Mohon tunggu...
Riana Dewie
Riana Dewie Mohon Tunggu... Freelancer - Content Creator

Simple, Faithful dan Candid

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama featured

Idul Fitri Hanya untuk Muslim? Saya Rasa Tidak

10 Juli 2015   11:25 Diperbarui: 7 Juli 2016   11:50 8214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan hanya dalam keluarga besar saya melihat toleransi antar umat beragama, di kantor pun saya merasakan hal yang sama. Jika saya masih berada di kantor saat jam berbuka puasa, saya pun ditawari banyak makanan oleh teman-teman kantor yang sedang berbuka dengan berbagai menu menarik. Saya pun tak pikir panjang untuk melahapnya karena selain saya juga cepat lapar, saya merasa nikmat saat ikut bergabung makan bersama dengan teman-teman saya yang muslim.

Itulah sedikit kisah kehidupan saya, keluarga saya dan lingkungan tempat saya tinggal. Saya merasakan adanya toleransi beragama yang sangat besar sehingga hampir tak pernah kami memperdebatkan “ini agamaku, itu agamamu..!!!”. Yang ada hanyalah bauran kehidupan yang menciptakan kondisi hidup yang harmonis dan bahagia karena kami merasa sangat senang dan terharu ketika mendengar ucapan dari rekan-rekan dan kerabat yang beda agama.....

“Selamat Natal ya..”

“Selamat Lebaran sayang...”

“Ehh mas waktunya jumatan, ntar terlambat lho...”

“Ini hari Minggu kok gak ke gereja mbak..?”

“Eh maaf. Baru latihan koor gereja ya. Saya telepon lagi nanti. Maaf mengganggu...”

***

Itulah rasa sukacita saya jika mengingat betapa besar rasa toleransi orang-orang di sekitar saya yang sangat menghargai perbedaan. Oleh karenanya saya sangat merasa sedih jika banyak tersiar kabar adanya berdebatan antar umat beragama, kurangnya toleransi dalam kehidupan yang berbeda agama, perusakan rumah ibadah agama lain dan sebagainya. Mari bangsa Indonesia, kita ini memiliki satu nenek moyang sehingga kita adalah saudara. 

Mari pegang “Bhinneka Tunggal Ika” agar selalu ingat untuk menghargai perbedaan (pluralisme) dalam hal apapun. Setiap orang memang harus memegang teguh imannya, dimana kita harus dapat melaksanakan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang Tuhan kita. Atau dengan kata lain kita wajib menjalankan ajaran agama yang kita imani. Tapi saat kita berbaur dengan saudara yang berbeda iman, bukan berarti kita harus masuk ke dalam iman mereka. Kita hanya menghargai mereka dengan hanya sebatas menghadirkan toleransi sehingga tercipta kehidupan yang harmonis.

Mohon maaf, tulisan ini adalah murni perjalanan hidup saya, tanpa rekayasa. Bukan bermaksud untuk menyentil ajaran agama apapun disini. Bukan pula mempertajam perihal boleh atau tidak boleh mengucapkan ‘selamat’ saat umat lain merayakan hari besar agamanya. Ini hanyalah rasa sukacita saya sebagai umat kristiani saat menyambut hari raya Idul Fitri dan toleransi yang saya rasakan saat berada di lingkungan keluarga dan masyarakat. Tentu saja yang diharapkan toleransi beragama bukan hanya hadir dalam iman Kristiani dan Islam saja, namun semua agama yang ada di Indonesia seperti Budha, Hindu ataupun kepercayaan lainnya harus dapat merasakan sukacita yang sama. Yang penting fokus kita bukanlah pada agama, namun pada 'Tuhan' yang pasti dimiliki oleh setiap umat beragama. 

Selamat Idul Fitri (thesusantosfam.blogspot.com)
Selamat Idul Fitri (thesusantosfam.blogspot.com)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun