Berdomisili di kota Jogja memang menyenangkan. Selain menjadi kota pendidikan, saya seakan dimanjakan pula oleh banyak destinasi wisata yang menarik.Â
Satu hal yang membuat saya bangga akan wisata di Jogja dan sekitarnya adalah nilai sejarahnya yang tinggi serta unsur budaya yang tak pernah ketinggalan. Nah, ada satu cagar budaya yang mengagumkan, menjadi simbol sejarah yang berkembang di Jawa Tengah serta sempat diakui sebagai satu keajaiban dunia. Siapa dia? Inilah candi Borobudur.
Pada abad ke-8 hingga 9 Masehi, peninggalan sejarah yang dinobatkan sebagai candi Budha terbesar ini dibangun dalam rupa yang sangat sederhana, yaitu batu-batu yang disusun jadi satu, tanpa semen maupun beton. Batu-batu ini awalnya dibangun dalam tiga bagian utama, yaitu model bangunan piramida dengan teras datar, stupa dengan penutup yang terdiri dari tiga platform sirkular serta bagian puncaknya stupa monumental.Â
Seiring perkembangan waktu, pada abad ke-10, eksistensi candi memudar lantaran berselimut abu vulkanik akibat erupsi merapi. Tak tersentuh tangan manusia, area candi ditumbuhi tanaman liar hingga jadilah hutan karena saking suburnya.
Jika ditanya, siapa orang pertama yang memunculkan kembali cagar budaya ini ke permukaan? Mari berterimakasih kepada Sir Thomas Stanford Raffles, dunia mengenal Borobudur karenanya. Berkat kegigihannya, ia mencoba menggali 'aset' alam semesta ini dengan mengerahkan sekitar 200 orang untuk menggunduli hutan serta menggali tanah yang telah menutup candi ini, sekadar mengulang kejayaan masa lalu.Â
Dengan luas 15.129 m2 serta memiliki dinding yang dihiasi dengan relief-relief unik, candi ini seakan ingin bercerita tentang rangkaian peristiwa di masa lalu.
Saat sekolah dulu, saya sering membaca di buku pelajaran tentang candi Borobudur, dimana ia adalah satu dari tujuh keajaiban dunia. Merasa bangga? Tentu saja, Indonesia kan kaya wisata, ada yang pecah telur satu untuk dilirik masyarakat internasional tentu merupakan prestasi luar biasa.Â
Namun sungguh menyedihkan, di tahun 2007 lalu tersiar kabar bahwa Borobudur tak lagi masuk dalam 7 keajaiban dunia karena banyak batu-batu yang rusak dan harus direkonstruksi oleh para ahli perawat candi sehingga dianggap tak original lagi.
Setahu saya, salah satu cara melestarikan candi memang harus dilakukan perawatan. Proses ini pun ternyata tak mudah, apalagi mengingat area candi yang begitu luas. Saat kemarin sempatkan waktu untuk berkunjung ke salah satu wisata dunia ini, saya coba menggali informasi dari beberapa narasumber.Â
Candi Borobudur ini ternyata dikelola oleh dua instansi. Pertama, bagian taman bawah dikelola oleh PT. Taman Wisata Candi Borobudur sedangkan pada bagian candinya dikelola oleh Balai Konservasi Borobudur. Tentu, mereka berkolaborasi agar Borobudur semakin dikenal masyarakat, baik dalam maupun luar negeri.
Kerja keras tim Borobudur ternyata tak sia-sia. Dengan eksistensinya hingga hari ini, Borobudur telah sukses sabet banyak gelar bahkan diakui secara internasional juga. Anda penasaran? Berikut popularitas Borobudur: Â
1. Warisan Budaya Dunia
Candi Borobudur pernah mengalami zaman keemasan saat 'dikalungi' gelar sebagai satu dari tujuh keajaiban dunia walaupun sempat menghadirkan debat beberapa pihak di dunia internasional. Tak perlu khawatir, UNESCO ternyata pernah menobatkan candi yang dibangun sejak zaman dinasti Syailendra ini sebagai warisan budaya dunia sejak 1991, lohhh. Wow, mantab :)
2. Candi Budha Terbesar di Dunia
Dengan jerih payah para pengola untuk meningkatkan eksistensi candi Borobudur, akhirnya Guinness World Records yang bermarkas besar di London, Inggris meresmikan candi ini sebagai candi Budha terbesar di dunia. Tanggal 27 Juni 2012 lalu menjadi saksi bahwa Borobudur telah sukses menjadi salah satu ikon wisata di dunia.
Sebuah media internasional, National Geographic, menobatkan Borobudur di top 3 Iconic Adventure dunia. Hebat yaaa. Deretan relief unik yang simpan banyak filosofi serta letak geografisnya yang begitu strategis adalah sebagian kecil alasan yang membuat Borobudur semakin diminati banyak orang. Machu Picchu di Peru dan Petra di Jordania adalah dua pemegang gelar yang sama, mendahului Borobudur.
4. Mahakarya Budaya Dunia (World Cultural Masterpiece)
Sebanyak 2.672 ukiran relief, 600 patung serta stupa Buddha memang dianggap sebagai keajaiban tangan manusia. Di tempat lain mana ada? Inilah salah satu alasan yang membuat Arief Yahya, menteri pariwisata Indonesia berencana menyematkan gelar World Cultural Masterpiece atau "Mahakarya Budaya Dunia" pada candi yang bermahkota filosofi Buddhis ini.
Nah, cakep-cakep kan ya gelar buat Borobudur. Selanjutnya, mau tahu sisi lain tentang candi ini? Ikuti terus yuk jalan-jalan saya :D
Melestarikan Kearifan Lokal di Sekitar Candi Borobudur
Panorama alam di seputaran candi Borobudur memang fantastis. Bentangan sawah, aliran sungai serta eloknya pegunungan turut menghiasi kawasan candi sehingga sedikit meniupkan kesejukan dari hawa panas yang kadang dikeluhkan oleh pengunjung.Â
Ah, opini orang memang beragam. Saya pribadi sih mengatakan bahwa hawa di seputaran candi ini sejuk, apalagi saat mata dimanjakan oleh lukisan semesta yang begitu indahnya.
Jumlah pengunjungnya Borobudur dikabarkan selalu meningkat dari waktu ke waktu. Dari data CNN Indonesia, jumlah pengunjung Borobudur di tahun 2015 adalah sebanyak 3,5 juta wisatawan, 2016 mencapai 3,7 wisatawan dan target di tahun 2017 ini adalah 3,9 juta wisatawan. Semoga terealisasi dan makin banyak wisatawan yang bisa menikmati keindahan candi yang dibangun oleh Raja Samaratungga ini.
Banyak hal baru yang saya temukan, mulai dari antrian tiket masuk, pengecekan tas bawaan (pelarangan membawa makanan), spot-spot selfie yang menarik, beberapa spot untuk nguri-uri (melestarikan) budaya, taman-taman yang tertata indah serta bangunan candinya sendiri yang mengalami revitalisasi di beberapa sudutnya. Tentu, semua berprogres sangat baik.
Kearifan lokal sendiri bisa diartikan sebagai nilai-nilai atau pandangan yang mengandung kebaikan dan kebijaksanaan dari suatu tempat, yang dipercayai oleh masyarakat setempat dan diikuti turun-temurun.Â
Di kawasan candi yang lekat dengan cerita sejarah ini pun tak bisa lepas dari kearifan lokal yang sudah terbentuk sejak lama. Nah, saya akan informasikan beberapa kearifan lokal yang saya temukan dari perjalanan wisata saya ke Borobudur beberapa waktu lalu (06/08/2017):
1. Pengunjung dengan celana/rok pendek wajib mengenakan Kain Borobudur
Sebelum ke Borobudur, saya sering melihat teman-teman yang upload foto jalan-jalan ke candi yang dikelilingi 72 stupa ini dengan mengenakan kain batik warna biru. Awalnya saya pikir batik ini adalah cinderamata yang mereka beli di sana.Â
Baru kemarin saya tahu bahwa setiap pengunjung yang mengenakan celana/rok pendek, wajib mengenakan kain batik ini dan inipun tanpa dipungut biaya.
Nah, Anda bisa manfaatkan kain ini untuk menutup tubuh bagian bawah, pun bisa sekalian gaya-gayaan sambil selfie sekaligus nguri-uri budaya. Nah, pada saat turun dari candi menuju pintu keluar, wisatawan bisa mengembalikan kain ini kepada petugas.
2. Dilarang Duduk di Sekeliling Batu Candi Teratas
Saat berkeliling di candi bagian atas, saya melihat banyak orang bercengkerama dengan sanak familinya sambil menikmati keindahan alam Borobudur. Mereka tampak duduk mengelilingi batu-batu candi yang seolah desainnya hampir mirip tempat duduk. Tak lama, datanglah beberapa petugas keamanan yang menertibkan mereka agar mengosongkan area ini.Â
Alasan kedua adalah untuk melestarikan batu-batu candi dimana peraturan ini sudah dicanangkan sejak erupsi merapi beberapa tahun lalu. Sesungguhnya ada larangan dalam bentuk tulisan yang dipasang disekeliling candi 'Dilarang Memanjat' ataupun 'Dilarang Duduk'. Namun karena bagian candi bawah sedang dipugar, maka papan tulisan sementara dipindahkan ke sana.
3. Dilarang Membawa Pulang Benda Bersejarah dari Kawasan Candi Borobudur
Setiap pengunjung hendaknya bisa menjaga kearifan lokal yang sudah tertanam di sana, baik dalam segi budaya maupun kesakralannya. Kita diharapkan bisa berbicara halus, berpikir positif serta berperilaku baik atau tak menyimpang saat berada di tempat ini. Tentu ini untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan, seperti kejadian yang pernah dialami oleh rombongan wisata dari salah satu SMU di Jakarta.
Sudah diinformasikan agar berhati-hati, mereka justru melakukan tindakan kurang terpuji. Setelah seharian jalan-jalan ke candi Borobudur, akhirnya rombongan dari Jakarta ini kembali ke penginapan yang ada di Jogja. Di situ terjadilah hal tak diinginkan, di mana semua siswa dalam rombongan, mohon maaf, mengalami kesurupan.Â
Setelah ada orang pintar yang mendoakan, didapatkanlah hal tak terduga, yaitu tiga dari siswa tersebut ternyata membawa pulang batu yang ada di kawasan candi. Akhirnya mereka bertiga diminta harus mengembalikan batu itu langsung ke kawasan candi Borobudur dan syukurlah, berakhir juga 'drama' mengerikan ini.
"Saat berputar-putar di museum Borobudur, kami sudah mengingatkan mereka mbak, agar bisa hati-hati karena disini kan tempat suci. Ehhhh malah kejadian beneran....", kesaksian seorang penjaga museum Borobudur, Bapak Tulus, yang sudah lebih dari 30 tahun ikut merawat candi ini.Â
Ada banyak kejadiannya lainnya yang menurut beliau sulit dicerna oleh nalar manusia, namun benar-benar terjadi. Mungkin inilah cara Tuhan mengingatkan agar kita bisa lebih mengontrol pikiran, perbuatan maupun lisan saat mengunjungi tempat wisata.
Saat hendak masuk ke kawasan candi, pengunjung wajib antri untuk cek barang bawaannya. Jika ketahuan membawa makanan, untuk sementara waktu ini akan dibawa oleh petugas dan bisa diambil kembali saat hendak pulang. Awalnya saya juga bingung, ke tempat wisata kok tidak boleh bawa makanan, gak asyik banget ya?
Akhirnya saya beranikan diri untuk bertanya kepada petugas yang jaga. Mereka akhirnya memberikan pemahaman bahwa peraturan ini dibuat karena dua alasan yang sangat penting. Pertama, untuk menjaga kebersihan. Bagaimana jadinya kalau tempat sakral ini dipenuhi sampah? Petugas bakal kuwalahan membersihkan sampah-sampah di area seluas ini.Â
Kedua, berhubungan dengan unsur kesehatan dimana proses pembersihan batu-batu candi menggunakan bahan kimia. Bisa dibayangkan, Anda membawa anak berwisata ke Borobudur. Lalu anak Anda bermain-main keliling candi, yang kemungkinan bepotensi menyentuh batu reliefnya.Â
Lalu dia lapar dan Anda memberinya camilan dengan kondisi tangan Anda berdua yang tidak higienis karena menyentuh candi. Nah, zat kimia tersebut bisa masuk ke tubuh bukan? Tentu, ini bisa berdampak buruk.Â
Begitulah alasan logis yang bisa kita pahami. Kiranya ini bisa menjadi kearifan lokal di masa mendatang sekaligus sebagai bentuk perawatan wisata budaya yang bisa kita aplikasikan sejak dini.Â
Terakhir, sebuah kearifan lokal kembali saya temukan di area candi Borobudur ini. Karena dipercaya sebagai tempat sakral, beberapa orang meyakini ada beberapa titik lokasi yang memiliki aura tertua. Beberapa titik yang dimaksud adalah pada stupa induk dan salah satu batu besar di kawasan Museum Borobudur.
Seorang penjaga museum mengungkapkan bahwa segelintir orang meyakini  bahwa dengan melakukan ritual atau meditasi, beberapa hal yang diharapkan bisa terwujud. Ritual yang sering disebut orang Jawa sebagai 'nyenyuwun' ini kata beliau sering dimanfaatkan untuk memohon kebaikan dalam hidup, diantaranya perlindungan, kesehatan, jodoh, keharmonisan keluarga dan dibebaskan dari segala masalah yang sedang dihadapi.
Petugas di kawasan candi selalu menyambut baik wisatawan yang memang ingin melakukan ritual 'nyenyuwun' ini. Ini kan masalah keyakinan, tak ada seorang pun yang bisa memaksakan. Mau percaya ataupun tidak, itu menjadi pilihan masing-masing.Â
Jika ini pun sudah menjadi sebuah bentuk kearifan lokal di kawasan candi, setiap orang wajib menghormatinya. Walaupun pada akhirnya tetaplah kita tak boleh melupakan Tuhan yang Maha Esa, karena Dia lah yang berkuasa atas segalanya.
***
Hemm... beginilah perjalanan menyenangkan saya ke candi Borobudur. Penuh dengan hiburan, penuh dengan pengalaman baru yang sangat bermanfaat. Saya jadi semakin memahami bahwa setiap cagar budaya selalu menyimpan sebuah nilai sejarah yang harus selalu kita jaga eksistensinya. Harapannya, nilai sejarah ini akan abadi sepanjang waktu, tanpa khawatir tergerus perkembangan zaman.
Setiap tahunnya, batu-batu ini diteliti oleh arkeolog untuk bisa disusun di salah satu bagian candi saat ditemukan batu pasangannya. Hingga kini, masih tersisa 10-ribuan batu yang sedang diteliti. Saya membayangkan, jika semua batu itu sudah temukan pasangan dan tersusun rapi, candi ini tentu akan berdiri lebih gagah dan makin bernilai di mata dunia.Â
Semoga kehadiran destinasi wisata yang pernah tampil dalam bursa pariwisata internasional (ITB) di Berlin ini semakin memperkaya wisata Indonesia dengan beberapa kearifan lokal yang terkemas dalam satu paket 'mahal'.Â
Borobudur memang mahakarya yang luar biasa. Ia mahal karena wujudnya, unsur budayanya, kesakralannya serta nilai sejarahnya. Semoga setiap manusia dari belahan bumi ini berkesempatan untuk menikmati pesonanya.
Riana Dewie
Referensi : www.cnnindonesia.com
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI