi di Festival Patjar Merah

6 Maret 2019   21:46 Diperbarui: 8 Maret 2019   06:33 2169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Joko Pinurbo (berdiri) dan Fx. Rudy Gunawan (duduk) - Dok.Pri

"Saya tidak akan mengajari Anda menjadi penyair, tapi bagaimana Anda bisa berkomunikasi dengan sentuhan puitik sehingga menggugah empati orang", tutur Joko Pinurbo saat mengisi acara Lokakarya Penulisan Kreatif Berpuisi di Festival Patjar Merah, Yogyakarta (02/03/19).

Joko Pinurbo, seorang penyair unik yang karyanya populer di kalangan penikmat sastra sejak akhir 90-an. Sosok yang puisi-puisinya tak jarang mengandung kata "nyeleneh" atau "nakal" ini memiliki karakter yang tegas namun humoris. Beruntung saya bisa mengikuti lokakarya ini, sekalipun secara karakter tulisan saya memang bertolak belakang dengan fiksi.

Semangat Jokpin, panggilan akrab Joko Pinurbo, memang tak ada habisnya dalam berkarya. Ia mulai menulis puisi di usia 15 tahun, kira-kira saat masuk SMU.

Dalam perjalanannya, ia harus mengalami jatuh bangun saat mematangkan karyanya. Ratusan puisinya bahkan pernah ia musnahkan dalam bara api lantaran kecewa saat antologi puisinya ditolak oleh beberapa penerbit.

Buku Kumpulan puisi Joko Pinurbo bertajuk
Buku Kumpulan puisi Joko Pinurbo bertajuk
Lantas, frustasinya berkepanjangan? Tentu tidak, seandainya iya, hari ini mungkin kita tidak mengenal namanya, apalagi karyanya.

Nah, buah kesabarannya selama 20 tahun menulis puisi akhirnya menghampiri. Buku dari kumpulan puisi bertajuk "Celana" akhirnya sukses diluncurkan di tahun 1999 dan tak sedikit yang mengamini bahwa karyanya ini memang spektakuler.

Dari sinilah karya-karya Jokpin selanjutnya familiar di hati masyarakat. Sangat jelas terlihat bahwa puisinya banyak mengandung nilai refleksi hidup, mudah dipahami oleh pecinta sastra.

Ia pun dijuluki oleh Fx. Rudy Gunawan, sesama penulis yang juga memiliki banyak karya, sebagai penyair yang karyanya selalu update dengan kondisi saat ini. Jadi, tak heran jika puisi-puisi dari pria kelahiran 11 Mei 1962 ini digemari oleh berbagai kalangan.

Lokakarya Penulisan Kreatif Berpuisi di Festival Patjar Merah (Dok.Pri)
Lokakarya Penulisan Kreatif Berpuisi di Festival Patjar Merah (Dok.Pri)
Selama mengikuti lokakarya ini, ada banyak nilai dan pesan menarik yang saya dapatkan dari sastrawan yang tergolong produktif ini. Penasaran? Berikut sedikit oleh-oleh saya.

Peluang Bisnis Industri Sastra Makin Populer Saat ini 

Banyak canda yang ia lemparkan saat berkomunikasi dengan peserta. Tak khayal, peserta pun dibuat terbahak setiap ia curhat tentang pengalaman hidup.

"Puisi saya justru sering dijual dalam tanda petik oleh banyak orang. Mereka yang dapat duitnya, saya dapat keringatnya...", ungkap Jokpin dengan wajah memelas. Sontak peserta tertawa mendengar pengakuannya ini.

Ya, peluang bisnis industri sastra memang sedang populer di kalangan masyarakat. Ia mengatakan, seorang kawan penyair membuka jasa rangkai kata dengan bayaran Rp. 400.000,- per quote. 

Banyak orang memesan ini untuk berbagai kebutuhan, di antaranya sebagai ucapan romantis ultah sang pacar, quote nikahan dan sebagainya. Alhasil, bisnis ini laris manis dengan omset per bulan puluhan juta.

Tak hanya itu, kutipan puisinya dan penyair lain pun sering menjadi materi "jualan" beberapa pihak di media digital demi meraup keuntungan. Kecewa pasti ada, namun ia tak ambil pusing dengan itu, selama namanya diikutkan dibawah kutipan.

Nah, bisnis ini benar-benar menjanjikan ya ternyata?

Puisi itu harus Mengandung Nilai Rasa
Sebagai sastrawan asli Jawa, ia suka menyematkan kata-kata yang bermakna "dalam" pada puisinya, sebagai bubuhan nilai rasa katanya. Sebagai contoh, kutipan salah satu puisinya berjudul "M" berikut ini:

"Cangkemmu adalah surgaku," kata harimau. 

Dan kata guru bahasamu, di dalam kata asem ada asu yang telah ditangkal tangan yang kalem.

Jokpin menuturkan, ia lebih suka menggunakan kata "cangkem" (dalam bahasa Jawa yang artinya mulut) daripada kata "mulut". Alasannya, kata "cangkem" memiliki nilai rasa yang lebih kuat, lebih menuju sasaran dan tak memiliki makna ganda.

Tak heran ya jika puisi dari pria yang mulai menelan suksesnya di tahun 37 ini sering disebut nyentrik dan memiliki pesan hidup yang kuat.

Joko Pinurbo (berdiri) dan Fx. Rudy Gunawan (duduk) - Dok.Pri
Joko Pinurbo (berdiri) dan Fx. Rudy Gunawan (duduk) - Dok.Pri
Puisi itu terdiri dari 25% draft dan 75% penyuntingan
Nah, sebelum lokakarya ini dimulai, para peserta diminta mengirimkan puisi untuk "dibedah" bersama-sama saat acara. Namun hanya beberapa saja, mengingat waktu yang sangat terbatas.

Ia menegaskan, seorang penyair akan menghasilkan karya dengan proses unik, yaitu 25% membuat draft dan 75% menyuntingnya. Di sanalah seni berpuisi akan terasa.

Baginya, menulis puisi itu menantang tapi asyik, dan melalui penyuntingan ini, ia akan menunjukkan asyiknya di bagian mana. Singkat cerita, dipilihlah sebuah puisi berjudul "BANGKU CINTA", karya seorang peserta namun tak disebutkan namanya. Berikut puisinya:

Sudah terlalu lama
Kita duduk di bangku yang sama
Dengan aku menghadap belakang
Dan kau menghadap depan
Sampai-sampai kita saling lupa rupa. 

Menurut Jokpin, puisi ini "mahal" karena menggunakan kata-kata indah, apalagi menulis puisi pendek bukanlah pekerjaan mudah.

Walau begitu, ia mengatakan bahwa karya ini akan memiliki nilai yang lebih tinggi apabila disunting di beberapa bagian; bisa menggantinya dengan kata lain yang lebih dalam atau mengubahnya dengan kata yang lebih efektif. Baginya, mengutak-atik puisi adalah hal menyenangkan apalagi akan membuat puisi lebih sempurna.

Setelah 20 menit berjalan, didapatlah "BANGKU CINTA" versi baru ala Jokpin:

Sudah terlalu lama
Kita duduk di bangku yang sama
Aku menghadap barat, kau menghadap timur
Kita saling lupa rupa

Bagaimana menurut kamu? Terasa lebih enak dibaca bukan?

Nah, Jokpin mengharapkan agar para penulis masa kini dapat menjalani proses kreatif penyuntingan puisi ini dengan sabar. Tentu saja demi menghasilkan puisi yang lebih bagus. 

Beberapa buku yang dijual paketan di Festival Patjar Merah (Dok.Pri)
Beberapa buku yang dijual paketan di Festival Patjar Merah (Dok.Pri)
Puisi harus visual, memberi gambaran konkrit
Masih di acara lokakarya Festival Patjar Merah, Jokpin beralih ke puisi lain untuk dilakukan penyuntingan. Sebuah puisi panjang memenuhi kertas, yang jelas lebih ruwet dari puisi pertama. 

Setelah dibaca keseluruhan, para peserta ternyata kesulitan menemukan kerangka/alur ceritanya. Akhirnya Jokpin  pun angkat bicara, menerangkan bahwa penulisan puisi seperti ini memang kurang efektif.

Untuk memenuhi syarat menjadi sebuah puisi yang baik, iapun mengajak berdiskusi  para peserta untuk melakukan penyuntingan.

Tak tanggung-tanggung, penyuntingan untuk puisi ini tergolong radikal karena harus memangkasnya dari 8 bait menjadi 3 bait, serta menukar posisi bait agar jelas alur ceritanya. Bagaimana akhirnya nasib puisi ini? Peserta pun dibuat takjub karena karya tersebut disulap menjadi puisi baru yang luar biasa.

Lalu, seperti apa sih puisi yang bagus itu? Sebagai contoh, puisi "BANGKU CINTA" di poin 2 tadi, dirasa lebih mudah ditangkap maknanya dan mengandung hikmah yang sangat bagus untuk kehidupan sosial kita di masa ini. Menurutnya, di beberapa barisnya mengandung kontradiksi dari orang-orang yang sudah terikat oleh cinta.

Sayangnya, pada puisi diceritakan bahwa apa sudah dipersatukan oleh cinta tersebut akhirnya dipisahkan oleh perbedaan ideologi, agama, prinsip, budaya, politik atau hal lain yang wajar terjadi saat ini. So, menarik ya isinya? ☺️

Jangan terlalu "cerewet" dalam berpuisi
Cerewet dalam kehidupan sehari-hari itu sah-sah saja, namun jangan lakukan saat berpuisi. Cerewet dalam hal ini adalah menulis puisi secara detail sehingga pembaca tak memiliki kesempatan untuk memaknai puisi tersebut sesuai imajinasi mereka.

"Jangan menuntut pembaca untuk mengerti idealisme Anda", tegas Jokpin.

Baginya, pengalaman selama puluhan tahun di dunia sastra ini mengajarkannya banyak ilmu, di antaranya saat menyampaikan pesan kepada pembaca lewat sebuah karya. Puisi akan lebih natural apabila pembaca dapat berjalan sendiri sesuai imajinasinya saat memaknai sebuah puisi. Tentu saja, hal ini akan menimbulkan rasa yang berbeda. 

***

Peserta Lokakarya berfoto bersama Joko Pinurbo (Dok.Pri)
Peserta Lokakarya berfoto bersama Joko Pinurbo (Dok.Pri)
Apoteker, dokter gigi, dokter hewan juga pengusaha adalah sebagian profesi yang masuk dalam list pembaca karya-karya Jokpin.

Selain menulis puisi, Jokpin menghabiskan waktunya dengan mengisi kelas-kelas menulis, terutama puisi dimana kebanyakan pesertanya adalah anak muda yang ingin memperdalam ilmu dalam merangkai kata. 

Melihat fenomena ini, di akhir acara ia memberi pesan kepada peserta lokakarya. Jika dulu dengan kondisi serba terbatas ia bisa menghasilkan karya, generasi muda saat ini harusnya lebih bisa berprogres karena peradaban dan teknologi yang semakin maju.

Ada banyak pesan dari Sosok Joko Pinurbo yang masih terngiang hingga hari ini. Ia mengatakan bahwa puisi yang baik akan tercipta jika kita berani membuang kata-kata yang mubazir (tidak diperlukan), mengganti diksi, menciptakan harmonisasi serta membentuk koherensi.

Empat kunci inilah yang menjadi dasar saat melakukan penyuntingan. Jika sudah dikuasai, puisi akan tampak lebih hebat.

Masyarakat Jogja memadati Festival Literasi Patjar Merah (Dok.Pri)
Masyarakat Jogja memadati Festival Literasi Patjar Merah (Dok.Pri)
Nah, pesan selanjutnya yang bikin saya malu sendiri adalah jangan pelit membeli buku. Hihihi... Ya, seperti yang ia lakukan di puluhan tahun yang lalu sejak konsisten terjun di dunia sastra.

Jokpin bahkan rela berpuasa demi mendapatkan buku-buku yang ia butuhkan untuk mengembangkan diri, agar lebih lihai merangkai kata-kata indah.

"Di bawah ada banyak buku. Selesai acara langsung beli buku kumpulan puisi agar tahu arah tulisan Anda seperti apa...", pintanya dengan semangat.

Ah, terimakasih atas ilmunya Pak Jokpin 😍 Ini benar-benar ilmu mahal bagi saya yang dulunya sempat menulis puisi walaupun dari segi kualitas masih "receh" banget. Benar-benar ilmu dari event ini bisa menjadi modal saya untuk melakukan penyuntingan untuk puisi-puisi usang saya, yang mungkin saat ini sudah dipenuhi laba-laba. Hihihi...

Festival Kecil Literasi dan Pasar Buku Patjar Merah (Dok.Pri)
Festival Kecil Literasi dan Pasar Buku Patjar Merah (Dok.Pri)
Nah, sebenarnya ini event apaan sih? Kok rame banget gitu? Jadi, event keren ini diselenggarakan oleh Patjar Merah bertajuk "Festival Kecil Literasi dan Pasar Buku" di kota Jogja.

Selain mengkampanyekan budaya literasi dengan pemberian diskon buku hingga 80%, event ini juga mendatangkan para tokoh hebat, baik di bidang sastra, fotografi dan lainnya dalam format acara talkshow, workshop maupun lokakarya. Ilmunya padat berisi pokoknya, kayak saya. Hihihi :D

Festival Patjar Merah ini untuk pertama kalinya diadakan di Yogyakarta dan rencananya akan berlanjut di kota-kota lainnya di Indonesia. Bayangkan, 8000 judul buku dengan total lebih dari satu juta eksemplar bisa dimiliki dengan harga super murah, mulai tanggal 2 hingga 10 Maret 2019.

Terimakasih kepada penulis kece Windy Ariestanty serta Irwan Bajang, yang tak lain adalah pencetus ide event bergengsi ini, yang telah mengundang KJOG (Kompasianer Jogja) sebagai media partner acara yang selalu dipadati pengunjung ini.

Semoga sukses & memberikan dampak positif kepada masyarakat agar semakin mencintai buku. Salam Literasi 🥳

Riana Dewie

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun