Dalam prosesi upacara adat (budaya) di beberapa daerah, payung Juwiring merupakan bagian dari ubo rampe yang harus ada. Selain masyarakat Bali yang menggunakannya dalam upacara Ngaben, Keraton Surakarta pun tak ingin kalah menggunakan payung ini setiap kali menyelenggarakan upacara Suronan dan Muludan.
Tak hanya itu, Keraton Jogja pun rutin memesan payung Juwiring untuk berbagai kebutuhan, diantaranya upacara labuhan di Laut Kidul yang dilakukan oleh para abdi dalem.
5. Berkontribusi pada Festival Payung Indonesia (FPI)
Tahun 2016 lalu, Payung Juwiring dari Paguyuban Lukis Ngudi Rahayu sukses memenuhi permintaan pasar yang meningkat drastis, yaitu sekitar 2000 payung per bulannya. Kamu sempat datang ke Festival Payung Indonesia (FPI) ke-3 di Taman Balekambang, Solo 2016 lalu? Nah, ribuan payung Juwiring ternyata ikut meramaikan festival tersebut loh.
***
Itulah eksistensi industri kreatif Payung Juwiring yang telah diakui nilai seninya, baik skala nasional maupun internasional. Siapa sih yang gak terpesona dengan kreasi tangan-tangan terampil nan cekatan dalam wujud karya yang mulai langka ini?
Walau tampak simpel, ternyata proses pembuatan payung juwiring harus melewati beberapa langkah. Pertama, pengrajin membuat kerangka payung dasarnya, dimana menurut pak Ngadiyakur, mereka bisa memproduksi sekitar 800 payung per minggunya.Â
Tahap kedua adalah proses melukis. Pengrajin biasanya membentuk ornamen sesuai pesanan atau bisa langsung menumpahkan ide di atas lembar payungnya jika memang sudah hafal dengan coraknya.
Selain mendapatkan perhatian dari Kementerian Pariwisata, Paguyuban Lukis Ngudi Rahayu juga menjadi target bidikan Dompet Dhuafa untuk mempertahankan eksistensi kerajinan payung lukisnya. Harapannya, mereka bisa memanfaatkan dana tersebut untuk meningkatkan jumlah produksinya serta mendatangkan lebih banyak pelanggan.