Mohon tunggu...
INDRIAN SAFKA FAUZI (Aa Rian)
INDRIAN SAFKA FAUZI (Aa Rian) Mohon Tunggu... Penulis - Sang pemerhati abadi. Pemimpin bagi dirinya sendiri.

Hamba Allah dan Umat Muhammad Saw. 🌏 Semakin besar harapan kepada Allah melebihi harapan kepada makhluk-Nya, semakin besar pula potensi dan kekuatan yang kita miliki 🌏 Link Akun Pertama: https://www.kompasiana.com/integrityrian 🌏 Surel: indsafka@gmail.com 🌏

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Kepamrihan Bisa Terjadi?

13 Agustus 2023   17:50 Diperbarui: 13 Agustus 2023   19:38 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbagai fenomena sosial terutama di media sosial sering terjadi. Seperti misal ada orang yang berharap vote dan balas komentar di konten dirinya dari sesama pengguna platform sosial, juga ada yang berharap follow balik dan sebagainya, tanpa ada ketulusan karena benar-benar ingin mengapresiasi murni dari hati terdalam yang memang dirasakan kebermanfaatannya. Dan contoh lainnya seperti jika ia menawarkan pertolongan, ia berharap kepada orang yang ditolongnya untuk mendapatkan upah berupa materi, seakan pertolongan yang diberikannya adalah sebuah bisnis, bukan murni karena benar-benar ingin menolong.

Seakan keberhargaan diri itu berasal dari simbol-simbol dunia (diluar diri kita sebagai Makhluk Allah), bukan dari diri kita sendiri yang sejatinya berharga dimata sang Pencipta.

Jadi mengapa bisa terjadi seperti hal diatas? Inti dari permasalahan kepamrihan adalah karena seorang berharap kepada selain Tuhan Yang Maha Esa, ia bisa jadi berharap kepada makhluk.

Sementara kita ketahui makhluk itu memiliki potensi yang sedemikian terbatasnya, pasti ada celah untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan makhluk lain pada dirinya.

Hanya Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki kemampuan tertinggi untuk memenuhi segala harapan makhluk-makhluknya, dari kebutuhan pokok sampai keinginan luhurnya (keinginan positif demi Rida-Nya). Namun itu juga tidaklah gratis, mesti ada pembuktian iman melalui perbuatan tulus kita yang hanya berharap Rida-Nya semata.

Orang-orang yang menyekutukan Tuhan dengan Makhluk-Nya memiliki tabiat berharap lebih kepada sesamanya ketimbang kepada Penciptanya. Akibatnya kepamrihan terjadi. Jika harapan-harapan orang-orang pamrih itu tidak dipenuhi maka dirinya telah kufur dengan mengingkari nikmat yang Tuhan berikan, kemarahanpun terjadi meluap-luap, tak elak hujatan, cacian, makian dan umpatan dilontarkan karena merasa tidak sesuai dengan harapannya. 

Apabila harapan itu tidak diwujudkan, maka orang-orang pamrih itu seakan menuntut apa yang jadi haknya kepada seorang yang dipuja dan dikaguminya melebihi kepada sang Pencipta. Seakan tabiat penjilat melekat pada orang-orang pamrih.

Esensi pada pengetahuan ini, agar kita tidak termasuk orang-orang yang pamrih, hingga terjerumus dalam lembah kekufuran. Lantas bagaimana cara agar kita tidak termasuk orang pamrih? Yakni berharaplah Rida Tuhan Yang Maha Esa semata disetiap langkah kita baik secara perkataan, sikap dan perbuatan, kita wajib membuktikan kualitas kita dengan perbuatan tulus hanya karena-Nya. 

Sejatinya mekanisme kita mengharap rida Tuhan, kita wajib mempresentasikan bahwa diri kita itu berharga dibanding apa-apa yang ada diluar diri. Apa-apa yang ada diluar diri itu, sebutlah dengan istilah "simbol", nah hindarilah fokus pikiran pada "simbol-simbol dunia" tersebut seakan seperti "pakaian kebesaran" kita didunia. Tanamkan kita sudah besar karena kita diciptakan oleh Yang Maha Besar, kita lebih besar dibandingkan pakaian kebesaran dunia, karena Tuhan menciptakan kita dengan segala potensi yang sangat berharga untuk kehidupan. 

Jadi sejatinya orang-orang pamrih itu ada permasalahan dengan keberhargaan dirinya sendiri, dan ia menganggap bahwa simbol-simbol dunia adalah identitas keberhargaan dirinya. Jika simbol itu meninggalkan dirinya, maka dirinya merasa tidak lagi berharga. Kalau orang yang sudah tulus, pasti menganggap dirinya berharga, karena keberhargaan diri inilah ia selalu berharap Rida Tuhan Yang Maha Esa di setiap langkahnya.

Bisakah penulis memberikan contoh relevan seperti apa orang-orang yang mengharap Rida Tuhan?

Sebagai contoh kisah:

Seseorang terus berkarya demi kemajuan dan peradaban bangsa dan negeri tercinta, sembari ia berharap Rida-Nya semata. Tak peduli caci maki, umpatan, hinaan ia terima di setiap langkahnya dalam berkarya. Ia tetap menaruh keyakinan kuat pada Tuhannya sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang hambanya butuhkan dan harapkan. Ia tetap teguh berkarya walau pujian-pujian, bahkan simbol-simbol kemewahan seperti status pengakuan publik tak ia peroleh. Ia hanya mengejar apa yang dicitakannya, fokus pada tujuan utama yakni Rida-Nya, melalui buah karyanya. Sampai hari yang Tuhan janjikan tiba, Tuhan mengangkat derajat hidupnya sesuai apa yang diperjuangkannya.

Contoh lain:

Seseorang selalu mendermakan sebagian hartanya untuk orang-orang fakir dan kekurangan. Ia tak pernah berharap balasan apapun dari yang ia kasihi, karena ia hanya berharap Rida Tuhannya semata. Namun suatu ketika musibah menimpanya, kekayaannya sirna karena musibah tersebut. Namun, orang-orang fakir dan kekurangan yang pernah ditolongnya kini berubah nasibnya menjadi seorang kaya. Karena seorang yang dahulu fakir itu tahu akan ketulusan hati seorang dermawan yang kini malah menjadi fakir, mereka membantu kehidupan seorang dermawan itu agar bangkit dari keterpurukan. Dan mereka semua hidup dalam kekeluargaan yang penuh kasih sayang dan empati.

Nah apakah sahabat pembaca memperoleh pelajaran dari kisah diatas?

Demikian ulasan ini. Semoga kita dijauhkan dari tabiat orang pamrih. Amin. 

Semoga bermanfaat.

Cimahi, 13 Agustus 2023.

Aa Rian untuk Kompasiana dan Warganya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun