Saya tak pernah membayangkan bisa menikmati karya flm tahun 50-an dengan kualitas sebagus ini. Sebuah film fenomenal yang sempat jadi trendsetter pada masanya karena menggandeng bintang-bintang popuer Indonesia di masa lalu. Ada banyak kejutan yang disuguhkan, diantaranya adalah ketajaman gambar, lagu-lagunya yang penuh makna, gaya hidup masa lalu yang terbilang unik serta berbagai kostum unik yang saat ini populer kembali dalam gaya vintage anak muda.
Menyaksikan kembali film yang telah diproduksi kira-kira 60 tahun lalu ini tentu bisa saja dilakukan. Tapi, menikmati visualisasi yang jernih usai sukses dirender dalam format 4K, tentu ini sungguh luar biasa. Dan kali ini, sebuah film nasional besutan sutradara legendaris Usmar Ismail yang populer karena ‘ulah’ Chitra Dewi, Mieke Wijaya, dan Indriati Iskak ini telah mengguncang jagad perfilman Indonesia. Ya, inilah film Tiga Dara, tayangan musikal yang sukses menyabet Piala Citra untuk kategori Aransemen Musik Terbaik pada Festival Film Indonesia tahun 1960.
Proses restorasi film ini melewati jalan panjang dan penuh perjuangan tentunya. Awalnya, materi asli film ini (seluloid 35 mm) diperiksa secara fisik. Karena kondisinya sangat buruk, proses restorasi film klasik ini dilakukan di laboratorim film dengan fasilitas yang lebih lengkap, yaitu di L’immagine Ritrovata, daerah Bologna, Italia. Infrastruktur film ini dibenahi agar dapat direstorasi pada format 4K serta cara pembenahannya dilakukan frame by frame hingga harus menuntaskan sebanyak 150 ribu frame. Wow.... Hasilnya, film klasik berdurasi 1jam 55 menit itu akhirnya bisa dinikmati oleh generasi masa ini dengan kualitas video yang istimewa.
Lalu, apa saja sih kelebihan restorasi film Tiga Dara ini? Apakah hanya sekedar menyuguhkan alur film masa lalu? Ataukah hanya ingin melihat aksi artis-artis kawakan saat masih muda alias ‘kinyis-kinyis’? Tentu saja bukan itu. Film terlaris pada zaman setelah kemerdekaaan ini memiliki beberapa nilai yang pantas untuk diangkat kembali dalam kehidupan nyata sehari-hari dan dijadikan dasar untuk pengembangkan ide film-film di masa kini. Apa saja itu? Berikut adalah  beberapa nilai positif yang dapat dipetik dari restorasi film Tiga Dara :
1. Nilai Edukasi : Dibuang Sayang....
Saya rasa ada banyak pihak yang ingin melindungi aset-aset film klasik yang menjadi sumber inspirasi film-film di masa sekarang. Padahal aset film-film berkualitas Indonesia di masa lalu sangatlah banyak dan tentu bukan hal mudah bagi kita untuk melindungi secara total bahkan hingga dilakukan restorasi, seperti film Tiga Dara ini. Diantara hambatan yang muncul, masalah pembiayaan restorasi film inilah yang ditakutkan oleh para insan perfilman di Indonesia.
Nah, inilah yang perlu dikaji ulang. Jika masalah dana menjadi penghambat utamanya, tentu dibutuhkan banyak ‘sponsor’ yang peduli terhadap film-film klasik Indonesia. Apakah tega membiarkan aset bangsa ini menumpuk begitu saja hingga hancur termakan cuaca dan jamur sehingga generasi muda tak lagi bisa menikmati hasil karya masa lalu? Tentu sangat memprihatinkan. Oleh karenanya, mari lindungi aset berharga film-film Indonesia yang berkualitas dan memiliki nilai edukasi tinggi dengan cara merestorasi kembali, tentunya untuk memberi nilai edukasi tentang kehidupan masyarakat di masa lalu yang menjadi pijakan untuk perkembangan film di masa sekarang, baik dalam lingkup keluarga, asmara, tata kota, seni, budaya dsb.
2. Nilai Ekonomi : Menumbuhkan Perekonomian Baru
Tak dapat dipungkiri, materi asli film Tiga Dara sungguh pada awalnya memang dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Kondisinya yang berjamur, rol film terpotong, materi rapuh serta banyak frame yang rusak merupakan keraguan utama untuk melakukan restorasi, alih-alih hasil restorasinya bagus seperti yang dapat kita nikmati sekarang.Â
Dengan ketlatenan beberapa pihak, tangan ajaib mereka akhirnya bisa menghasilkan karya restorasi yang luar biasa. Akhirnya masyarakat menjadi tahu tentang berbagai alur kehidupan dalam cerita film masa lalu. Tentu saja, ini dapat menumbuhkan sumber perekonomian baru dalam perfilman di Indonesia. Semakin seringnya ditayangkan di bioskop, maka film-film masa lalu ini seakan bangun kembali dari tidur panjangnya dan memberikan warna segar bagi film-film Indonesia di masa ini. Tentu saja, restorasi film ini juga dapat mendatangkan keuntungan finansial bagi pihak yang merestorasinya, sekaligus nostalgia bersama para bintang utamanya yang saat ini sudah berusia senja, pun beberapa sudah kembali kepada-Nya.Â
3. Nilai Sosial : Perbandingan Status, Kondisi Hidup Masa Lalu dan Sekarang
Kehidupan sosial dalam alur cerita Tiga Dara ini patut diacungi jempol. Sebuah kondisi keluarga yang penuh lika-liku hidup, dimana di dalamnya ada 3 pelaku utama (3 dara) serta beberapa pelaku pelengkap (ayah, nenek serta para pria yang mendekati tiga dara). Â Semua disuguhkan sangat apik dalam tayangan yang tak pernah membosankan untuk ditonton berulang-ulang. Banyak hal yang bisa dipetik dari film ini, diantaranya adalah kondisi masyarakat masa lalu yang memiliki strata kehidupan bagus (sebuah rumah besar dengan kebun yang indah, dimana didalamnya terdapat perabot rumah yang lengkap dsb).
Gaya hidup dan fashion yang berkembang di masa lalu juga bisa kita lihat jelas dalam film ini. Dapat dilihat bahwa ketiga pemain Tiga Dara ini berbaju modis di era 50-an, dimana di masa ini ternyata populer kembali dan menjadi fashion yang diburu masyarakat, seperti celana model pensil, kebaya kutubaru ataupun rok yang mengembang di bagian bawahnya. Â Dari kepemilikan kendaraan berharga, misalnya motor Vespa yang digunakan salah satu pemain pria, mengisyaratkan bahwa motor merek ini sungguh-sungguh hanya dimiliki oleh orang berduit di masa lalu. Tentu, banyak nilai sosial lain yang tak bisa disebutkan satu per satu disini namun ini bisa kita bandingkan dengan kehidupan masyarakat di masa sekarang. Â
4. Nilai Seni dan Budaya : Suguhan Lagu Merdu dan Tari-Tarian Tradisional
JIka Anda kemarin sempat menyaksikan film Tiga Dara ini tentu akan melihat beberapa adegan yang menampilkan seni dan budaya. Masuk dalam kategori film musikal, Tiga Dara memang sangat sering menyuguhkan lagu-lagu bernuansa cinta dari setiap pemainnya dengan suara yang merdu tentunya. Tak hanya itu, di beberapa adegan film ini juga menyuguhkan berbagai tarian tradisional Indonesia lengkap dengan pakaian adatnya. Dapat disimpulkan bahwa film ini memang juga bertujuan untuk melestarikan unsur seni dan budaya lokal agar dapat dikenang sepanjang masa.Â
Setelah menyaksikan film ini, saya dapat menyimpulkan bahwa bukan hanya film India (Bollywood) saja yang menyuguhkan tari-tarian dan lagu syahdu saat galau diserang virus cinta (hihihi..) tapi film-film Indonesia pun di masa lalu ternyata juga memiliki kemasan yang tak jauh beda :)
Sudah makin penasaran? Anda Ingin melihat kondisi film Tiga Dara sebelum dan sesudah direstorasi? Berikut adalah penggalan-penggalan video yang dapat Anda saksikan (sumber : youtube.com):
***
Saya sih suka dengan restorasi film Tiga Dara ini karena saya menjadi tahu betapa hebatnya film-film masa lalu dibuat dengan berbagai pesan moral yang kuat. Mungkin secara gamblang saya bisa meringkas isi film ini, yaitu hendaknya seorang wanita bisa menikah secepatnya sebelum menjadi perawan tua, apalagi jika harus dilangkahi adik-adiknya, pamali tentunya. Tapi bagaimana dengan kehidupan di zaman modern ini? Saya kira konsep masa lalu ini tak lagi berlaku bagi sebagian orang. Sekarang sih, mau adiknya dulu yang mau nikah tak selalu menjadi masalah besar kan? Hihihi...Â
Finally, saya hanya bisa mengungkapkan bahwa saya bangga bisa menyaksikan film ini kembali di masa kehidupan saya yang sekarang. Banyak hal positif dari film ini yang bisa diaplikasikan dalam kehidupan kita, misalnya menghormati orang tua, menyayangi anggota keluarga, perjuangan mendapatkan cinta dll. Menurut Anda bagaimana?Â
Riana Dewie
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H