Mohon tunggu...
Riana Dewie
Riana Dewie Mohon Tunggu... Freelancer - Content Creator

Simple, Faithful dan Candid

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Media Sosial, Medianya Orang Pintar

2 Agustus 2017   23:54 Diperbarui: 3 Agustus 2017   16:15 2863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bijak Bermedia Sosial dalam Fatwa MUI (sumber: bahan presentasi Polda DIY)

Malam itu suasananya memang romantis. Ada meja kursi tertata rapi, ada menu dinner yang menggoyang lidah, dipayungi lampu-lampu taman yang cantiknya bersaingan dengan gemerlapnya bintang-bintang di langit. Romantisme malam ini bukan karena berduaan sama pasangan, melainkan bersua dengan para tokoh pengayom masyarakat RI yang sangat peduli dengan kehidupan sosial masyarakat. Kali ini sangat menarik, topik pembahasan tak sebatas pada sekelumit masalah sosial di dunia nyata, kami pun diajak menelisik area 'maya'.

Dunia maya lahirkan banyak tren yang digandrungi rakyatnya, salah satunya adalah sosial media. Kenyataannya, saya pribadi tergolong sangat 'cupu' kala internet dan media sosial mulai bertumbuh di Indonesia kisaran 20 tahun lalu. Kegaptekan di masa lalu sungguh mempersulit gerak dan menghambat aktivitas kuliah. Saat pak dosen memberikan tugas dan wajib mengumpulkannya via email, saya kelabaan. Tau gak kenapa? Yap, karena saya tidak punya email, boro-borolah, membuat email saja tidak tahu caranya. Sambungan internet pun tak ada di rumah. Satu-satunya jalan untuk selamatkan nilai adalah pergi ke warnet lalu minta tolong masnya untuk bantu mengirim tugas ke email dosen, bahkan makin wow karena ngirimnya harus nebeng email masnya penjaga warnet. Hihihihi...

Harus diakui bahwa dulu saya ndesoo-nya minta ampun. Saat yang lain gila FB dan twitter, saya lebih pilih habisin nasi dengan sambel.. hihihi... Saat itu saya belum begitu tertarik dengan sosial media karena merasa kehidupan nyata lebih menyenangkan. Saya bisa berjumpa dengan banyak orang, bisa jalan-jalan ke mall bersama teman-teman atau bisa makan bareng di warung bakso andalan. Karena tuntutan profesi usai wisuda, saya pun mulai belajar menjelajah dunia maya dan sejak itulah mulai bersahabat dengan sosial media.

Membangun Budaya Positif Dalam Bermedia Sosial (dok.pri)
Membangun Budaya Positif Dalam Bermedia Sosial (dok.pri)

Indonesia dalam Penggunaan Media Sosial

Terkemas dalam bincang santai bertema 'Membangun Budaya Positif Dalam Bermedia Sosial', acara yang dihadiri oleh ratusan peserta yang berkecimpung di dunia maya dan sosial ini berjalan sangat atraktif. Salam hormat saya haturkan kepada Bapak Irjen Pol Drs. Setyo Wasisto, SH. (Kadiv Humas Polri), Bapak Brigjen Pol Drs. Ahmad Dofiri, M. Si. (Kapolda DIY), Ibu Dra. Mariam F. Barata (Sesditjen aplikasi dan informatika Kemenkominfo) serta Ibu Naomi Lania (Komnas PA) yang telah memberikan banyak ilmu baru tentang etika bermedia sosial agar membawa kebaikan bagi masyarakat.  

Berdasarkan data yang ada, total pengguna internet di Indonesia adalah sebanyak 132,7 juta dari total populasi 262 juta orang. Mereka yang aktif bermedia sosial adalah sebanyak 106 juta dan yang aktif bermedia sosial via mobile adalah 92 juta orang. Nah, itu baru di negara kita. Bagaimana popularitas Indonesia di mata dunia dalam hal bermedia sosial? Sungguh menakjubkan. Berdasarkan data dari APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), Indonesia masuk sebagai 5 besar pengguna internet terbesar di dunia setelah Cina, India, Amerika dan Brazil.

Memang luar biasa. Sebagai negara yang aktif bermedsos, kehidupan masyarakat kita tentu sangat dinamis. Dinamis ini harapannya membawa kebaikan dan kemajuan di segala bidang kehidupan. Tapi nyatanya tak selalu begitu, keluhan demi keluhan menghiasi hari-hari kita akhir-akhir ini. Ada yang bilang punya keluarga tapi saat kumpul di ruang tamu pada asyik mainan HP sendiri-sendiri. Ada juga yang curhat bahwa pasangannya gak pernah gandeng dia saat dikeramaian karena tangan lebih diikhlaskan untuk 'peluk' smartphone. Lihat juga tuh barisan antrian orang-orang di tempat umum, jaman dulu mah kelihatan banget muka betenya. Kalau sekarang? Hampir semuanya menunduk sambil senyum-senyum mainan HP. Beginilah fakta yang terjadi saat ini, generasi menunduk sudah menjamur di setiap sudut kota akibat 'ketagihan' media sosial. Tak tanggung-tanggung, penyakit era digital ini menjangkit mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.

Ratusan Peserta Mneghadiri bincang santai tentang bermedsos ini (Dok.Pri)
Ratusan Peserta Mneghadiri bincang santai tentang bermedsos ini (Dok.Pri)

Etika Bermedia Sosial

Dalam bincang santai malam itu, Bapak Brigjen Pol Drs. Ahmad Dofiri, M. Si. selaku Kapolda DIY memberikan sebuah pernyataan menohok terkait perkembangan media sosial di dunia. Tentu pernyataan beliau membuat saya pribadi menyadari bahwa kendali saat bermedia sosial kenyataannya dipegang penuh oleh diri kita masing-masing.

Saat ini kita hidup di dunia nyata dan dunia maya. Mereka yang berkecimpung di dunia nyata atau yang sering disebut sebagai citizen dibatasi oleh aturan sosial sehingga lebih memiliki batasan dan etika saat bersosialisasi, contohnya seperti sopan santun, gotong royong, tata krama dan hal positif lainnya. Mereka akan berpikir ulang jika ingin melanggar hal-hal positif yang telah membudaya seperti ini.

Di sisi lain, masyarakat kita juga hidup sebagai netizen, yaitu mereka yang hobi bergerak di dunia maya. Nah, masalahnya adalah dunia maya sendiri belum memiliki batasan tertentu untuk mengendalikan perilaku orang-orangnya. Akibatnya, banyak hal menyimpang yang sering terjadi dan ini sungguh sangat membahayakan. Melihat fakta yang ada, Bapak Kapolda DIY menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi kita saat ini memang mengalami kemajuan namun peradaban manusia justru mengalami kemunduran akibat perilaku negatif saat bermedia sosial.

Media Sosial Sebagai Tantangan Kemajuan Zaman

Kehadiran media sosial sesungguhnya berkontribusi pada pengembangan peradaban manusia. Contoh kecilnya adalah dalam hal komunikasi. Dulu, kita bisa berkomunikasi dengan orang lain hanya melalui surat. Selanjutnya ada telepon rumah yang disusul teknologi pager sebagai media untuk mengirim pesan singkat. Akhirnya, handphone jadul pun kini telah menjelma menjadi smartphone. Entah, besok akan ada kejutan apa lagi. 

Nah, bagi saya, kehadiran media sosial memang sangat bermanfaat, misalnya mempertemukan saya dengan banyak orang, termasuk sahabat-sahabat lama sejak zaman sekolah. Dalam hitungan detik saja, kita bisa berkomunikasi dengan banyak orang di seluruh dunia. Terbukti ya bahwa media sosial berperan positif melancarkan aktivitas manusia, terutama dalam hal komunikasi.

Dibalik segala kenyamanan itu, sisi negatif dari media sosial ternyata harus kita sadari pula. Setiap akun media sosial kan sifatnya privasi, dalam artian akun yang dimiliki setiap orang pasti berbeda. Bertanggung jawab atas akun masing-masing tentu hal wajib, hingga pada akhirnya menimbulkan rasa 'memiliki'. Dari situlah muncul sebuah mindset bahwa pemilik akun merupakan 'penguasa' dari akunnya sendiri sehingga merasa sangat bebas berekspresi di media sosial, tak peduli baik buruknya.

Faktanya, masyarakat kita banyak 'menyantap' hal-hal negatif yang beredar di media sosial. Sebagai contohnya adalah tebaran meme di jagat maya yang menyindir sesuatu/tokoh (intoleransi), maraknya kasus cybercrime dalam bentuk judi online maupun postingan yang berbau pornografi, menjamurnya video-video kekerasan yang kadang mempengaruhi pisikis bahkan ada pula yang menulis status palsu (hoax) atau ujaran kebencian. Mengkhawatirkan bukan?

Belum lama ini ada kejadian yang lebih menyayat hati banyak orang, dimana fasilitas media sosial dimanfaatkan netizen sebagai ajang untuk 'peregangan nyawa'. Pertama, di bulan Maret lalu, seorang suami melakukan bunuh diri secara live di FB karena stres ditinggal istri. Kedua, berita yang masih hangat terdengar, seorang anak muda (18) nekat bunuh diri sambil video call-an bersama kekasih lantaran dipicu api cemburu. Benarkah media sosial dikembangkan hanya untuk melancarkan aksi-aksi nekat seperti ini ? Sama sekali tidak..!!!

Ilustrasi bunuh diri (hindi.thequint.com)
Ilustrasi bunuh diri (hindi.thequint.com)
Dari banyak kejadian kurang menyenangkan yang kita rasakan akhir-akhir ini, mari sama-sama menyadari bahwa di media sosial, tantangan yang kita rasakan nyatanya jauh lebih besar dari media konservatif. Saat putuskan bermain di dunia maya, tugas utama yang harus kita prioritaskan adalah berusaha untuk sharing segala informasi positif kepada masyarakat luas. Buatlah setiap teman di media sosial merasa nyaman dengan keberadaan Anda, syukur-syukur bisa memberikan manfaat yang berguna untuk meningkatkan kualitas diri dan sesama.

Cara Memanfaatkan Media Sosial Secara Bijak

Jika ingin menjadi manusia yang bermartabat, bijaklah saat memanfaatkan media sosial sebagai pembuktian eksistensi Anda. Menjadi netizen bijak berarti kita mau menyadari, informasi mana yang pantas dan tak pantas untuk di-share. Jika konsisten menjaga ini, kehidupan kita di dunia maya pasti adem ayem. Jika saat ini situasi di media sosial sering 'menghidangkan' keributan, sejatinya itu disebabkan karena kurangnya toleransi dan pengendalian diri dari masing-masing individu sehingga terjadilah 'perang' ego yang takkan pernah ada juntrungnya.

Sederhana saja. Apakah Anda pernah mengamati teman medsos Anda membuat sebuah status kontroversial hingga membuat Anda gregetan? Bahkan membuat jari-jari tangan Anda gatal untuk ikut nimbrung berkomentar? Memang benar, banyak kejadian di media sosial yang sungguh memaksa kita untuk menguras energi, menyita waktu bahkan mengganggu pikiran sepanjang waktu. Namun diantara itu semua, syukurlah kita dianugerahi hati dan pikiran untuk bisa mengontrol perilaku demi menjaga tatanan hidup yang sudah ada, termasuk di dunia maya.

Agar tidak menimbulkan kerawanan sosial, bagaimana cara bermedia sosial yang baik? Berikut beberapa hal yang bisa saya simpulkan dari keempat pembicara dalam bincang santai malam itu: 

1. Berpikir sebelum update status di media sosial.

Jangan hanya karena emosi, Anda update status sesuka hati, misalnya marah-marah tanpa alasan atau memfitnah orang lain tanpa bukti. Orang lain bisa menyimpulkan bahwa Anda belum memiliki kedewasaan dalam memanfaatkan media sosial. Jadi, kontrol emosi Anda agar semua berjalan baik.

2. Telusuri kebenaran informasi sebelum share ulang.

Akhir-akhir ini banyak postingan yang sebenarnya sangat rawan dan sensitif dibaca, apalagi yang berhubungan politik, SARA atau bahkan kesehatan. Jika Anda ingin re-share, jadilah netizen cerdas dengan menelusuri kebenaran data. Jangan sampai Anda sembarangan re-share, ehhh ternyata itu berita bohong (hoax) yang hanya membuat kita malu. Mari lebih berhati-hati. 

3. Orang lain tak perlu tahu masalah pribadi Anda.

Banyak orang menganggap media sosial sebagai diary alias tempat curhat sehari-hari. Sebaiknya, hentikan hal ini jika Anda ingin punya privasi. Contohnya saja masalah rumah tangga, kasihan pasangan Anda jika Anda menjelek-jelekkan dia di status yang Anda update. Atau perbedaan prinsip dengan orang tua yang membuat Anda harus umbar aib keluarga. Prinsipnya, jangan pamer masalah pribadi karena bisa menimbulkan banyak persepsi negatif. 

Akibat kecanduan media sosial (gayagadgets.com)
Akibat kecanduan media sosial (gayagadgets.com)
4. Jangan lupakan pasangan maupun keluarga.

Banyaknya keluhan dari para istri/suami yang merasa kesepian lantaran waktu bersama pasangan tergantikan oleh aktivitas dunia maya tentu menjadi masalah yang layak untuk diperhatikan. Banyak juga yang pekerjaan utamanya terhambat gara-gara mainan medsos. Jangan terjebak dalam 'kenyamanan' ini karena Anda makhluk sosial, yang pastinya akan membutuhkan dan dibutuhkan orang lain. 

5. Patuhi etika-etika saat bermedsos.

Jika selama ini Anda merasa tak ada aturan saat menjelajah dunia maya, kini ada beberapa pihak yang memperjuangkan batasan-batasan dalam bermedia sosial agar membawa kenyamanan bagi kita semua. Hukum di Indonesia telah menetapkan perlindungan kepada masyarakat (saat memanfaatkan media sosial) melalui UU no.19 tahun 2016 tentang Perubahan atas UU no. 11 tahun 2008 tetang ITE, yaitu pasal 27 s/d 35. Selain itu, ada pula fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang mengatur tentang hukum dan pedoman bermuamalah melalui media sosial. 

Berikut gambarannya: 

Bijak Bermedia Sosial dalam Fatwa MUI (sumber: bahan presentasi Polda DIY)
Bijak Bermedia Sosial dalam Fatwa MUI (sumber: bahan presentasi Polda DIY)
Bijak Bermedia Sosial dalam Fatwa MUI (sumber: bahan presentasi Polda DIY)
Bijak Bermedia Sosial dalam Fatwa MUI (sumber: bahan presentasi Polda DIY)
Di Jogja sendiri, ada banyak komunitas atau paguyuban yang berpartisipasi menyebarkan virus positif saat berselancar di dunia maya. Mereka adalah orang-orang diharapkan dapat mendorong masyarakat agar makin bijak dalam memanfaatkan media sosial. Dalam kesempatan ini, Kompasianer Jogja (KJOG) yang tergabung dalam MASDJO (Masyarakat Digital Jogja) juga ikut meramaikan kampanye ini, minimal membantu memproduksi konten yang logis dan komunikatif.

Data Netizen, admin medsos/web & bloger Jogja (Polda DIY)
Data Netizen, admin medsos/web & bloger Jogja (Polda DIY)
Data Netizen, admin medsos/web & bloger Jogja (Polda DIY)
Data Netizen, admin medsos/web & bloger Jogja (Polda DIY)
***

Nah, itulah sedikit ringkasan dari acara bincang santai beberapa waktu lalu yang semakin menyadarkan saya untuk lebih sadar etika saat memanfaatkan sosial media pribadi. Sejatinya, media sosial memiliki fungsi yang tak jauh beda dengan kehidupan sosial pada umumnya. Disini kita sama-sama diharapkan untuk saling menghargai, saling mengisi, saling berbagi, saling membantu serta menyebarkan kebaikan agar kehidupan berjalan harmonis dan dipenuhi guyub rukun. 

Jadikan media sosial sebagai medianya orang pintar, dimana semua konten yang di-publish selalu berlandaskan etika, memiliki nilai dan bermanfaat bagi orang lain. Satu hal lain yang harus kita pahami bersama, media sosial bukanlah pengganti keluarga atau pasangan Anda. Ia hanyalah sebuah 'aksesoris' hidup yang membawa Anda ke dunia berbeda. Anggap saja itu hiburan semata karena nyawa Anda sepenuhnya tetap ada di kehidupan yang nyata.

Riana Dewie

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun