Ingat ya, bukan hanya sang ibu yang punya PR menjaga kesehatan demi sang buah hati. Peran serta si ayah juga sangat dibutuhkan sebagai perwujudan dukungan moral dan spiritual agar si ibu tetap sehat dan kuat menjaga buah hati sejak dalam kandungan hingga melahirkan.
Kita beralih ke bahasan selanjutnya. Tibalah pembicara kedua naik panggung---beliau memberikan informasi yang tak kalah penting. Ibu Bidan Nunik Endang S, SST., SH., M.Sc. selaku ketua Ikatan Bidan Indonesia Yogyakarta juga mengamini bahwa 1000 Hari Pertama Kehidupan anak harus dilewati dengan baik dan bermanfaat. Tak hanya berbicara tentang pola makan, psikis ibu pun selama masa kehamilan harus dijaga dengan baik agar selalu merasa tenang dan bahagia.
Mengapa harus begitu? Karena ibu hamil biasanya memiliki hati dan pikiran yang labil. Padahal apapun yang terjadi pada si ibu akan berpengaruh pada tumbuh kembang janin. Jangan kira si janin tak ikut sedih saat ibunya merasa sedih, begitu pun saat ibunya senang, ia juga dapat merasakan kebahagiaan. Harapannya sih, ibu dapat menjalani masa kehamilan dengan penuh sukacita sehingga anaknya pun terlahir sebagai sosok yang juga memiliki hati bahagia dan ini kelak sungguh berpengaruh positif pada setiap proses kehidupannya dari waktu ke waktu.
Melanjutkan pembahasan lebih teknis, bu bidan berpesan bahwa usia kehamilan yang paling baik adalah saat sang ibu berumur 22 hingga 35 tahun. Lebih dari itu sesungguhnya masih bisa hamil, namun risikonya akan lebih besar. Memeriksakan kandungan ke dokter atau bidan juga merupakan kewajiban yang harus diperhatikan agar ibu dan suaminya mengetahui kondisi terbaru dari janin. Setidaknya ibu memeriksakan kehamilannya sebanyak empat kali, yaitu saat usia kehamilan 0-3 bln, 3-6 bulan, lalu dilanjut saat usia 6-9 bulan sebanyak dua kali.
Sekali lagi, bagi ibu hamil di seluruh dunia, mari sadar diri untuk menjaga kesehatan selama masa kehamilan. Ada dua manfaat yang didapat, ibu bisa terkontrol kesehatannya dan janin juga dipastikan aman-aman saja. Jangan pernah sepelekan hal ini karena sangat berisiko jika kita lalai sebentar saja.
Saya punya sebuah cerita sedih, seorang kawan memiliki pengalaman memilukan saat ia sukses mengandung setelah sekian tahun menunggu. Singkat kata, ia telah dua kali mengandung, namun sekitar bulan ke-4 keguguran karena rahimnya divonis lemah oleh dokter. Suatu ketika, ia berhasil mengandung untuk yang ketiga kalinya. Bahagia dirasakannya karena hingga bulan ke-9, ia sukses 'mengamankan' calon putrinya di dalam rahimnya. Rutin cek ke dokter membuatnya merasa aman. Sekitar 5 hari sebelum HPL, ia ke dokter dan dinyatakan janinnya tumbuh sehat.Â
Dua hari sebelum HPL, ia mengalami sakit perut luar biasa. Dibawa ke dokter, cek janin dan ibu, lalu dilakukan proses pengeluaran janin. Namun sayangnya, buah hatinya terlahir ke dunia dalam kondisi tak bernyawa. Jika tak salah informasi, ini terjadi karena leher atau wajahnya kegubet (baca: terlilit) usus sehingga mengganggu proses pernafasan. Padahal ya, dua hari lagi harusnya ia sudah terlahir ke dunia dan tentu akan mendapatkan banyak sambutan senyum dari keluarga yang mendambakannya. Sedih? Tentu saja.
Ini bukanlah cerita untuk menakut-nakuti calon ibu maupun ibu yang sedang melakukan program hamil atau sedang mengandung. Ini hanyalah contoh kecil, betapa janin membutuhkan perhatian yang besar dari ibunya dan lingkungan sekitarnya. Kasus di atas menunjukkan betapa si ibu benar-benar 'merawat' janinnya dengan baik---itu pun ternyata 'masih' bisa mengalami hal menyedihkan tersebut. Walaupun dari kasus ini, tak ada yang bisa disalahkan karena semua adalah kuasa Tuhan dan manusia tak bisa melawan. Nah, bagaimana jika ibu tak memerhatikan kesehatan diri dan janin? Semakin memahami kan risikonya?