Mohon tunggu...
Riana PatriciaAlida
Riana PatriciaAlida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis adalah Mahasiswi Unsia

Jurusan Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Media Sosial dan "Tren Mental Health"

22 Mei 2022   09:05 Diperbarui: 22 Mei 2022   09:14 1412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan ini, penggunaan media sosial di masyarakat khususnya kalangan remaja mengalami peningkatan yang signifikan. Berdasarkan data yang diperoleh dari KOMINFO tahun 2020 menyatakan sebesar 30 juta responden anak-anak dan remaja merupakan pengguna internet dan menjadikan media digital sebagai saluran komunikasi utama. Hal ini menunjukan bahwa minat remaja terhadap pemanfaatan internet dalam berbagai aktivitas daring sangatlah tinggi. Sehingga tidak heran jika media sosial telah menjadi bagian dari kehidupan remaja modern.

Penggunaan media sosial membawa berbagai dampak positif seperti penyebaran informasi menjadi lebih mudah, media untuk dapat mengembangkan bakat, berbagi pemikiran dengan orang lain di jejaring digital, dan tempat untuk mencari hiburan. Namun siapa sangka kalau media sosial juga dapat memberikan dampak negative. Diantaranya adalah kecanduan media sosial yang berpengaruh terhadap psikologis anak dan beresiko untuk menimbulkan berbagai penyakit mental. Atas dasar tersebutlah muncul berbagai tren untuk menjaga kesehatan mental baik yang disosialisasikan oleh para ahli di bidangnya maupun sesama remaja yang peduli akan kesehatan mental.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan dengan pendekatan kualitatif yaitu berupa penelitian yang memperoleh data dari berbagai sumber bacaan yang relevan. Data kemudian dianalisis berdasarkan perspektif peneliti dalam rangka mendapatkan hasil penelitian. Analisis akan melalui berbagai pertimbangan, baik berdasarkan data maupun fakta yang ada di lapangan agar keobjektifan data selanjutnya dapat dipertanggung jawabkan.

ANALISIS

Kesehatan mental akhir-akhir ini mendapatkan banyak perhatian khusus dari berbagai kalangan masyarakat. Salah satu bentuknya yang paling terkenal adalah depresi. Depresi disebabkan oleh keinginan individu yang tidak terwujud sehingga menimbulkan kekecewaan yang membuat seorang individu merasa gagal dan selalu berpikiran negative pada dirinya sendiri. Berdasarkan data dari World Health Organization pada tahun 2017 menunjukkan jumlah kasus depresi yang ada di Indonesia mencapai angka 9.162.886 atau sekitar 3,7% dari keseluruhan populasi. Kasus depresi ini banyak ditemukan pada anak-anak, remaja, dan dewasa awal. Maka dari itu, muncullah istilah literasi kesehatan mental yang membantu setiap individu untuk dapat mengenali, mengelola, dan mencegah adanya gangguan mental. Dengan semakin tingginya pemahaman masyarakat perihal kesehatan mental, mereka akan semakin mudah untuk mengelolanya secara lebih efektif. 

Jorm (2012) mengungkapkan bahwa individu yang memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai mental health yang tinggi akan memiliki kemungkinan untuk dapat mengenali dan mengidentifikasi perawatan yang tepat dibandingkan dengan individu yang pengetahuannya rendah. Beberapa penyebab munculnya gangguan pada mental adalah masalah pada keluarga, masalah pertemanan, bahkan kecemasan yang timbul akibat penggunaan media sosial. Tidak dapat dipungkiri bahwa generasi Z sangat erat kaitannya dengan teknologi, sehingga memiliki akun media sosial merupakan suatu keharusan sebagai wujud eksistensi keberadaan mereka dan untuk memperoleh popularitas tersendiri dalam komunitasnya.

Dalam media sosial, setiap individu akan memiliki keinginan untuk mengunggah foto terbaiknya. Foto tersebut akan memperoleh pujian atau likes yang akan berimbas pada maraknya kegiatan swafoto. Tekanan untuk dapat menampilkan yang terbaik di media sosial akan menimbulkan kecemasan pada individu. Pencapaian orang lain terhadap sesuatu juga akan berindikasi menambah kecemasan, depresi, stress, dan gangguan konsep diri. Belum lagi banyaknya perilaku body shamming dan bullying baik pada fisik maupun hal-hal yang dibagikan seseorang di media sosial. Sehingga, individu cenderung akan merendahkan diri sendiri dengan cara mengeluh yang mana hal ini dilakukan tanpa sadar karena tidak stabilnya emosi yang dimiliki.

Di samping dampak negatifnya dalam memberikan kecemasan remaja terhadap beberapa hal, media sosial juga berperan positif dalam mengenalkan tren mengenai mental health yang mulai bermunculan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai pentingnya kesehatan mental bagi remaja. Diskusi mengenai isu mental health dapat dilihat dari berbagai webinar dan event di media sosial. Beberapa penelitian juga menemukan bahwa media sosial menjadi tempat yang dapat menyediakan kebutuhan penderita gangguan mental seperti fasilitas interaksi sosial, menyediakan akses untuk memperoleh dukungan sosial, dan berbagai informasi mengenai kesehatan mental serta layanan kesehatan mental. Bersamaan dengan meningkatnya penggunaan media sosial, platform ini mulai dipakai sebagai media promosi dan prevensi tren mental health. Diantaranya adalah akun Instagram dengan username psikologid, healyourself.id, osmosismed, sehatmental.id dan masih banyak lagi. Akun-akun tersebut umumnya menyediakan berbagai webinar dengan narasumber professional dengan tema kesehatan mental.

Selain akun media sosial, beberapa tenaga ahli di bidang psikologi juga ikut serta dalam membagikan pengetahuannya mengenai kesehatan mental melalui akun pribadinya atau melalui diskusi public yang diadakan secara gratis. Meskipun begitu, isu mental health mendapatkan berbagai stigma negative dari masyarakat karena dianggap tidak lazim, kurangnya ilmu agama, melebih-lebihkan suatu kondisi, gila, dan lain sebagainya. Akibatnya, individu yang mengalami gangguan mental merasa malu dan enggan untuk meminta pertolongan dari pihak lain karena dikhawatirkan akan mendapat respon negative dari masyarakat. Akhirnya, beberapa individu menyimpan hal ini untuk dirinya sendiri. Bahkan tidak sedikit pula yang mengakhiri hidupnya karena tekanan dari berbagai pihak.

Dari permasalahan tersebut, akan lebih baik jika setiap individu dari berbagai kalangan usia dapat memahami urgensi mental health terutama di usia remaja dan dewasa awal karena kesehatan mental sangat berpengaruh terhadap aktivitas dan kegiatan sosial individu. Jika dibiarkan terus menerus, gangguan mental dapat memicu keinginan untuk mengakhiri hidupnya. Salah satu bentuk pertolongan yang dapat diberikan kepada penderita gangguan mental adalah dengan memberikan arahan yang positif untuk senantiasa berpikiran hal-hal baik dan menuntunnya untuk dapat menghargai diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun