Mohon tunggu...
Riana Dewie
Riana Dewie Mohon Tunggu... Freelancer - Content Creator

Simple, Faithful dan Candid

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

[KJogGoes] Kompasianer Jogja “Obrak-Abrik” Gedung Agung (Istana Yogyakarta)

21 Maret 2016   20:15 Diperbarui: 23 Maret 2016   00:00 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Kompasianer Jogja Berfoto di Gedung Agung. Blkg Ki-ka : Kompasianer Tomy, Ken Shara Odza, Ang Tek Khun, Agustinus Waryono. Depan Ki-Ka : Kompasianer Ita Yunita, Indah Fristiana, Saya, Arnie Alisha, Rekan Kompasianer, Enggar Murdiasih, Vika Kurniawati dan Umi Azzurasantika.      (Dok.Pri)"][/caption]Betapa susahnya mengumpulkan Kompasianer Jogja (KJog) di hari-hari aktif karena kami semua rata-rata memiliki kesibukan/pekerjaan yang sulit untuk ditinggalkan. Untungnya ada banyak ide yang sering di sampaikan di forum atau grup media sosial kami sehingga kami pun dapat merencanakan berbagai kegiatan yang dapat diikuti bersama. Karena sulit menyatukan waktu, terkadang beberapa diantaranya mengadakan pertemuan informal di angkringan Jogja sekedar untuk sharing berbagai informasi.

Hari ini (21/3/16) adalah hari istimewa bagi Kompasianer Jogja karena akhirnya kami bisa meluangkan waktu untuk berkumpul bersama. Tak hanya sekedar kumpul, kami juga berencana mengadakan acara kunjungan ke Gedung Agung atau sering disebut sebagai Istana Kepresidenan Yogyakarta. Ya, walaupun tak ada Pak Presiden disini karena tentunya beliau ada di istana presiden Jakarta namun kami sangat bersemangat ‘obrak-abrik’ Gedung Agung untuk menggali pengalaman baru.

[caption caption="Semangat Kompasianer Jogja Saat Menuju gerbang gedung Agung (Dok.pri)"]

[/caption]Kira-kira pukul 09.30, Kompasianer Jogja sudah berkumpul di depan pintu gerbang Gedung Agung (seberang Benteng Vredeburg). Saat saya sampai di lokasi, sudah terlihat beberapa Kompasianer seperti Mas Khun, Mbak Fika, Mas Hendra, Mbak Ita, Mbak enggar, Mas Ken dsb. Akhirnya masuklah kami di Gedung Agung yang diawali dengan registrasi komunitas dan jumlah anggota. Saya mengisinya atas nama komunitas Kompasianer Jogja hingga akhirnya kami diwajibkan menitipkan tas di loker yang telah disediakan. Kami diperbolehkan memotret lokasi luar Gedung Agung namun dilarang untuk mengambil gambar apapun saat ada di dalam gedung.

[caption caption="Bapak Maryadi (Guide) Memberikan Informasi Seputar Peraturan Berkunjung (Dok.Pri)"]

[/caption]Kunjungan kali ini disambut oleh beberapa petugas disana, termasuk guide yang menemani kami berjalan-jalan memutari area Gedung Agung. Sebut saja Mas Maryadi, seorang guide yang sangat cakap memberikan informasi seputar Gedung Agung dan pemanfaatannya. Sebelum berkeliling, ia memberikan sedikit informasi seluk-beluk tentang Gedung Agung Yogyakarta ini. Cagar budaya ini dibangun di Kelurahan Ngupasan, Gondomanan, Jogja. Gedung utama kompleks istana ini merupakan bangunan Belanda yang didirikan mulai Mei 1824 dan mengalami beberapa pemugaran hingga saat ini. Kompleks ini lalu disebut sebagai Istana Kepresidenan ketika kota Jogja dijadikan sebagai ibu kota baru Republik Indonesia pada 6 Januari 1946 silam.

[caption caption="Gedung Agung Yogyakarta (Dok.Pri)"]

[/caption]

Istana kepresidenan ini seringkali menjadi tempat singgah presiden saat berkunjung ke Jogja. Beberapa tamu negara pun sering menginap di tempat ini. Maryadi menuturkan bahwa Istana Yogyakarta terdiri atas enam bangunan utama, yaitu Gedung Agung (gedung utama), Wisma Negara, Wisma Indraphrasta, Wisma Sawojajar, Wisma Bumiretawu, Wisma Saptapratala serta Wisma Seni Sono yang terakhir diambil alih oleh gedung agung dari tangan Pemda DIY. Tepat di paling depan istana ini adalah ruang Garuda  yang merupakan ruang tamu presiden & ruang pelantikan serta di sebelah sisi kanan kami adalah ruang wakil presiden. Akhirnya masuklah kami ke lorong utama hingga sampai di depan pintu kamar 5, yaitu kamar wakil presiden, kamar 6 merupakan ruang kerja wakil presiden serta kamar 7 merupakan ruang keluarga wakil presiden.

[caption caption="Bagian Luar Gedung Agung Yogyakarta (Dok.pri)"]

[/caption]

Berjalan ke depan, sampailah kami di ruang jamuan VIP yang berfungsi sebagai ruang makan presiden, wakil presiden maupun pendamping. Adapun peraturan posisi untuk meja & kursi yang telah disediakan dimana presiden harus duduk di meja tengah sedangkan para pejabat dan tamu undangan lainnya di sisi kiri/kanannya. Pak Jokowi saat awal menjabat sebagai Presiden, pernah singgah disini tahun 2014 dan mengajak tamu-tamunya untuk makan siang di dalam istana. Tamunya bukanlah pejabat seperti yang kita bayangkan namun para tukang becak yang ada di sekitar jalan Malioboro dan sekitarnya. Sedangkan untuk para menteri, mereka dapat bermalam di wisma negara yang gedungnya tak jauh dari gedung utama.  Pejabat terakhir yang menginap disini adalah Bapak Yusuf Kalla pada akhir 2015 kemarin.

Melanjutkan perjalanan, sampailah kami di ruang kesenian yang berfungsi sebagai ruang makan maupun ruang rapat. Mengingat bahwa di masa lalu belum banyak hotel dibangun, saat tamu presiden berkunjung ke Jogja, mereka bisa menginap di gedung ini, seperti presiden, perdana menteri, kaisar ataupun ratu dari negara lain. Maryadi melanjutkan, Istana kepresidenan Jogja dan Jakarta berada di bawah Kementrian Sekretariat Negara. Wisma Sawojajar khusus untuk menerima Tim Advance kepresidenan. Lalu Wisma Bumiretawu untuk menerima Tim Advance Paspampers atau bisa juga sebagai ruang istirahat para ajudan dan dokter pribadi presiden. Tak ketinggalan Wisma Saptapratala sebagai tempat istirahat para juru foto kepresidenan.

[caption caption="Kompasianer Jogja berfoto narsis di luar gedung (Dok.Pri)"]

[/caption]

[caption caption="Kompasianer Jogja berfoto narsis di luar gedung (Dok.Pri)"]

[/caption]

Kompasianer Jogja yang berjumlah 15 orang ini berjalan menuju ke ruang selanjutnya, yaitu Museum Seni yang didirikan tahun 2009. Museum ini digunakan untuk peletakan benda-benda seni, baik lukisan atau barang 3 dimensi yang sempat dikirim ke istana daerah, seperti istana Cipanas, Istana Bogor atau Istana Bali. Informasi tambahan dari guide, pengunjung istana kini semakin dipermudah syaratnya, yaitu hanya dengan menunjukkan KTP. Bagi turis-turis asing yang kebanyakan hunting lukisan-lukisan Bung Karno, pihak istana takkan mempersulit untuk masuk walaupun mereka mengenakan pakaian ala kadarnya (agak seksi) karena istana telah memfasilitasi selendang untuk menutupi bagian tubuh mereka sehingga mereka pun dapat bebas menikmati warisan bangsa kita.

Melanjutkan sejarah tentang museum ini, sebelum purna tugas tahun 2014, Pak SBY menginginkan agar semua lukisan lama diganti dengan lukisan yang baru. Beliau terinspirasi dengan Lukisan seorang tokoh Tionghoa, Adam Lay yang sempat melukis Pak Soeharto pada masanya. Akhirnya, Pak SBY meminta agar semua presiden Indonesia dibuatkan lukisan dengan ‘keunggulan’ masing-masing agar dapat dikenang sepanjang masa. Misalnya Pak Soekarno dengan proklamasi yang membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan, Pak Soeharto sebagai bapak pembangunan, Pak Habibie dengan karya pesawatnya, Pak Gusdur dengan pluralismenya dst. Karya ini dilukis oleh para pelukis aliran realis dan surealis yang dipilih di Jakarta dan akhirnya museum ini diresmikan tahun 2014.

Naiklah kami ke lantai dua, dimana disini banyak terpajang lukisan-lukisan dari para pelukis ternama. Disini terdapat puluhan bahkan ratusan lukisan sejarah masa lalu, seperti foto istri dan pendamping presiden serta berbagai peninggalan sejarah lainnya yang mengandung kisah tertentu. Berbagai karya seni yang dipajang diantaranya lukisan berjudul “Malioboro & The Struggle for Life” dan “Malioboro & Perjuangan Hidup” karya Harijadi Sumadidjaja, berbagai karya koleksi foto istana kepresidenan serta berbagai lukisan mahal karya Raden Saleh Syarif Bustaman.

Ada pula luksian bertajuk “Reformasi di Yogyakarta”, mengisahkan tentang Sri Sultan HB X pada tgl 20 Mei 1998 silam mengajak seluruh warga Jogja mendukung gerakan reformasi walaupun pada akhirnya terjadi “Peristiwa Gejayan” atau “Tragedi Yogyakarta”. Karya seni lain yang tak kalah menarik adalah Dongson Singapura serta Nekara Perunggu dengan tinggi 7cm. Berbagai macam gelas ornamen, gelas kristal dan tempat gelas Kristal juga mempercantik museum di istana ini. Foto-foto bencana alam Jogja (gempa bumi) tahun 2006 dan 2010 pun terpajang disana.

[caption caption="Bapak Maryadi, Guide yang memberikan informasi seputar Gedung Agung (Dok.Pri)"]

[/caption]

Akhirnya berjalanlah kami di ruang terakhir kompleks ini, yaitu Wisma Seni Sono sebagai ruang rapat presiden yang juga mengalami penataan sempurna di tahun 2014. Dibangun tahun 1822 dengan nama gedung Sociated sebagai tempat hiburan masyarakat Belanda untuk main bilyard & bowling. Ketika Jepang masuk ke Jogja, gedung ini berganti nama menjadi Balai Mataram. Di tahun 1970-an, ruang ini sering dijadikan sebagai tempat menampilkan karya seni, seperti puisi dan lukisan termasuk beberapa lukisan Affandi juga pernah dipamerkan di sini. Ruang ini sempat dimanfaatkan pula sebagai bioskop dan kantor penerangan. Dulu wisma ini dikelola oleh Pemda DIY namun akhirnya diserahterimakan kepada Gedung Agung pada tahun 1995. Lalu, tahun 2014 resmi menjadi ruang rapat presiden atau kabinet.

[caption caption="Foto Narsis Saya di Gedung Agung (Dok.Pri)"]

[/caption]

Dengan demikian, usailah acara keliling istana presiden bersama Kompasianer Jogja. Ada banyak pengalaman unik dan ilmu baru yang didapat selama kami melangkah di setiap sudut ruang di kompleks megah ini. Tak lupa, Pak Maryadi selaku guide yang telah mengajak kami jalan-jalan ini mengucapkan terimakasih atas kedatangan kami dan disambut dengan senyum para kompasianer Jogja yang makin bersemangat untuk menjaga warisan budaya yang tak ternilai ini. Setelah berpamitan dengan Bapak Maryadi, kami pun tak lupa melanjutkan foto-foto bersama di halaman Gedung Agung dengan berbagai gaya. Karena kelaparan, kami mampir ke warung makan Raminten yang lokasinya tak jauh dari Gedung Agung dan masih ada di kawasan Malioboro. Kami menyantap makanan dengan nikmatnya sambil mendengarkan berbagai ide-ide baru yang dimotori oleh kompasianer Ang Tek Khun. Kompasianer dan rekan-rekan yang berpartisipasi pada kegiatan hari ini adalah Kompasianer Ken Shara Odza, Ita Yunita, Yatmi Rejeki, Umi Azzurasantika, Enggar Murdiasih, Vika Kurniawati, Hendra Wardhana, Agustinus Waryono, Ang Tek Khun, Saya, Mas Tomy, Mbak Indah Fristiana, Mbak Arnie Alisha dan 1 rekan lainnya. 

[caption caption="Narsis di Halaman Gedung Agung (Dok. Mas Hendra)"]

[/caption]

[caption caption="Selfie di Halaman Gedung Agung (Dokumentasi Mbak Umi)"]

[/caption]

[caption caption="Nunut Narsis Lagi. Hihihi (Dok.Pri)"]

[/caption]

Harapan saya, semoga Kompasianer Jogja bisa makin kompak dan rukun selalu sehingga dapat menjadwalkan kembali berbagai kunjungan di tempat-tempat menarik lainnya di Jogja. Semoga kami juga dapat mengembangkan berbagai kegiatan positif yang dapat meningkatkan semangat & kekompakan agar dapat bermanfaat bagi semua orang di sekitar kami, terutama di bidang kepenulisan.  

Salam, Riana Dewie

 

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun