Mohon tunggu...
Riana Dewie
Riana Dewie Mohon Tunggu... Freelancer - Content Creator

Simple, Faithful dan Candid

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menyibak Ekowisata Desa Malangan dengan Beragam Potensinya

25 Maret 2017   22:55 Diperbarui: 27 Maret 2017   09:00 1148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu RW sedang menjelskan tentang tanaman polybag (Dok.Pri)

Melakukan aktivitas wisata bernuansa alam memang menyenangkan. Apalagi jika di sana kita bisa merasakan sentuhan edukasi dan bersapa ramah dengan masyarakat pedesaan. Sedaaaap, saya sukses merasakan kenikmatan ini beberapa waktu lalu. Sabtu itu (11/03/17), saya beserta teman-teman bloger Jogja dipaksa untuk mengenyam indahnya panorama alam sebuah desa. Ia menyimpan beragam cerita sejarah, diantara yang melegenda adalah berdirinya sentra kerajinan bambu, Tunggak Semi, yang berproduksi sejak 1965. Fenomena ini seakan menegaskan bahwa ia pantas dilestarikan, dibangun, dikonservasi serta dipamerkan sebagai desa wisata unggul di DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta). Siapa berminat? Yuk bergegas ke Desa Wisata Malangan, sentra wisata edukasi bagi penggemar alam dan budaya.

Sudah pernah mendengar tentang Desa Wisata Malangan? Berlokasi di Sumber Agung, Moyudan, Sleman, DIY, desa ini mencoba bangkit dari tidur panjangnya dan menawarkan sajian wisata yang sangat elok. Saat bertandang ke Malangan, saya merasakan sukacita yang luar biasa. Aroma kesegaran alam khas desa, kesejukan yang menyentuh kulit ari, pemandangan sawah hijau, gagahnya gunung yang memanjakan mata serta penampakan warna-warni kerajinan yang memiliki nilai histori tinggi adalah bukti bahwa desa ini tak boleh diremehkan begitu saja.  

Langsung terbersit di benak, beberapa obyek wisata alam mendapat stempel kehormatan untuk mendapatkan gelar ‘ekowisata’. Apa itu ekowisata? Organisasi The Ecotourism Society (1990) mendefinisikan ekowisata sebagai berikut:"Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan serta melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat". Mudahnya, ekowisata ini merupakan kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan, menekankan pelestarian lingkungan (konservasi), pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakatnya serta mengandung unsur edukasi.

Menurut saya, Desa Malangan ini memang sangat cocok dikategorikan sebagai ekowisata. Ada banyak potensi yang saya temukan selama berkeliling dengan mengayuh sepeda sambil menghirup sejuknya udara yang jauh dari polusi. Beberapa sentra wisata yang mengagumkan menjadi pelengkap perjalanan kami. Pertama adalah perikanan konvensional dimana produksi utamanya adalah ikan lele, gurami dan nila. Kedua adalah Mina Padi, kolaborasi penanaman padi dengan penangkaran ikan di sawah dengan sistem tabela (tabur benih langsung). Ketiga adalah Sentra Batik dimana pengunjung bisa melihat secara langsung proses produksinya. Keempat adalah kerajinan keris pusaka, dimana pengunjung bisa melihat proses pembuatan. Terakahir, ini yang menjadi sentra produksi terbesar di desa Malangan, yaitu pusat kerajinan bambu yang menghasilkan produk anyaman bernilai seni tinggi.

Melihat eksistensi desa Malangan yang berlimpah SDA (Sumber daya alam) dan SDM (Sumber Daya Manusia), dapat disimpulkan bahwa kawasan ini pantas diperkenalkan sebagai ekowisata yang memiliki nilai histori tinggi. Berikut adalah beberapa alasan mengapa ekowisata Desa Malangan ini harus dikembangkan secara kontinyu :

1. Menawarkan Pola Wisata Ramah Lingkungan


Seperti yang saya ceritakan sebelumnya, saat mengekspos satu per satu kekayaan alam dan budaya di desa ini, pengunjung diberi fasilitas sepeda onthel maupun sepeda modern (bisa dipilih sesuai kebutuhan) serta selama perjalanan akan ditemani oleh tim pengelola wisata. Di tepi-tepi sawah yang masih luas, saya melihat beberapa tanaman tumpangsari berdiri rapi dan cantik di sepanjang jalan. Seorang ibu, yang tak lain ketua RW setempat menyapa ramah sambil memberikan informasi singkat mengenai ini. “Ini adalah program penanaman di RW sini mbak, yang dikelola oleh ibu-ibu. Kami menanam beberapa bibit jeruk, jambu dan tanaman-tanaman buah lainnya di tepi sawah dengan polybag serta di depan rumah kami dengan pot. Tujuannya untuk memanfaatkan tanah liar dan besok hasilnya bisa dijual untuk menambah kas kami”, jelas ibu tadi.    

Hal lain yang menyebabkan desa ini disebut ramah lingkungan adalah digalakkannya sistem perikanan mina padi oleh Bupati Sleman yang ternyata memiliki manfaat sangat besar bagi masyarakat Desa Malangan. Sistem ini dirasa lebih efektif waktu untuk menghasilkan dua produk sekaligus di sawah, yaitu padi dan ikan dalam waktu hampir bersamaan. Satu lagi yang membuat sistem mina padi sangat direkomendasikan adalah dapat memutus mata rantai hama wereng dan tikus yang sebelumnya sempat menggagalkan panen warga selama 7 tahun berturut-turut.

2. Meningkatkan Perekonomian dan Sosial Masyarakatnya

Tak dapat dipungkiri, sejak desa wisata Malangan ini dikembangkan dan didatangi beberapa wisatawan yang ingin menikmati kearifan lokanya, desa ini makin berkembang, terutama di sisi perekonomian. Seorang teman bloger kala itu bertanya kepada simbah-simbah sepuh (nenek-nenek) yang sedang menganyam kerajinan bambu dimana hasil akhirnya adalah berupa besek dan tampah. “Mbah, sejak desa ini didatangi banyak orang, ada efeknya bagi simbah dan keluarga tidak?” Jawab simbah dengan senyum bahagia yang menyeruak, “Wah, ngaruh mas. Ya, di sini makin berkembang, saya juga jadi punya penghasilan tiap hari. Membantu sekali pokoknya.” Kira-kira seperti itu pembicaraan mereka yang aslinya saya dengar dalam bahasa Jawa.

Beberapa anyaman skala rumah tangga ini kebanyakan akan diserahkan ke sentra produksi terbesar di desa Malangan, Tunggak Semi, untuk dilakukan finishing. Ada nilai histori tentang sentra kerajinan bambu yang saat ini 95% produknya adalah diekspor ke luar negeri. Dulunya industri ini dibangun oleh Ahmad Sirat dan kini dikembangkan oleh Suryadi, putranya.

Tunggak Semi makin berkembang dan kini sudah mampu mempekerjakan sekitar 2000-an karyawan asal desa setempat dan dari luar kota sebagai fondasi ekonomi masyarakat Malangan. Dulu sebelum dikembangkan, hasil anyaman kerajinan bambu hanya laku dijual Rp. 3 ribu saja, tak setara dengan jerih payah mereka. Sekarang, hasilnya berlipat ganda setelah Tunggak Semi sukses ekspor hasil produksinya ke negara lain.

Tak hanya kerajinan bambu saja, perikanan yang dikembangkan di sana juga menghasilkan rezeki bagi masyarakat setempat. Hasil ikan yang melimpah tak disangka menjadikan desa Malangan ini sebagai supplier ikan terbesar di beberapa resto ikan daerah sana, bahkan beberapa juga dikirim ke luar kota sesuai permintaan. Itulah bukti bahwa Desa Malangan memang berpotensi besar untuk meningkatkan perekonomian masyarakatnya.

3. Melestarikan Kebudayaan Lokal

Proses pembuatan batik tulis (dok.pri)
Proses pembuatan batik tulis (dok.pri)

Produk cantik ini dibuat dari barang-barang sampah (Dok.Pri)
Produk cantik ini dibuat dari barang-barang sampah (Dok.Pri)

Ekowisata desa Malangan juga menyimpan kebudayaan yang hingga saat ini masih terus dikembangkan oleh masyarakatnya. Kemarin saya dan rombongan sempat mengunjungi satu sentra kerajinan Batik Tulis H & S, dimana disana kami bisa melihat langsung proses pembatikan dengan cantingnya, proses penjahitan kain batik tulis menjadi pakaian jadi serta deretan display baju-baju batik untuk pria dan wanita dengan beragam motif yang elegan dan cantik. Ada pula produk-produk daur ulang dari bungkus deterjen dan tutup botol yang biasanya hanya masuk ke tong sampah.

Selain batik, desa Malangan ini juga terkenal akan kerajinan kerisnya. ‘Seni Tempa Pamor Ki Empu Sungkowo Harumbrodjo’ adalah pusat kerajinan keris yang kami datangi. Di sana, kami diajak untuk menyaksikan proses pembuatan keris, mulai dari penempaan panas berkali-kali hingga proses finishingnya. Berbagai seni tempa pamor juga kami lihat di sana, yaitu motif-motif yang ada di keris. Satu tokoh utama yang memberikan banyak informasi adalah mbah Sungkowo, putra dari Empu Djeno Harumbrodjo yang biasa membuat keris untuk Keraton Yogyakarta di masa lalu. Beliau juga empu dari keturunan ke 17 dari Empu Tumenggung Supodriyo, Empu tersohor pada abad ke-13.

Beliau mengatakan bahwa dalam 1 tahun bisa membuat 1 hingga 2 keris sesuai pesanan pelanggan. Membuat keris bukanlah hal mudah, dimulai dari pemahaman tujuan dibuatnya keris (biasanya ditanyakan kepada pemesan), meminta izin kepada Tuhan dengan menyiapkan sesajen seperti ingkung, jajan pasar, jenang dsb lalu dilanjutkan dengan puasa oleh si empunya. Menurut Mbah Sungkowo, dibutuhkan waktu berbulan-bulan untuk menyelesaikannya serta tak boleh lepas konsentrasi dan ketenangan agar proses pembuatan keris berjalan lancar.

Nah, berbagai kebudayaan lokal ini harus dilestarikan karena sungguh-sungguh memiliki nilai histori yang sangat tinggi. Kalau bukan generasi sekarang yang melakukannya, beberapa tahun ke depan mungkin budaya ini memudar bahkan lenyap.

***

Itulah beberapa keunggulan ekowisata Desa Malangan yang sangat menarik hasrat kita untuk segera berkunjung kesana. Gak bosan-bosannya saya memuji desa yang mencirikan kekhasan bangsa ini, yaitu kaya toleransi, tampak guyub rukun dan ramah tamah saat menyapa para wisatawan yang melewati depan rumah mereka. Agar makin dikenal banyak orang, berikut beberapa saran yang mungkin kedepannya bisa membantu untuk program pengembangan ekowisata Desa Malangan :

  1. Sistem pengarahan terpadu oleh tim pengembang ekowisata Malangan agar pengunjung mendapatkan informasi lengkap, baik lokasi, cerita sejarah/budaya masyarakatnya, potensi lingkungan alam, pentas seni tradisional serta terus dikembangkannya kerajinan bambu dengan produk yang lebih variatif sehingga pengunjung bermint membeli sebagai oleh-oleh untuk orang terdekatnya.  
  2. Jika dimungkinkan menciptakan lapangan kerja yang lebih besar untuk mengurangi pengangguran serta meningkatkan kesejahteraan di desa Malangan.
  3. Membangun homestay dengan sistem akomodasi yang dikelola secara rapih sehingga pemilik rumah mendapatkan manfaatnya secara ekonomi serta meluaskan jaringan.
  4. Menjaga kelestarian budaya Malangan agar tak tergerus teknologi modern, seperti membatasi penggunaan banyak mesin untuk produksi, mempertahankan seni batik tulis, dsb.
  5. Sembari menikmati wisata alam, pengunjung sekalian diajak untuk melakukan konservasi atau pelestarian lingkungan desa Malangan, seperti tidak membuang sampah sembarangan atau mencabuti/merusak tanaman-tanaman yang tertata rapi. Ajaklah mereka untuk menanam, membatik atau memanen ikan sebagai pengalaman wisata yang tak terlupakan.
  6. Merealisasikan wisata outbond yang masih menjadi wacana, yaitu olah raga air yang memanfaatkan aliran sungai serta pembukaan wisata terowongan peninggalan Belanda.

Harapannya, semoga tercipta sinergi antara pihak pemerintah daerah, pengelola ekowisata Malangan, para wisatawan dan juga masyarakat lokalnya sehingga pengembangan desa wisata ini dapat berjalan lancar dan semakin dikenal oleh masyarakat luas. Saya yakin, kedepannya desa Malangan ini bakal menjadi lokasi incaran wisatawan, baik lokal maupun bule-bule karena potensi wisatanya yang masih original. Mengayuh sepeda sembari menghirup udara sejuk alam desa Malangan? Mau lagi dong :D

Riana Dewie

Referensi : Disini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun