Mohon tunggu...
Riana Dewie
Riana Dewie Mohon Tunggu... Freelancer - Content Creator

Simple, Faithful dan Candid

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

[KJogGoes] Kompasianer Jogja “Obrak-Abrik” Gedung Agung (Istana Yogyakarta)

21 Maret 2016   20:15 Diperbarui: 23 Maret 2016   00:00 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompasianer Jogja yang berjumlah 15 orang ini berjalan menuju ke ruang selanjutnya, yaitu Museum Seni yang didirikan tahun 2009. Museum ini digunakan untuk peletakan benda-benda seni, baik lukisan atau barang 3 dimensi yang sempat dikirim ke istana daerah, seperti istana Cipanas, Istana Bogor atau Istana Bali. Informasi tambahan dari guide, pengunjung istana kini semakin dipermudah syaratnya, yaitu hanya dengan menunjukkan KTP. Bagi turis-turis asing yang kebanyakan hunting lukisan-lukisan Bung Karno, pihak istana takkan mempersulit untuk masuk walaupun mereka mengenakan pakaian ala kadarnya (agak seksi) karena istana telah memfasilitasi selendang untuk menutupi bagian tubuh mereka sehingga mereka pun dapat bebas menikmati warisan bangsa kita.

Melanjutkan sejarah tentang museum ini, sebelum purna tugas tahun 2014, Pak SBY menginginkan agar semua lukisan lama diganti dengan lukisan yang baru. Beliau terinspirasi dengan Lukisan seorang tokoh Tionghoa, Adam Lay yang sempat melukis Pak Soeharto pada masanya. Akhirnya, Pak SBY meminta agar semua presiden Indonesia dibuatkan lukisan dengan ‘keunggulan’ masing-masing agar dapat dikenang sepanjang masa. Misalnya Pak Soekarno dengan proklamasi yang membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan, Pak Soeharto sebagai bapak pembangunan, Pak Habibie dengan karya pesawatnya, Pak Gusdur dengan pluralismenya dst. Karya ini dilukis oleh para pelukis aliran realis dan surealis yang dipilih di Jakarta dan akhirnya museum ini diresmikan tahun 2014.

Naiklah kami ke lantai dua, dimana disini banyak terpajang lukisan-lukisan dari para pelukis ternama. Disini terdapat puluhan bahkan ratusan lukisan sejarah masa lalu, seperti foto istri dan pendamping presiden serta berbagai peninggalan sejarah lainnya yang mengandung kisah tertentu. Berbagai karya seni yang dipajang diantaranya lukisan berjudul “Malioboro & The Struggle for Life” dan “Malioboro & Perjuangan Hidup” karya Harijadi Sumadidjaja, berbagai karya koleksi foto istana kepresidenan serta berbagai lukisan mahal karya Raden Saleh Syarif Bustaman.

Ada pula luksian bertajuk “Reformasi di Yogyakarta”, mengisahkan tentang Sri Sultan HB X pada tgl 20 Mei 1998 silam mengajak seluruh warga Jogja mendukung gerakan reformasi walaupun pada akhirnya terjadi “Peristiwa Gejayan” atau “Tragedi Yogyakarta”. Karya seni lain yang tak kalah menarik adalah Dongson Singapura serta Nekara Perunggu dengan tinggi 7cm. Berbagai macam gelas ornamen, gelas kristal dan tempat gelas Kristal juga mempercantik museum di istana ini. Foto-foto bencana alam Jogja (gempa bumi) tahun 2006 dan 2010 pun terpajang disana.

[caption caption="Bapak Maryadi, Guide yang memberikan informasi seputar Gedung Agung (Dok.Pri)"]

[/caption]

Akhirnya berjalanlah kami di ruang terakhir kompleks ini, yaitu Wisma Seni Sono sebagai ruang rapat presiden yang juga mengalami penataan sempurna di tahun 2014. Dibangun tahun 1822 dengan nama gedung Sociated sebagai tempat hiburan masyarakat Belanda untuk main bilyard & bowling. Ketika Jepang masuk ke Jogja, gedung ini berganti nama menjadi Balai Mataram. Di tahun 1970-an, ruang ini sering dijadikan sebagai tempat menampilkan karya seni, seperti puisi dan lukisan termasuk beberapa lukisan Affandi juga pernah dipamerkan di sini. Ruang ini sempat dimanfaatkan pula sebagai bioskop dan kantor penerangan. Dulu wisma ini dikelola oleh Pemda DIY namun akhirnya diserahterimakan kepada Gedung Agung pada tahun 1995. Lalu, tahun 2014 resmi menjadi ruang rapat presiden atau kabinet.

[caption caption="Foto Narsis Saya di Gedung Agung (Dok.Pri)"]

[/caption]

Dengan demikian, usailah acara keliling istana presiden bersama Kompasianer Jogja. Ada banyak pengalaman unik dan ilmu baru yang didapat selama kami melangkah di setiap sudut ruang di kompleks megah ini. Tak lupa, Pak Maryadi selaku guide yang telah mengajak kami jalan-jalan ini mengucapkan terimakasih atas kedatangan kami dan disambut dengan senyum para kompasianer Jogja yang makin bersemangat untuk menjaga warisan budaya yang tak ternilai ini. Setelah berpamitan dengan Bapak Maryadi, kami pun tak lupa melanjutkan foto-foto bersama di halaman Gedung Agung dengan berbagai gaya. Karena kelaparan, kami mampir ke warung makan Raminten yang lokasinya tak jauh dari Gedung Agung dan masih ada di kawasan Malioboro. Kami menyantap makanan dengan nikmatnya sambil mendengarkan berbagai ide-ide baru yang dimotori oleh kompasianer Ang Tek Khun. Kompasianer dan rekan-rekan yang berpartisipasi pada kegiatan hari ini adalah Kompasianer Ken Shara Odza, Ita Yunita, Yatmi Rejeki, Umi Azzurasantika, Enggar Murdiasih, Vika Kurniawati, Hendra Wardhana, Agustinus Waryono, Ang Tek Khun, Saya, Mas Tomy, Mbak Indah Fristiana, Mbak Arnie Alisha dan 1 rekan lainnya. 

[caption caption="Narsis di Halaman Gedung Agung (Dok. Mas Hendra)"]

[/caption]

[caption caption="Selfie di Halaman Gedung Agung (Dokumentasi Mbak Umi)"]

[/caption]

[caption caption="Nunut Narsis Lagi. Hihihi (Dok.Pri)"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun